Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Lelaki Tua ke Pemuda Pemijat Kaca

16 Januari 2019   01:00 Diperbarui: 16 Januari 2019   01:09 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu dipelantaran bangku rebahan seorang lelaki dengan jaket lusuh di pundaknya. Kepalanya tertutupi kain sarung habis begadang semalam. Bangku reot itu selalu berbunyi tatkala tubuh lelaki ini menggerakan tubuhnya ke kanan lalu ke kiri. Dia bukan orang kanan. Dia juga bukan orang kiri. Kadang ia jadi kanan atau kiri tergantung ruang dan waktunya. Kalau makan ia memakai tangan kanan sedangkan kalau cebok guna membersihkan tahi ia pasti memakai tangan kiri.

Aroma kopi bajingan begitu menyengat lidah. Begitu juga kumpulan asap yang menggenang di langit-langit kamar akibat puluhan rokok yang dihisap. Asbak sudah tidak bisa menampung puntung rokok. Lelaki ini sedang mengalami trauma yang aneh ; jika di tanah rantau ia merasa jadi robot namun jika di kampung halaman ia merasa jadi hantu. Harap maklum ia bukan semut Ibrahim melainkan semacam cicak jaman Nabi Muhammad.

"Banyak orang sedih menghadapi masalah namun yang paling benar-benar menyedihkan adalah kondisi dimana kita bingung mau melakukan apa. Kita seperti mati sebelum mati. Atau jangan-jangan ini efek terlalu sering disuruh sehingga hasrat sendiri pun menyurut. 

Jangan-jangan ekspresi kita selama ini juga ada hubungannya dengan simbiosis kehidupan kita entah itu ekonomi, sahabat atau iklan tv." Fikiran ini keluar dari otak lelaki sebelahnya yang duduk bersila sambil tangan memijat-mijat kaca. Kadang-kadang ucapan anjing muncrat tatkala ia terbunuh di arena.

Seorang lelaki tua berbaju oblong duduk di bangku samping mereka, wajahnya datar. Namun hatinya menggeleng-ngeleng melihat anak muda menjadi patung sementara dulunya ia justru bermain secara langsung tembak-tembakan. Kadang-kadang dapat satu orang, lain hari membunuh enam orang.

Di tangannya ada secarik kertas kusam lusuh ada tulisan Syair dari Sang Mandor Klungsu yang berprofesi sebagai pelukis huruf alif terkenal dan pemikiran syair itu dilahap oleh Lelaki tua berbaju oblong

"Sugih tanpo bondo Digdoyo tanpo aji Trimah mawi pasrah Sepi pamrih tebih ajrih Langgeng tanpo susah, tanpo seneng Anteng mantheng Sugeng jeneng" Demikian syair itu tertulis

Sampai bendera berkibar dan lelaki tua berbaju oblong tidak dikenang juga tidak dipahlawankan. Di kehidupan senjanya, ia membayangkan perempuan berpipi lesung bergigi gingsul menangis sendu dihadapannya. Wajahnya murung. Perempuan itu menulis surat kepadanya tentang dilarangnya perempuan untuk sekolah dan adanya sekat darah biru.

Lelaki tua berbaju oblong itu berdiri dari duduknya melangkah menuju pemuda tukang pijat kaca dan hobi mematung

Lalu berucap lantang,

" Kalian ini ingin seperti Hiroo Onoda Sang Legenda Pulau Lubang atau Dave Mustaine Gitaris Megadeth yang sukses tapi kelam, atau Pete Best mantan The Beatles yang akhirnya gembira dikeluarkan dari The Beatles. Atau John Lennon sang penghayal surga dunia."

"Tua bangka sinting!" Ucap Pemuda jaket lusuh yang terbangun dari lima dimensinya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun