Mohon tunggu...
Annisa R
Annisa R Mohon Tunggu... Mungkin Mahasiswa

Belum tahu mau menulis apa.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Ulasan One-eyed Flashback: Film Terbaru Conan sebagai Teropong Plea Bargain di Indonesia

5 Oktober 2025   10:15 Diperbarui: 5 Oktober 2025   11:15 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Detective Conan: One-eyed Flashback (Sumber: Anitrendz)

Menonton Detective Conan seringkali terasa seperti menyantap mi ayam: nyaman, tetapi ajeg terdiri dari mi dengan sayur sawi di pinggir dan daging ayam di tengahnya. Sebagaimana kasus-kasus yang disajikan, penonton nyaris selalu diajak menerka pelaku dari tiga orang mencurigakan. Yah, kasus dan triknya mungkin anyar, tapi angka tiga itu seakan mutlak tak terganti.

Sesuai namanya, One-eyed Flashback, film yang kini tengah menginjak pekan ketiga penayangannya di bioskop Indonesia ini mengajak penonton untuk menengok ke belakang, pada akhirnya menguak alasan mengapa mata Yamato Kansuke, tokoh yang telah dikenalkan sejak 2008, hanya satu yang berfungsi normal.

Namun, kisah Detective Conan kali ini tidak seperti analogi mi ayam tadi. One-eyed Flashback memang masih menantang penonton untuk menebak siapa pelakunya. Namun, lebih dari itu, berbanding terbalik dengan judulnya, film ini justru seakan menjadi flashforward dari ketika konsep plea bargain---sebuah konsep yang juga muncul dalam RUU KUHAP Indonesia---diterapkan.

Kok, bisa? Ya, bisa. Lanjutkan membaca untuk mengetahui. Tenang, tulisan ini (diusahakan) tidak memuat major spoiler bagi yang belum menonton, kok!

Bencana yang Lahir dari Niat Baik?

Sentral dari konflik film ini adalah pada sebuah instrumen hukum yang disebut plea bargain itu tadi. Secara sederhana, ini adalah kesepakatan. Ketika terdakwa setuju untuk mengaku bersalah, tidak mengajukan pembelaan, dan/atau sepakat untuk membagi informasi yang diketahui tentang kejahatan yang ia lakukan, ia akan diganjar konsesi berupa pengurangan beratnya tuntutan, pembatalan beberapa tuntutan, atau rekomendasi hukuman yang lebih ringan.

Terdengar menarik dan ringkas, ya? Terdakwa yang telah tertangkap cukup diminta untuk kooperatif, seperti menceritakan apapun tentang kasusnya, termasuk jika ada siapa-siapa lainnya yang memiliki andil peran tetapi masih bebas di luaran sana, untuk kemudian diganjar masa tahanan yang lebih pendek dari seharusnya.

Selain tampak rasional dan efisien, ia juga tampak mampu menghemat waktu, tenaga, dan biaya peradilan.

Well, sebenarnya, ini bukan konsep yang benar-benar baru. Negara seperti Amerika Serikat telah menerapkannya. Bahkan, Romli Atmasasmita, seorang akademisi ilmu hukum, dalam publikasinya menyebut penerapan plea bargain di Amerika Serikat mampu menyelesaikan hingga 95% kasus pidana, membuat penumpukan perkara tidak lagi menjadi masalah.

Namun, One-eyed Flashback menunjukkan sisi lain dari koin bernama plea bargain. Dalam film ini, kita disuguhi bagaimana banyak pihak merasa plea bargain tidak adil.

Seorang perampok toko dalam kisah ini bisa memperoleh hukuman yang jauh lebih ringan dibanding rekannya yang ia wadulkan ke pihak berwajib, padahal perampokan dilakukan bersama-sama. Penjahat yang satunya kemudian merasa namanya dijual tanpa kompensasi, karena durasi hukuman yang ia terima tanpa korting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun