Ada banyak waktu yang telah terlewati, dan tersimpan sebuah kisah yang mengajarkan ku arti sebuah hidup. Tetapi hidupmu terlalu sukar untuk ku jabarkan.
Di puncak itu, mentari bersinar, memberi kehangatan. Angin pun menyampaikan pesan, bahwa semua lelah akan mendapat arah. Hijaunya rumput-rumput, burung yang berkicau dan sedikit awan yang meneduhkan disambut dengan secangkir kopi manis di pagi hari membuat senyum di puncak itu tersampaikan.
Di ketinggian 3.726 mdpl ini semua peluh terbalas. Jalan yang berliku membuatku tahu arti bahwa ketinggian bukan untuk orang-orang semangat rendahan. Di jalan itu, bertemunya manusia-manusia untuk hanya saling bertegur sapa, dan tak sedikit yang menaruh harapan, berharap bisa bersama dan mempunyai ikatan rasa.
Aku, manusia pilihan yang berhasil menaruh harapan tersebut, pada seorang pendaki wanita. Begitu ramah dan sopan sikapnya. Menikmati perjalanan dan sebuah semangka yang akan menjadi ingatan manis dikepalaku. Haha, lucu memang. Kejadian itu membuatku bertanya. "Oh begini ya rasanya senyum yang tersimpan dalam ingatan?." Salah tingkah aku memikirkannya.
Di ketinggian itu bak lautan warna, penuh sekali dengan tenda dan cerita.
Mendaki ialah pilihan bagi dia yang menyukai alam,
Alam sebagai sahabat,Â
Alam sebagai suara, dan
Alam sebagai cinta.Â
Cerita ini mengahantarkan ku pada sebuah harapan yang telah berubah menjadi buih di lautan. Pada sosok wanita anggun, melihat tingkahnya yang lucu nan ramah. Pandanganku tak pernah lari darinya, hingga seketika dia membalas pandangan itu. Senang rasanya.
Senyumnya lebih hangat dari mentari pagi kala itu. Harapku kita bisa berbincang bersama.