Mohon tunggu...
Agus Hermawan
Agus Hermawan Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Karyawan Swasta Yang Mengisi Waktu Luang Dengan Berbagi Informasi di Blog Pribadi

Seorang Karyawan Swasta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Regenerasi Petani Demi Stabilitas Pangan

22 Mei 2019   21:43 Diperbarui: 22 Mei 2019   21:51 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam memajukan ekonomi nasional. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya tenaga kerja yang dapat terserap oleh sektor ini. Selain itu, sektor pertanian juga berperan penting dalam menyediakan bahan baku industri lain seperti industri perhotelan, restoran, makanan, dan minuman. Sektor pertanian juga menjadi komponen penting dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB).

PDB Indonesia tahun 2018 terlihat meningkat dan hal itu tak terlepas dari peningkatan PDB sektor pertanian. PDB sektor pertanian terlihat naik dari 1.183.968,6 miliar rupiah di tahun 2015, menjadi 1.266.848,6 miliar rupiah di tahun 2016, dan kembali meningkat menjadi 1.344.732,2 miliar rupiah di tahun 2017. Terlihat banyak komoditas pertanian yang produksinya terus mengalami kenaikan. Menurut data Kementerian Pertanian, dalam tiga tahun terakhir produksi padi nasional terus mengalami peningkatan. Dari 79.354.767 ton di tahun 2016, menjadi 81.148.594 ton di tahun 2017, dan kembali meningkat di tahun 2018 menjadi 83.037.150 ton.

Terjadi perbedaan data yang dimiliki antara Kementerian Pertanian dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi padi nasional di tahun 2018 mencapai 56,54 juta ton dari luas lahan sebesar 10,90 juta hektar. Padi tersebut jika dikonversi menjadi beras, akan tersisa 32,42 juta ton yang diakibatkan penyusutan. Penghitungan ini menggunakan angka konversi terbaru yakni sebesar 64,02%, dari sebelumnya sebesar 62%. Kenaikan angka konversi dari gabah kering giling (GKG) menjadi beras ini karena adanya perbaikan teknologi pengolahan gabah.

Jika mengacu pada ketetapan Lembaga Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) tahun 1984, yang menyatakan bahwa sebuah negara dikatakan swasembada pangan jika produksinya mencapai 90% dari kebutuhan nasional. Maka, Indonesia sudah dapat dikatakan swasembada pangan karena mampu memproduksi 32,42 juta ton beras dari 30 juta ton yang dibutuhkan rakyat Indonesia yang berjumlah 264 juta jiwa. Walau saat ini surplus beras, pemerintah tetap melakukan impor untuk menjaga ketersediaan stok, stabilisasi harga, cadangan bencana, atau serangan hama.

Tidak hanya padi yang meningkat produksinya, melainkan ada komoditas lain yang produksinya juga meningkat. Produksi jagung meningkat sebesar 3,91%, dari 28.924.015 ton di tahun 2017, menjadi 30.055.623 ton di tahun 2018. 

Produksi kacang tanah meningkat sebesar 3,38%, dari 495.447 ton di tahun 2017, menjadi 512.198 ton di tahun 2018. Bawang merah meningkat sebesar 1,61%, dari 1.446.860 ton di tahun 2016, menjadi 1.470.155 ton di tahun 2017. Produksi tomat yang meningkat sebesar 9,01%, dari 883.233 ton di tahun 2016, menjadi 962.845 ton di tahun 2017. 

Dan peningkatan produksi komoditas lain seperti bawang putih, kubis, ubi kayu, ubi jalar, cabe rawit, lengkuas, dan lain-lain yang tidak dapat dijabarkan satu per satu pada artikel kali ini.

Peningkatan jumlah produksi ini berimpact pada peningkatan kesejahteraan yang didapatkan para petani. Peningkatan kesejahteraan ini dapat dilihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Tani (NTUP).  Tercatat NTP tahun 2016 sebesar 101,65%, yang berarti naik sebesar 0,06% dari NTP tahun 2015 sebesar 101,59%. Sedangkan NTP tahun 2017 tercatat sebesar 101,28%, yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,37% dari tahun 2016. Walaupun terjadi penurunan, daya beli petani masih dianggap baik karena nilai NTP-nya di atas 100.

Sedangkan untuk Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP), tahun 2016 tercatat nilai NTUP sebesar 109,93% yang berarti terjadi kenaikan sebesar 2,49% dari tahun 2015 sebesar 107,44%.  Kemudian nilai NTUP tahun 2017 tercatat sebesar 110,24%, yang berarti terjadi kenaikan sebesar 0,31% dari tahun 2016.

REGENERASI PETANI DEMI MENJAGA STABILITAS PANGAN

Walau sudah ada pencapaian yang cukup menggembirakan di beberapa sektor pertanian dalam beberapa tahun terakhir, namun masih banyak pekerjaan yang harus pemerintah selesaikan, dan salah satu diantaranya adalah regenerasi petani. Sektor pertanian hari ini masih didominasi oleh petani-petani berusia tua. 

Menurut BPS yang dikutip dalam Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, terlihat bahwa petani dengan rentang usia antara 45 sampai 54 tahun mendominasi dengan jumlah petani sebanyak 7.813.407 orang. Kemudian disusul dengan petani berusia antara 35 sampai 40 tahun dengan jumlah 6.689.635 orang. Sedangkan jumlah petani muda yang berusia kurang dari 25 tahun hanya berjumlah 273.839 orang.

Imej petani sebagai pekerjaan yang rendah, kotor, dan tidak memiliki masa depan yang baik membuat anak muda enggan memilih profesi ini. Imej petani yang tidak memiliki masa depan yang baik bukan tanpa alasan.

Menurut data laporan kajian regenerasi petani, pendapatan perkapita petani paling rendah dibandingkan sektor lain seperti tambang, perdagangan, pengangkutan, telekomunikasi, dan keuangan. Pada tahun 2013 misalnya, pendapatan perkapita sektor pertanian hanya 34,4 juta/tenaga kerja/tahun. Berbanding jauh dengan sektor pertambangan yang bisa mencapai 718,5 juta/tenaga kerja/tahunnya.

Keengganan untuk bekerja di sekor pertanian tidak hanya datang dari si anak, melainkan juga orang tua. Banyak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya menjadi petani, termasuk bagi orang tua yang bekerja sebagai petani, karena mereka tidak ingin anaknya bernasib sama seperti orang tuanya. Faktor-faktor inilah yang membuat derasnya arus urbanisasi dikalangan pemuda. Faktor urbanisasi ini yang akhirnya membuat pergeseran angkatan kerja. Yang awalnya bekerja di sektor pertanian di desa, berganti menjadi sektor industri dan jasa di kota.

Hal ini tentu membahayakan stabilitas pangan nasional, karena kita tidak dapat terus bergantung kepada petani tua yang saat ini ada. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian harus mengambil kebijakan yang dapat menarik minat generasi muda ke sektor pertanian. Regenerasi petani harus segera di lakukan jika Indonesia ingin menjadi negara yang berdaulat pangan dan tidak ketergantungan pada import dari negara lain.

KEBIJAKAN UNTUK MENARIK MINAT ANAK MUDA UNTUK BERTANI

Tahun 2017 yang lalu, Kementerian Pertanian mengeluarkan 6 strategi kebijakan yang diharapkan dapat menarik minat anak muda untuk bekerja di sektor pertanian. Dengan kebijakan ini, diharapkan akan ada peningkatan signifikan terhadap jumlah petani muda di Indonesia. 

Namun nyatanya, tidak ada peningkatan yang signifikan terhadap jumlah petani muda setelah kebijakan ini berjalan selama kurang lebih satu tahun. Dibutuhkan kebijakan lain agar regenerasi petani bisa secepatnya berjalan. Adapun kebijakan yang dapat diambil antara lain:

Pertama, menjaga stabilitas harga. Hal ini penting dilakukan karena sering terjadi harga komoditas yang tiba-tiba anjlok, yang akhirnya menyulitkan para petani. Dengan harga yang stabil, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani, sehingga imej petani dapat berubah. Dari yang awalnya dianggap sebagai profesi yang tidak memiliki masa depan yang cerah, menjadi profesi dengan prestise tinggi dengan pendapatan yang besar. Sehingga petani dapat menjadi profesi idaman bagi anak muda.

Kedua, melalui program kredit pemilikan lahan. Kredit pemilikan lahan ini dapat diberikan kepada anak muda yang baru akan mulai menjadi petani. Kebijakan ini diharapkan dapat menarik anak muda yang memiliki minat menjadi petani, namun tidak memiliki lahan. Kredit pemilikan lahan ini diharapkan dapat disubsidi oleh pemerintah, sehingga nominal yang harus dibayar tidak terlalu besar. Serta cicilan yang dibuat dalam tempo yang panjang, sehingga keuntungan yang didapat para petani pemula tidak hanya habis dipakai membayar cicilan lahan.

Ketiga,  melalui pemberian bantuan modal usaha. Modal usaha ini dapat berupa uang dan peralatan pertanian. Modal ini diberikan kepada petani pemula yang baru akan terjun menjadi petani. 

Dengan bantuan modal usaha ini, diharapkan dapat membantu petani menciptakan pertanian modern yang dapat menghasilkan panen yang maksimal. Dengan kebijakan ini, semoga akan meningkatkan minat anak muda untuk menjadi petani, sehingga stabilitas pangan nasional bisa tetap terjaga, dan akhirnya Indonesia dapat menjadi negara berdaulat pangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun