Mohon tunggu...
Arbi Sabi Syah
Arbi Sabi Syah Mohon Tunggu... Jurnalis Komparatif.id

Jurnalis Komparatif.id dan Kreator Konten Media Sosial Blockchain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Seorang Petani

19 Oktober 2013   22:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:18 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

(Untuk Sahabatku AL)

Sejak kecil, aku hidup sebagai seorang anak Pak Tani miskin di salah satu kampung kecil pedalaman Aceh. Semua orang tahu bagaimana kondisi kehidupan seorang anak petani. Tak perlu kuceritakan secara detil. Pahit dan getirnya sudah kulalui bersama dua adikku. Dan kini, singkat ceritanya aku pun mengikuti jejak Almarhum Ayah kami; menjadi seorang petani.

Aku piki tidak ada yang salah dengan pilihan profesi ini. Karena, hanya jenis pekerjaan seperti inilah pendapatanku akan bersih; halal! Meskipun lahan yang ditinggalkan Almarhum Ayah tidak luas.

Pilihanku ini pastinya sebuah anugerah terbesar dari Tuhan. Meskipun banyak kudapatkan tanggapan yang negatif dari orang-orang yang kukenal karena telah memilih profesi seorang petani. Menurut mereka hal itu bertolak belakang dengan pendidikan yang telah kutempuh. Seorang Sarjana harusnya menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau bekerja di Perusahan-Perusahan bertaraf Internasional yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Petani itu pekerjaan mereka yang tidak menempuh pendidikan tinggi.

Tak perlu pedulikan apa yang dipikirkan orang lain tentang hal-hal baik yang sedang kita kerjakan. Biarkan mereka berpendapat sesuka hatinya tentang hal itu. Dan jangan membuatmu marah dan sakit hati. Untuk apa harus marah pada mereka? Hal itu tak mengurangi apapun dari ragamu, kan? Begitulah Ibuku yang sudah renta memberikan wejangan suatu waktu ketika kukeluhkan tentang tanggapan mereka terhadap status “kepetanianku” ini.

Sebenarnya, aku telah ikhlas menjalani hari-hariku sebagai pak tani. Ini pekerjaan yang tidak menuntut macam-macam. Aku tak akan menerima terror apa-apa dan sesiapapun tak punya kepentingan apa-apa menyuapku, atau memintaku meluruskan perkara ini dan itu. Lagi pula, untuk apa mengumpulkan harta berlimpah yang sumbernya sudah jelas dari mencuri dan memperkosa hak-hak banyak orang? Apakah pantas aku berbangga dengan harta yang kudapat dari jalan haram berkolusi dengan para perampok moral dan penjajah etika?

Aku tak mau merasa berdosa seumur hidup dengan gadaikan seragam dan jabatan yang kupunya untuk memenuhi ambisi para laknat yang selalu datang menggodaku. Aku tak mau dipaksa menandatangani banyak surat dan dokumen yang tidak jelas. Itu konsekuensi pekerjaan jenis itu. Aku tak menuduh semua orang yang mencari nafkah di kantor-kantor Pemerintah melakukan pencurian. Masih ada PNS yang baik dan tulus layani masyarakat. Mereka bangun cepat di pagi hari, tinggalkan anak dan suami atau pun istri mereka di rumah, memberi layanan yang sepatutnya kepada masyarakat. Tapi berapa banyak orang-orang seperti itu?

Menjadi seorang petani yang baik. Itu yang sedang kurintis. Biarlah teman-teman bercita-cita menjadi Kepala Dinas, Ketua Bidang, Ketua ini, Kepala itu, Bupati Kabupaten sono, Gubernur propinsi iku, Anggota Legislatif, dan macam-macam profesi lain. Kudoakan kalian menjadi orang-orang hebat dengan pangkat dan jabatan yang tinggi. Tapi, jangan lupa bahwa semua yang kalian pikul adalah amanah Tuhan. Banyak orang yang tuntut kelayakan dan kepatutan kalian mengemban pangkat itu. Jangan jadikan jabatan sebagai satu-satunya jalan mengumpulkan kekayaan yang cukup menghidupi tujuh turunan kalian.

Biarlah aku tetap menjadi seorang petani. Dan aku bangga dengan statusku ini.[]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun