Mohon tunggu...
Kuncoro Adi
Kuncoro Adi Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di semarang, tinggal di Jakarta. Penulis, editor buku dan pembicara publik. Tulisan tentang kerohanian, bisa di akses di blog pribadi http://kuncoroadi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi dan Joko Tingkir: Strategi Menjinakkan Buaya

7 Agustus 2012   03:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:09 3601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kehebatan dan daya tarik Jokowi yang luarbiasa, kita semua sudah tahu. Namun tentang kehebatan tokoh legendaries bernama Joko Tingkir – yang dalam salah satu episode kehidupannya pernah bertarung dan mengalahan puluhan buaya – barangkali belum semua tahu. Untuk menghemat tenaga, baiklah saya cuplik Wikipedia tentang salah satu fragmen hidup Joko Tingkir :

Babad Tanah Jawi selanjutnya mengisahkan, Jaka Tingkir ingin mengabdi ke ibu kota Demak. Di sana ia tinggal di rumah Kyai Gandamustaka (saudara Nyi Ageng Tingkir) yang menjadi perawat Masjid Demak berpangkat lurah ganjur. Jaka Tingkir pandai menarik simpati raja Demak Trenggana sehingga ia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama.

Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadungawuk tewas hanya dengan menggunakan SADAK KINANG. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak.

Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro (saudara tua ayahnya / kakak mendiang ayahnya). Setelah tamat, ia kembali ke Demak bersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.

Rombongan Jaka Tingkir menyusuri Sungai Kedung Srengenge menggunakan rakit. Muncul kawanan siluman buaya menyerang mereka namun dapat ditaklukkan. Bahkan, kawanan tersebut kemudian membantu mendorong rakit sampai ke tujuan.

Saat itu Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang dinamakan sebagai Kebo Danu yang sudah diberi mantra (diberi tanah kuburan pada telinganya). Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan raja, di mana tidak ada prajurit yang mampu melukainya.

Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama.

Yang ingin saya garis bawahi dari sepenggal kisah di atas adalah : Joko Tingkir pernah diserang buaya, tapi dengan kesaktiannya ia mampu mengalahkan buaya itu dan bahkan buaya tersebut malah membantunya mendorong rakitnya sampai ke tujuan yaitu kerajaan Demak Bintoro.

Apa yang dialami oleh Joko Tingkir ini mengilhami saya untuk membandingkannya dengan apa yang sedang dialami Jokowi saat ini. Raja Dangdut Rhoma Irama menyerangnya dengan isu SARA, tapi Jokowi bukannya membalas serangan dengan cacian dan makian namun malahan berkongkow ria dengan Ahok di wedangan HIK Solo sembari menikmati lagu “135 juta jiwa penduduk Indonesia”. Ternyata strategi Jokowi ini sangat jitu. Banyak kalangan menilai dengan melakukan itu citra positif tetap melekat pada diri Jokowi namun serentak dengan itu sebuah upper cut keras menohok kearah ulu hati Rhoma. Sebab dengan mendengarkan lagu “135 juta penduduk Indonesia”-nya Rhoma, yang notabene mengandung pesan kebhinekaan, maka Jokowi sebenarnya sedang menempelak keras muka Rhoma dan memberinya image sebagai orang yang tidak konsisten dan munafik. Dulu tempe,sekarang kedelai! Dulu pro bhineka, sekarang pro SARA ! Menariknya, semua itu dilakukan Jokowi dengan santai, sabar dan santun!

Lalu apa kaitannya dengan buaya ? Joko Tingkir jelas mengalahkan buaya sungguhan, sedangkan Jokowi sebenarnya sedang menjinakkan seorang “buaya wanita”. Tanpa mengurangi rasa kagum saya pada Bang Haji (saya termasuk penggemar lagu-lagu Rhoma, terutama lagu “kegagalan Cinta” yang kalau mampir ke telinga saya selalu membangkitkan romansa dan aroma kesyahduan di hati saya ), cap Rhoma sebagai “buaya wanita” tidak mungkindihilangkan. Kita semua tahu ada banyak wanita hadir dalam kehidupan Rhoma. Ada Veronika, ada mamanya Ridho, Ada mamanya Vicky, ada Ricca Rahim, ada wanita asal Solo (saya lupa namanya), dan yang paling fenomenal ada “si centil manja” Angel Lelga. Itu yang kita tahu, entah berapa lagi yang public tidak tahu.

Nah, kalau buaya sungguhan yang ditaklukan Joko Tingkir akhirnya malah berbalik membantunya menuju Demak Bintoro – tujuan yang ingin dituju Joko Tingkir – Mampukah strategi Jokowi menunggangi buaya yang satunya itu menaikan tingkat kepopuleran sekaligus elektabilitasnya yang berujung pada sampainya Jokowi ke tahta DKI 1 ?

Mari kita tunggu hasil perang strategi pilkada putaran ke dua yang semakin hari semakin seru dan panas !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun