Rasa kurang bersyukur ternyata bukan cuma lahir karena kita selalu mendongakkan wajah, tapi juga karena kita tak melihat sesuatu secara detil. Ini saya pahami dua malam lalu ketika ber-jjm alias jalan-jalan malam bareng Istri ke Plasa Semanggi.
Saat melintas di booth kosmetik, tiba-tiba istri menggamit tangan saya sambil berbisik, “Kamu lihat ngga tadi cowok yang jaga counter kosmetik itu?”
“Memang kenapa?”
“Dia pakai lipstik.”
Saya tak bisa menahan tawa meski tak tahu apa yang lucu sebenarnya. Sebab cowok pakai lipstik saat ini bukan hal yang aneh. Tapi saya tetap tak bisa membayangkan kalau gincu merah itu memulas bibir ini.
“Makanya seberat apapun kerajaan di kantor, syukurilah. Paling nggak, kamu nggak disuruh pake lipstik.”
Mendadak saya ingat seorang redaktur di kantor. Dua hari lalu saya memintanya membuatkan versi kartun dari foto saya. Sehari kemudian kartun itu jadi. Tapi saya digambarkan seperti pria kemayu yang melambai-lambai, lengkap dengan bibir yang berwarna fanta..
Melihat sesuatu secara detil mungkin bisa jadi cara lain untuk menebalkan rasa syukur kita, selain sering-sering menengok ke bawah, bersedekah, serta beribadah. Dan, tentu saja, bedoa: “Tuhan, anugrahi kami rasa kecukupan.”
DW
26/09/2012
cerita lain kunjungi blog saya ya..salam kenal!