Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Acara Televisi Apa Adanya atau Ada Apanya?

11 Juli 2018   11:33 Diperbarui: 11 Juli 2018   11:34 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tayangan televisi goal terakhirnya adalah laku di masyarakat dan rating yang tinggi maka balutan itu pun juga harus dicap dengan lebih "boombastis", "aneh", "lucu", "viral" ataupun pembiasan lainnya.

Hal yang biasa tetapi dilebih-lebihkan itulah boombastis. Hal yang unik dan langka akan mengeruk imaji penasaran penonton itulah aneh. Hal yang membuat tertawa ngakak seringkali tak diimbangi latar sopan santun yang baik itulah lucu ala media. Hal yang lagi trending dibuat sedemikian rupa itulah viral.

Berangkat dari pembiasan diatas kita disuguhkan kenyataan bahwa kerap kali pandangan kita akan terlalu subyektif dan kurang berimbang. Bahkan mengesampingkan unsur obyektif sama sekali serta menjadikan obyektif sebagai bahan yang ujungnya rating.

Misalnya saja acara mikrofon pelunas utang dan acara sejenisnya. Kita disuguhkan tontonan yang menggugah nurani dan keibaan kita tetapi sudahkah acara itu benar-benar membentuk gambaran penyelesaian secara konkrit dan relevan bagi masyarakat. Bagaimana mungkin acara demikian dibungkus dengan audisi menyanyi tetapi komentator juri tak sekalipun menilai kualitas suara malah seperti dalam bayang "yang bisa menunjukan kisah lebih iba maka ia yang menang". Ini jelas tidak ada obyektifitas dalam penilaian menyanyi. Endingnya bisa jadi sang peserta dapat melunasi utang. 

Yang saya asumsikan pun tidak ada yang melebihi utang 50 juta. Artinya peserta memang bisa melunasi utangnya tetapi angka itu tentu terlalu sedikit dari banyaknya uang yang didapat acara itu. Artinya sebenarnya kemiskinan hanya dijadikan panggung menggeruk uang oleh media tanpa pernah memikirkan harga diri peserta yang cenderung dicap miskin dan kasihan. Ini tentu kita seperti merendahkan manusia tanpa kita sadari.

Demikian juga acara berita TV yang pemiliknya juga politikus. MNC group dengan HaryTano sebagai Politikus Perindo atau TVone dan ANTv dengan pemiliknya Bakrie sebagai politikus Golkar atau MetroTV dengan pemiliknya SuryaPaloh sebagai politikus Nasdem. Pertanyaannya mungkinkah berita yang berkembang di media mereka akan menjatuhkan mereka? Jawabnya tentu sebaliknya. Akan banyak framing berita dan ketidakadilan sudut pandang jika menyangkut politik serta pembagusan citra. Masyarakat akan disuguhi berita yang benar tetapi sayangnya sudah dipilih, dipilah dan dibumbui citra. Hal ini akan memunculkan pembiasan berita itu sendiri. Masih percaya bahwa berita televisi itu apa adanya?

Gambaran lain juga bisa kita telisik dari acara mistis. Dulu era 90an gambaran umum mistis masih berkutat pada religiusitas dan kesopanan. Sosok Kyai dan Setan.Tetapi kini mistis sudah lain bahkan sosok ini ada yang digambarkan baik dan lucu (Tuyul dan Mbak Yul) yang aslinya pun kita tahu tidak ada tuyul yang baik. Bahkan parahnya kini mistis seolah pas kalau dibumbui keseksian. 

Film horor untuk mendulang penonton dipakai unsur hot. Acara Misterius atau mistis bintang tamunya yang cantik-cantik, sexy-sexy. Ini jelas perubahan dari unsur religiusitas era 90an menjadi unsur jualan : keseksian dan kelucuan. Lagi-lagi mistis hanya dijadikan jualan bagi media yang kini justru terkesan kurang berfaedah dan miskin dari unsur religius dan kesopanan. Padahal religius dan kesopanan adalah citra murni yang diperlukan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun