Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada yang Merindukan Datang ke Masjid tapi Terkendala Canggung

30 Mei 2020   11:09 Diperbarui: 30 Mei 2020   11:03 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada saat menghadiri Acara imtikhanan Khotmil Qur'an dua tahun lalu, kebetulan saya menjadi panitia. Ya , walau ditugaskan hanya menjadi penjaga parkir, sederhana memang merapikan kendaraan tamu undangan dan menyalami tamu undangan dengan wajah senyum ramah.

Saya tahu itu basa basi tetapi hal gampang itu bisa jadi petaka kalau tidak dilakukan. Dicap kurang sopan. Apalagi kalau tidak menyapa bisa jadi bulan-bulanan ibu -- ibu tukang gosip. Hal ini umum dilakukan di dusun sebab basa basi menyapa tarafnya sama dengan menghargai orang lain.

Saya duduk dengan teman-teman. Umumnya yang disitu memang bukan santri hanya orang biasa yang kadang bisa bengal, saya merasa pas disitu karena saya juga kadang bengal dan memang tidak layak berada di panggung utama. Guyonan dan obrolan hangat terjadi, saya memperhatikan dan mendengarkan.

Kang Sino yang kesehariannya hobi bermain burung dara menyodorkan rembugan,

"Sebenarnya orang-orang kayak kita. Yang kesehariannya jarang sekali ke masjid , bukan santri , anak jalan katakanlah. Punya sisi kerinduan bisa ke masjid.

Sayangnya, seolah ada sekat disitu. Kita kalau ke masjid misalnya hendak sholat jamaah padahal tiap hari tidak pernah, pasti nanti dibicarakan banyak orang.

Apalagi kalau kita tidak memakai sarung dan hanya memakai kaos kita seakan tersisih. Andai masjid bisa menerima semua. Maksudnya tidak usahlah memandang ini santri itu bukan santri sehingga semua cair sama rata. Ya, saya sadar saya tidak bisa ngaji. Tapi saya juga ingin bisa ngaji tetapi umur sudah tua."

Kang Irus nambahi keluh kesah,

"Saya juga merasa begitu. Coba masjid dibuat cair saja. Maksudnya tidak usah mencap ini santri itu bukan santri toh kita sama-sama ingin beribadah. Yang santri nyindir yang bukan santri padahal yang bukan santri pun memang tidak punya ruang untuk kesitu. Ada suasana canggung disitu."

Saya sebenarnya ingin berbicara tetapi saya sadar tidak tepat rasanya saya bicara, nanti malah dikira menggurui. Jadi saya berbicara dalam hati saja.

"Jika bicara apakah yang sering datang ke masjid dengan sendirinya membentuk label. Tentu itu hanya cap semata. Bisa berubah. Dinamis. Bahkan tidak penting sama sekali. Tidak ada jaminan orang yang memakai sarung atau berbaju koko diterima apalagi yang tidak memakai ( tidak sopan ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun