Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Plang Raja Harimau

2 Februari 2016   10:19 Diperbarui: 2 Februari 2016   10:52 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semenjak kejadian kambing hilang tak tentu rimba meski di tengah rimba, keadaan senyap di dalam rimba negeri binatang menandakan bahwa kasak-kusuk ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan raja harimau dan kroco-kroconya perlahan redup redam.

Dengan redup redam ini, membuat para kakitangan raja cukup berbesar hati, berbangga diri, menjilat-jilat dan cari muka di hadapan raja. Maklumlah, tak di dunia manusia maupun di dunia binatang, kelakuan kakitangan penguasa biasanya sama saja, beda-beda tipislah.
Keberhasilan maklumat raja yang disertai contoh penghilangan kambing, bukan saja terbukti ampuh meredam suasana panas, sekaligus menekan rasa keberanian seisi rimba sampai titik nadir ketakutan kuadrat. Maklum jugalaah, hukum rimba raja harimau bukan hanya menakutkan tapi sadis. Tak percaya, lihat saja di channel National Geographic, bagaimana binatang buas mengoyak-ngoyak binatang mangsanya. Nah, daripada hilang bagai kambing yang mungkin sudah dikuliti hidup-hidup, mending terima rasa saja, jangan "bersuara" macam-macam.
Dengan kejadian ini pula, para intel raja semakin jemawa, kalau dulu sering sembunyi-sembunyi menjalankan misi teliksandinya, sekarang malah tehegeh-hegeh secara nyata di hadapan para penghuni rimba. Tak perlu menyamar menurut mereka, sekalian melagak-lagakkan diri dan menakut-nakuti. Berani macam-macam, ciduk! Bahkan, jika ada yang salah air muka saja, terpandang "menantang atau sinis" ketika melihat mereka, maka kan babak belur dipukuli oleh para intel tersebut.

Kebijakan terbaru raja harimau di rimba tersebut, sekarang ada bagian-bagian wilayah tertentu di dalam rimba negeri binatang, yang khas dimiliki oleh raja harimau dan famili. Ada bukit, mungguk, sungai, pohon, dan lain-lainnya yang jadi properti pribadi raja harimau. Begitupun para menterinya, tak kalah gesit, dengan titah plus nota khusus yang di-acc tanda tangan cakar raja harimau, mereka juga memiliki properti pribadi di seantero rimba. Untuk legal formalnya sudah disiapkan beruang si menteri hukum. Mungkin ini bentuk "penghargaan" raja harimau kepada para loyalis pendukungnya itu, yang telah sukses mengamankan kekuasaannya dari gugatan dan goyangan kecil para pelaku "makar" di rimba.
Untuk mengamankan aset-aset pribadi para pembesar tersebut, selain dipasang patok penanda, dipasang juga plang bertuliskan, "KAWASAN INI ADALAH HAK MILIK RAJA HARIMAU. YANG TIDAK BERKEPENTINGAN DILARANG MASUK! SESIAPA YANG MELANGGAR, DIKENAKAN HUKUM RIMBA." Ada juga plang bertulis milik "menteri," milik "famili raja harimau," dan sebagainya. Dijaga juga oleh petugas keamanan di bawah komando menteri pertahanan keamanan. Tentu saja diambil dari suku serigala. Nepotisme kah? Aaahhh tidak, ini demi efektifitas pelaksanaan tugas mulia menjaga keamanan negeri binatang.
Walhasil, riuh rendah kembali seisi rimba yang sempat senyap, tapi riuh rendahnya hanya sebatas di kediaman masing-masing. Masih takut dibuka di ruang publik, khawatir "dikambing hilangkan."

"Habislaah kita, sekarang untuk mencari buah di bukit pun dah tak boleh. Itu milik raja harimau, kalau kita melanggar masuk, selaappp kita dipelasah serigala penjaga tuu..." Cerita lutung pada kawannya si pelanduk muda.
"Haaa itulah, kamipun tak berani juga minum di sungai, kunun ada patok penanda juga milik menteri beruang. Masa' kalau mau minum mesti berjalan jauh lagi ke muara." Mengeluh juga si pelanduk muda.
"Dengar-dengar, kunun di bukit itu ada emasnya. Katanya, raja harimau dah mengundang investor untuk mengelolanya." Jelas burung pipit ikutan meramaikan cerita.
"Haaahhh, dasar rakus, tamak dan loba. Makin sengsaralah hidup kita di rimba nie..." Bersungut dan sedih nampak muka lutung.
"Kemanalah kita hendak mengadu... Be-Raja zalim, be-Menteri culas." Pelanduk turut pilu.
"Hoooiii, kunun ada bekantan tua di tepi rimba kita ini. Dia baru dibuang dari kebun binatangnya manusia, kerna dah tak disukai lagi. Siapa tahu dia dapat memberi nasihat atau punya ide menarik untuk menghadapi kesulitan kita ini." Pipit berseru kepada lutung dan pelanduk.

Berpakatlah mereka menemui bekantan tua, berharap dapat solusi. Kan si bekantan dah lama di dunia manusia, mungkin ada pelajaran di dunia manusia yang boleh diamalkan di dunia binatang, untuk "meng-alahkan" pemimpin yang zalim.
Setelah mereka bertemu dan menyampaikan hajat yang diniatkan kepada si bekantan tua, maka berkatalah bekantan tua dengan hikmat, "Anak-anakku, janganlah kalian berandai-andai dengan dunia manusia. Pada intinya, tak jauh beda, rasanya hampir mirip apa yang terjadi di rimba ini seperti yang terjadi di dunia manusia juga. Malah lebih kejam dan lebih liar untuk ukuran makhluk yang kunun memiliki akal budi. Agaknya begitu..." :-)

Jika raja lanun bertahta,
Hulubalangnya jadi penyamun.
Menteri dan qadi berebut harta,
Rakyat yang miskin mati disamun.

[Tok Angah]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun