Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Keempat untuk Andini, Hujan di Hatiku

9 Januari 2018   10:10 Diperbarui: 9 Januari 2018   10:16 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lagi-lagi hujan semakin deras saja, Andini. Sangat deras bahkan yang bisa aku dengar selama subuh hingga kini hanyalah nyanyian hujan yang menari-nari kesana kemari. 

Entah ia akan membawa rahmat atau petaka tetapi yang jelas rumahku sudah dikelilingi banjir air hujan. Sungai meluap saking tidak mampu menampung genangan air hujan sebab curah hujan memang tinggi sekali. Kadang aku berfikir kenapa hal ini sampai terjadi, tetapi bagaimanapun juga ini adalah tulisan Tuhan maka akupun tidak bisa mengelak dan pasrah saja.

Masalah lain muncul, Andini. Konsisten mencintaimu adalah impianku namun ada dalam diri ini yang membuat aku pengin muak saja, ada perasaan lain saat aku mendekap dalam kebaikan apalagi jika dilihat oleh umum. 

Merasa benar dan berwibawa padahal hanya sampah. Aku sampah yang terbuang dan dipungut oleh keindahan sinarmu, Andini. Aku banjir bandang yang dengannya aku hanyut dan tenggelam ke muara cintamu. Apakah kamu menyadari itu, Andini?

Namun jika aku mengingat semesta dan gubahanNya, aku ketawa sendiri. Cekikian. Bahkan sampai termengehek-mehek kalau ingat bahwa kehidupan ini adalah sandiwara yang dirancang dengan matang dan penuh njlimet oleh dalang kehidupan. 

Belum lagi, faktor-faktor benar dan salah yang menggerakan jalan sanubari setiap insan. Aku dari sisa-sisa keputusasaanku mencoba mengais sedikit demi sedikit sastrajendra yang dengannya aku menyadari setitik buih yang menjadi seluruh buih bahkan hanya buih itu sendiri.

Aku ingin mengingatmu lagi, Andini. Mengingat saat-saat kita kecil dulu. Ketika masalah terbesar bagi kita hanyalah pelajaran matematika dan saat dua hati merindu serindu-rindunya. 

Aku sangat ingin mengulang hal itu dengan lengkap, Andini. Lengkap dengan senyuman indahmu, parasmu yang cantik dan kepribadianmu yang sangat baik. Betapa hari-hari itu akan terkenang selamanya bagiku meskipun mengenangmu hanya akan membuat hati ini semakin bersedih.

Hujan belum mau berhenti dari pestanya, hujan belum mau tidur dari permainanya, ia seperti manusia yang menangis sepanjang hari dengan tidak perduli manusia lainnya. Banjir, sawah tenggelam, rumah yang sebentar lagi ambruk karena genangan air sudah memasuki rumah, atau para penduduk kampung yang terasing dari dunia luar sebab hanya akan menjadi pejalan rumah sepanjang hari. 

Begitulah hujan Andini. Tetapi jangan sampai kita membenci hujan, sebab bagaimanapun ini adalah sastra Tuhan buat manusia. Kita bisa apa, Andini?

Hati ini tetap saja terpaut padamu. Entah ini ge-er yang berlebihan atau gimana namun saat melihat atau mengenang dirimu ada rasa bahagia dalam hati. Kebahagiaan ini tidak bisa digambarkan atau ditulis lewat kata-kata dalam surat ini, Andini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun