Mohon tunggu...
Aura
Aura Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Menulis supaya tidak bingung. IG/Threads: aurayleigh

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kisah Lombok Padi dari Tanah Flores

19 Januari 2022   12:34 Diperbarui: 19 Januari 2022   17:33 4389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Xaverius Isak (https://twitter.com/isak_xaverius)

Bulan Desember 2021, saya membeli dua cangkir lombok di Pasar Wuring, Maumere, Kabupaten Sikka, seharga sepuluh ribu rupiah. Selain untuk konsumsi, saya sudah berniat hendak mengambil bijinya untuk disemai. 

Di Pasar Wuring, dan sepertinya di sebagian besar daerah di Flores lainnya, lombok tidak dibeli per kilogram melainkan per cangkir. 

Para penjual akan menakar lombok dengan cangkir plastik sebelum memasukkannya ke dalam kantung. Membelinya cukup dengan mengatakan, "beli dua." Maka sang penjual sudah bisa tahu bahwa yang kita hendak beli adalah lombok sebanyak dua cangkir.

Soal takar menakar itu cukup jadi perhatian saya ketika pertama kali datang ke Flores tahun 2018 silam. Kebanyakan bahan pangan mentah di pasar dijual berdasarkan per kumpulan-kumpulan, bukan menggunakan perhitungan berat. 

Misalnya, hasil laut seperti ikan, udang, cumi-cumi dihargai dua puluh ribu rupiah per satu kumpul. Bagaimana para penjual itu tahu bahwa takarannya adil? 


Saya menanyakan hal itu kepada beberapa orang. Jawabannya bisa diterka: feeling -- dengan mempertimbangkan berat dan ukuran secara kasatmata.

Balik ke lombok....

Selain dua cangkir dari Pasar Wuring, saya juga diberi Mama sejumput lombok yang dipanennya langsung dari kebun di halaman rumah. 

Saya bilang hendak menanamnya di Bandung dan mencoba hasil panennya: apakah rasanya akan tetap sama dengan lombok yang ditanam di Maumere? Saya agak pesimis bisa mendapat rasa dan ukuran yang sama. 

Sebuah artikel tentang lombok khas Flores pun menegaskan bahwa perbedaan ukuran dan tingkat kepedasan pada lombok sangat dipengaruhi oleh faktor agroklimat, terutama suhu dan kelembapan udara, ketersediaan air serta intensitas sinar matahari.

Maumere, tempat saya mendapatkan benihnya merupakan kawasan pesisir yang bersuhu harian 24 hingga 29 derajat celsius. Sementara itu, di Kabupaten Bandung, suhu harian berada di angka 18 hingga 25 derajat celsius pada bulan Januari ini. Namun, saya pikir, tak ada salahnya mencoba.

Lombok yang tumbuh di Pulau Flores memang beda dengan lombok yang biasa ditemukan di Pulau Jawa. Ukurannya lebih kecil dan gemuk sehingga kebanyakan orang menyebutnya sebagai lombok padi, karena memang agak mirip bulir padi. 

Tingkat kepedasannya berada di atas lombok pasaran di Pulau Jawa atau sebut saja lombok yang biasa disediakan penjual gorengan, tetapi tetap jauh di bawah lombok varietas lokal hasil pemuliaan aka rekayasa seperti Bara F1.

Masyarakat Maumere biasanya menumbuk lombok dengan garam dan jeruk nipis sebagai penambah rasa pada hidangan utama. Jenis lombok padi sama sekali tidak cocok jika dilalap, dijadikan sebagai teman santap gorengan. 

Sebab, pada setiap gigitannya, lombok padi punya aroma khas yang sulit dijelaskan. Rasanya pun cenderung pedas-hambar (tanpa rasa fruity/veggy tipis-tipis seperti sebagian besar varietas lombok lain).

Dalam percakapan saya dengan salah satu petani muda di Maumere, saya menemukan fakta bahwa sebagian besar petani yang menanam lombok padi merupakan petani tradisional. Para petani itu menanam banyak jenis tanaman pada lahan miliknya. 

Mereka tidak berani menanam lombok sesuai dengan kapasitas maksimal lahan milik mereka karena menghindari risiko distribusi. Setelah panen, para petani kemudian menjualnya ke pedagang-pedagang di pasar yang akan menawar secara bebas harga lombok per kilogram. 

Hal itu terjadi karena para petani tradisional sebagian besar tidak pusing-pusing melakukan analisis pasar dan upaya marketing. 

Lepas dari segala persoalan pasar versus petani itu, berdasarkan pengalaman saya, di tanah Flores, lombok padi tidak perlu susah-susah dicari. Ia selalu ada di pasar-pasar dan tumbuh bebas di halaman-halaman rumah. 

Malah, saya menemukan juga beberapa petani rumahan mulai merambah market dunia maya dengan menawarkan pengiriman jarak jauh menggunakan ekspedisi.

Foto: dokumentasi pribadi
Foto: dokumentasi pribadi

Sepulang dari Maumere, saya menyemai benih lombok padi di pot-pot kecil dengan jumlah yang -- baru saya sadari belakangan---agak terlalu masif. Awalnya saya khawatir benihnya tidak bisa tumbuh dengan baik. 

Kalau banyak yang gagal kan paling tidak bisa ada benih lain sebagai antisipasi, begitu pikir saya. Namun ternyata, semua benihnya pecah dan tumbuh dengan aman! 

Sejauh ini, tak ada perawatan khusus seperti pupuk dan vitamin yang saya terapkan pada pohon-pohon yang masih mungil ini, hanya air dan sinar matahari cukup saja. 

Setelah daun sejatinya muncul dan batangnya cukup kuat, saya berencana memindahkannya ke lahan tanam yang lebih luas untuk menunggunya siap berbuah dan disantap. 

Saya yakin pasti rasa dan bentuknya takkan seotentik lombok yang ditanam di tanah Flores, tapi mudah-mudahan cukuplah untuk mengobati rindu atau menyiasati ongkos kirim yang selangit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun