Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Pintar Makin Pintar yang Bodoh Makin Bodoh

6 Mei 2018   22:05 Diperbarui: 6 Mei 2018   22:35 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kesetaraan pendidikan buat seluruh Rakyat Indonesia mungkin hanya fatamorgana belaka. Pendidikan adalah suatu sifat alamiyah yang melekat pada diri manusia ketika ia lahir dunia sampai ia mati kelak. Manusia mengamati, melihat, mempelajari dan meniru maka itulah pendidikan. Bayi belajar ngomong dan jalan kaki maka itu juga pendidikan. 

Jadi, hakikat pendidikan adalah tentang belajar. Bukan tentang sekolahan atau universitas. Ibarat kehidupan itu adalah pendidikan sedangkan sekolahan atau universitas hanya dimensi kecil didalamnya. Sayangnya zaman now pendidikan disimbolikan dengan sekolah, seragam dan ijazah. Tetapi bukan berarti mengesampingkan sekolah hanya saja penilaian pendidikan yang mainstream inilah yang mungkin harus diluruskan.

Orang belajar supaya tahu. Orang belajar supaya problem atau kendala atau masalah dihidupnya bisa diselesaikan. Ilmu bisa jadi muncrat  dari sebab pertanyaan-pertanyaan tentang menyelesaikan masalah. Hingga munculah ilmu matematika, fisika, kimia dan lain sebagainya. Semua berangkat dari keingintahuan menyelesaikan masalah. Bukan menyelesaikan masalah dengan menambah masalah.

Pertanyaannya adalah apakah sekolah sebagai rumah solusi menyelesaikan masalah? Atau justru belajar menumpuk masalah? Siapapun saja pasti akan senang bercampur bahagia jika tempat sekolah menawarkan rasa senang. Dulu Ki Hajar Dewantara bikin Taman Siswa. Goalnya supaya anak didik kerasan belajar dan bisa mengekspresikan bakat dan minatnya. Ekspresikan diri loe guys!

Lalu mengapa sekarang siswa harus disuruh belajar semuanya. Disuruh mengerti semuanya. Disuruh tahu semua. Padahal setiap orang unik punya bakat dan minat yang berbeda-beda. Apa jadinya jika misalnya orang yang bakat matematika disuruh menguasai sastra, kimia, bahasa dll? Bukan berarti tidak mampu tetapi untuk menjadi ahli siapapun orangnya harus fokus pada bidang yang ia minati. 

Apa jadinya jika Einstein disuruh belajar sastra, agama dan budaya? Apa jadinya jika Chairil Anwar disuruh dapat nilai bagus pada mata pelajaran fisika, kimia dan matematika? Saya kira kita harus jujur bahwa pendidikan Indonesia terlalu serakah sehingga alhamdulillah setelah lulus sekolah ilmu-ilmu itu hanya menjadi kenangan. 

Nanti akan mengerti hanya ada beberapa ilmu yang relevan pada kehidupan tiap-tiap orang tergantung bakat dan minat sekaligus pekerjaan dan lingkungan. Akan ada ilmu yang tidak dipakai dikehidupan seseorang tergantung pekerjaan dan lingkungan. Akan datang hari mulut dikunci uwuwuwuuu.

Kesetaraan pendidikan? Omong kosong. Di Indonesia  Yang pintar makin pintar yang bodoh makin bodoh. Sekolah atau universitas apalagi jika itu unggulan biasanya sangat otoriter dan sombong yang halus. Bukti kesombongan yang halus adalah untuk memasuki dunia sekolah atau universitas harus melalui nilai ada patokan nilai. 

Semakin unggulan semakin tinggi patokan nilainya. Akibatnya apa? Yang pintar akan berkumpul dengan yang pintar sehingga makin pintar. Yang bodoh tidak masuk sehingga harus pasrah yang penting sekolah. Sehingga akan ada dua gelombang yakni gelombang pintar dan gelombang bodoh.

Mengapa tidak kita rubah saja. Patokan masuk bukan dari nilai tetapi dari minat dan bakat. Kalau anda bakat mencuri belajar ke koruptor. Kalau anda bakat ngelawak belajar ke mojok. Kalau anda bakat olahraga jadi guru olahraga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun