Betapa senangnya saat menemukan toko komik bekas di sana. Seketika ingatan tentang satu serial yang dulu belum sempat saya tamatkan kembali muncul. Saya tak lagi ingat judulnya, hanya dua nama tokoh yang masih tersisa di kepala: An dan Sho.
"Pak ada komik yang karakter utamanya bernama An dan Sho?" tanya saya kepada si penjaga.
Entah apa yang ada di dalam otak saya ketika mengatakannya. Mana mungkin penjaga hafal nama karakter dari ratusan komik cinta-cintaan? Tapi siapa tahu, kan?
"Coba cari aja Mbak," balasnya dengan tidak menjitak kepala saya (tentu saja).
Saya mulai menyisir satu per satu judul di rak. Cukup lama saya mengamati dan... tadaaa....! Saya menemukan susunan huruf yang seketika membangkitkan memori lama : Peppermint Age. Rasanya seperti Deja Vu sesuatu yang tak bisa saya ingat tapi begitu melihatnya langsung menyala di kepala.
Saya membukanya dengan tak sabar. Ternyata benar komik ini yang saya cari. Lalu tiba-tiba saja terbesit niat untuk meminang semua satu seri. Si penjaga minta 300 ribu untuk satu seri yang berisi 17 buku. Entah mengapa di tahun itu nominal segitu terbilang cukup mahal bagi saya. Duh.
Akhirnya setelah tawar-menawar yang cukup alot, si penjual melepas komik tersebut di harga 250 ribu. Yeay! Akhirnya saya bisa bernostalgia dan menamatkan ceritanya!
Eits, tapi ternyata cerita tak seindah telenovela. Baru membaca separuh lalu ada-ada saja masalah kehidupan. Yang inilah, itulah covid-lah -yang membuat mereka kembali terabaikan.
Makin ke sini jangankan ingat untuk menamatkan, ingat mereka ada pun jarang. Kegiatan datang silih berganti, jumlah buku-buku pun bertambah. Mereka semua mengantri untuk dibaca.
Barulah di tahun 2025 ini saya kembali menatap tumpukan buku itu, sedikit berdebu tapi setia menunggu. Saya mulai membacanya lagi.
Rasanya campur aduk. Beberapa adegan masih saya ingat, tapi antusiasme sudah tak sama. Saya tersenyum geli membaca ulang karakter perempuan yang lembek dan cengeng.