Bulan Rajab adalah salah satu dari 4 bulan haram - setiap potensi amal orang muslim (baik amal baik - buruk) di bulan tersebut akan dilipatgandakan. Maka pada bulan rajab - terlepas dari haditsnya dlaif - banyak umat Islam yang dengan senang hati melakukan puasa sunah - sebagai keluarga muslim, beberapa anggota keluarga saya pun melakukan puasa sunah tsb.
Senja tadi, ketika adzan maghrib telah berkumandang, Ibu dan adik adik saya, tak sabar langsung menyantab makan, berbuka puasa. Saya pun ikut menemani, meski saya tak puasa, tapi melihat menu yang menggoda, saya jadi tak bisa menahan nafsu makan. Hmmm yummi.. Sup Brokoli dan Asem Asem Kikil Kerbau bikin saya ngiler.
Namun tiba tiba selera makan saya hilang, ketika ibu saya mengeluh soal mahalnya harga elpiji gas 12kg, ( hari ini harga ecer mencapai 75 ribu. Harga normal 60 ribu). Saya hampir tak percaya mendengarnya. Apalagi ketika saya browsing, ternyata di beberapa daerah lain mengalami nasib yang sama; kelangkaan gas elpiji di agen agen membuat harga elpiji di pasaran melambung tinggi. Seperti yang terjadi di Lampung misalnya, elpiji ukuran 3kg dengan harga normal 15 ribu, di eceran melonjak sampai 30 ribu, atau ukuran 12kg melonjak sampai 95 ribu.
Pantas saja ibu sering ngedumel setiap kali saya dan adik laki laki saya menyalakan kompor gas untuk menyulut rokok. "Siapa pun presidennya, ya sama saja!" lanjut Ibu saya saking sebalnya karena harga komoditi yang semakin mahal.
Jika pemerintahan tidak segera menangani hal hal semacam itu, maka banyak rakyat yang akan kehilang trus (kepercayaan) kepada pemimpinnya. Dan apa yang dikatakan ibu saya barusan adalah salah satu contohnya.
Seorang pekerja riset pernah membuat celoteh; "Sebetulnya mudah untuk mengetahui pemerintahan seorang pemimpin dianggap berhasil; selama di dapur dapur rumah ibu ibu tidak lagi mengeluh." Ah, tapi mungkin itu sekadar guyonan belaka, pikir saya.
Kembali lagi soal migas. Naiknya harga diakibatkan karena langka. Ada yang beranggapan, bahwa kelangkaan gas adalah permainan oknum oknum agen. Ada juga yang mengatakan ini terkait pemilu 2014 nanti. Motif lama -- pejabat dan elit elit politik yang mencari uang dengan cara apa saja; termasuk, kebijakan soal BBM. "Ndak kreatif blas!" - komentar seorang teman.
Akan tetapi, anggapan seperti itu menurut saya sendiri kurang bijak. Su`udzon, hanya akan membuahkan opini keruh, sehingga kita sulit untuk membenahinya. Meski kita tidak bisa memungkiri akan adanya oknum oknum jahat, tapi saya kira prosentasenya hanya beberapa persen saja. Karena masalah migas ini adalah program pemerintah, saya kok berpikir kalau masalah migas ini ada yang salah dengan pengelolaannya.
Saya yang awam soal migas kemudian mencari tahu apa penyebabnya? Mengapa bisa langka? Padahal kita tahu, negara kita Indonesia ini kaya sumber daya alam. Saking kayanya sampai ada yang mengatakan, "tak akan habis dimakan oleh tujuh turunan." Kalau SDA negeri ini dikelola dengan baik oleh pemerintah, saya berani pastikan tidak akan ada kelangkaan migas maupun BBM.
Saya mencoba mengumpulkan informasi, mencari data terkait migas. Browsing, searching, dan akhirnya dapat. Ternyata agak benar dugaan saya itu. Oke saya akan sertakan data data sementara yang saya dapatkan terkait migas, seperti berikut ini;
Indonesia yang kaya akan mineral dan sumber daya alam juga dikenal sebagai negara produsen gas terbesar ke-9 dunia dengan kontribusi sebesar 14 persen dari total produksi gas dunia. Total produksi sebanyak 8.86 juta standar metrik kaki kubik per hari, dengan total cadangan yang dimiliki sebesar 153 Trillion Cubic Feet. Cad Gas terbesar ada di blok Natuna, kemudian blok Tangguh dan blok Mahakam. Tapi untuk kuantitas produksi, blok Mahakam masih yang nomor wahid. Sejak 1967 blok Mahakam dikelola oleh perusahaan asal Perancis (Total E&P). Padahal cadangan Gasnya sebesar 12,4 TCF.
Blok Mahakam yang berlimpah cadangan gasnya itu hanya dinikmati oleh Total E&P Perancis dan Inpex Jepang dengan komposisi 50-50. Padahal produksi harian blok ini mencapai 2,5 BCF perhari. Bahkan sebanyak 80% kebutuhan kilang LNG Bontang berasal dari blok Mahakam ini.
Ironisnya, 87% gas nasional dikelola oleh pihak swasta. Itu belum memperhitungkan blok yang dikelola oleh Pertamina dengan menggandeng pihak swasta. Dengan asumsi produsen utama demikian; Total (27%), Conoco (17%), Pertamina & Co (13%) dan Britis Petrolium (12%).
Blok Mahakam di Kaltim yang dikuasai oleh perusahaan Prancis Total dan perusahaan Jepang Inpex ini akan berakhir masa kontraknya pada 2017. Pada tahun 2008 kemarin, Pertamina sebagai perusahaan negara, sudah meminta pemerintah agar bisa mengelola blok Mahakam. Sayang, Pemerintah lebih senang jika Total dan Inpex tetap di Mahakam. Pertamina dianggap tak mampu baik dari sisi teknologi maupun biaya.
Padahal, total cadangan yang terkandung di blok Mahakam ini sekitar 27 TCF. Dari 1970 hingga 2011, baru sekitar 50% (13,5 tcf) yang telah dieksploitasi. Dengan cadangan tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf dan harga gas yang terus naik dari waktu ke waktu. (asumsi rata-rata harganya US$ 15/MMBtu). Maka blok Mahakam berpotensi menghasilkan pendapatan kotor US$ 187 milyar (12,5x1012 x1000 Btu x $15/106 Btu) atau sekitar Rp 1.700 trilyun.
(Untuk hari ini saja, harga ekspor migas Blok Tangguh, Papua mencapai 3,345 dollar AS. Menurut keterangan SKK Migas, harga Migas Blok Tangguh masih bisa naik mencapai angka 7-11 dollar AS per juta Btu (million British thermal unit/MMBtu).
Andaikata pemerintah mau mengelola dengan baik, saya kira harga elpiji bisa tak semahal sekarang, dan praktis tidak akan ada kelangkaan elpiji. Selain harga elpiji akan menjadi murah, migas juga bisa digunakan sebagai alternatif pengganti bahan bakar batu bara PLN. Listrik pun murah, dan tak akan terjadi lagi pemadaman bergilir seperti yang sering terjadi sekarang ini.
___
*sumber: kompas.com, mas obet dll.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI