"Betul anda bernama Dewita Adinda?"
Tatapan matanya mulai lurus ke arah wajahku, seperti berusaha mengenaliku.
"Benar pak." Jawabku singkat.
"Dari data yang saya dapat, anda beberapa kali terlambat masuk kerja. Hal ini tidak bisa dibiarkan berkali-kali dilakukan bila anda masih ingin melanjutkan karier di perusahaan ini. Anda punya penjelasan dengan hal ini?"
"Ibu saya sakit pak."
Aku berusaha menjelaskan mengapa belakangan ini sering terlambat masuk kerja.
"Apa pun alasannya kami tidak bisa mentolerir ketidakdisiplinan karyawan, semua harus bekerja profesional dan tidak ada alasan untuk melanggar semua peraturan perusahaan yang sudah ditentukan, termasuk anda. Mungkin saya sarankan anda akan lebih baik bila mutasi ke divisi lain atau ke cabang lain, atau anda boleh mengajukan resign bila peraturan di sini anda rasa terlalu berat untuk anda?"
Pandangannya kembali menjelajahi lembar-lembar yang ada di dalam map berwarna merah.
"Mohon maaf pak, saya kurang paham apa maksud bapak dengan resign dari perusahaan ini. Apakah kinerja seseorang hanya dilihat dari absensi saja? Apakah sudah tidak ada pertimbangan atas apa yang sudah saya berikan selama bekerja untuk perusahaan ini?"
Seperti ada kekuatan yang memberi keberanian untuk menanyakan hal yang sangat jauh di luar dugaanku.
"Ya, saya sarankan anda untuk resign dari perusahaan ini, bila peraturan di perusahaan ini terlalu berat untuk anda. Kami sudah menyiapkan berkas pengunduran diri anda, silahkan anda tandatangani."