Mohon tunggu...
kindasweetgirl
kindasweetgirl Mohon Tunggu... Pelajar sekolah

Genz yang menuangkan keresahan dengan cara yang cathcy.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencari Agama yang Paling Benar: Integritas Iman atau Ego Sektoral?

30 Mei 2025   21:00 Diperbarui: 30 Mei 2025   14:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di negara ini, agama merupakan substansi kehidupan yang penting banget untuk mengarahkan hidup kita. Bahkan, Sila Pertama dalam Pancasila udah cukup untuk menjelaskan seberapa agamisnya negara kita.

Seperti yang udah kita ketahui, Indonesia punya 6 agama resmi, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keberagaman ini membuat kita punya tugas lebih dalam menjaga persatuan. Tapi, kenapa ya, kita masih aja kalah sama ego fanatisme masing-masing buat membuktikan agama siapa yang paling benar? Yang ujung-ujungnya udah pasti, ngak akan ketemu jawabannya. Jadi sebenernya, apa sih itu agama? Dan udah se-beragama apa sih kita?

Peran dan Kedudukan Agama dalam Kehidupan
Kalau ngomongin by definition, banyak banget definisinya. Tapi, secara garis besar dapat disimpulkan agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa beserta segala ajarannya.

Dari definisinya aja kita uda pasti tahu, peran agamanya adalah menjadi jembatan antara Tuhan dan umatnya serta menjadi pengontrol perilaku umatnya. Terlepas dari apapun agama kalian, aku yakin semua yang diajarkan pasti berujung pada kebaikan. Jadi bisa dibilang agama adalah pintu masuk menuju kebaikan itu.

Dari perannya, bisa kita bilang kedudukan agama adalah sebagai pedoman hindup kita. Karena di dalam agama, kita diajarkan moral. Dan setiap agama pasti mengharapkan umatnya bermoral sesuai pedoman yang dipegang. Tapi nyatanya, ngak semua umat bisa memahami itu.

Kenapa Fanatisme Bisa Terjadi?
Kurangnya pemahaman yang bagus terkait ajaran agama berhasil menciptakan realitas sosial yang kacau. Jadi, seolah-olah apa yang diajarkan oleh agama, tidak direalisasikan. Kenapa bisa begitu, padahal kita semua taat beribadah?

Ini karena adanya pergeseran pemahaman yang membuat orang-orang nganggep kedudukan agama bukan lagi sekedar pedoman, tapi identitas komunal yang eksklusif.

Apa itu identitas komunal yang eksklusif? Simpelnya, kita menganggap agama adalah penanda kelompok kita. Dan agama menjadi tolak ukur seseorang harus masuk kelompok mana. Ini membuat solidaritas hanya terbentuk untuk sesama anggota, bukan sesama manusia. Disinilah benih-benih fanatisme bisa muncul.

Fanatisme adalah keyakinan yang terlalu kuat terhadap satu ajaran, dalam hal ini agama. Melafalkan ajaran agama kita masing-masing sebenarnya satu hal yang wajib. Tapi bagaimana pun, agama adalah suatu ilmu. Ilmu itu ngak ada habisnya, ngak ada ujungnya.

Sama halnya ketika kita nyari definisi dari sebuah kata. Banyak ahli yang memberikan definisinya masing-masing. Apakah kalau kita hanya suka satu ahli, artinya definisi dari ahli yang lain adalah salah? Ngak, kan?

Jadi, sangat salah kalau kita mengganggap agama kita paling benar.

Ketimpangan Antara Ajaran Agama dan Praktik Umat
Perihal fanatisme, aku yakin ngak ada satupun kitab suci yang berani mengklaim  isi kitabnya lah yang paling benar. Setiap kitab suci menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan fanatisme.

Dalam Islam:
QS. Al-An'am: 108
"Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan."

Dalam Kristen:
Matius 7:1-2
"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai, kamu akan dihakimi."

Dalam Hindu:
Rig Veda 1.164.46
"Ekam sat vipr bahudh vadanti"
Artinya: "Kebenaran itu satu, namun para bijak menyebutnya dengan berbagai nama."

Dalam Buddha:
Majjhima Nikaya 95: Canki Sutta
"Seseorang tidak boleh menyatakan bahwa hanya inilah kebenaran, dan yang lainnya salah, hanya karena suatu keyakinan diwariskan secara turun-temurun."

Dalam Konghucu:
Mengzi (Mencius) VII.A.4
"Jangan berkata, 'Hanya ajaranku yang benar.' Periksalah dirimu apakah kau telah menjalankan kebajikan itu."

Kelima kutipan Kitab Suci di atas sama-sama menyinggung fanatisme, walaupun secara tersirat. Dan sudah terbukti, ngak ada satupun agama yang membenarkan kita membenci seseorang atau sekelompok orang, hanya karena perbedaan agama.

Menjadi Beragama atau Beriman?
Jadi, penting banget kita ketahui apa sebenarnya arti agama sebagai pedoman hidup. Jangan sampai kita taat beribadah tapi masih menjelekkan agama lain.

Kalau kita selalu menghabiskan waktu untuk memperdebatkan agama siapa yang paling benar? Aku yakin, ngak akan ada ujungnya. Kita ngak akan dapet jawaban, yang kita dapet cuman konflik berkepanjangan yang akhirnya memicu ego sektoral masing-masing dengan dalih solidaritas kelompok.

Karena nyatanya, menjadi umat nga cukup hanya dengan beragama, tapi harus beriman juga. Kalau kalian beragama dan beriman, pasti paham sama tulisan aku ini.

Nah menurut kalian, apa iya, fanatisme adalah sikap yang terpuji untuk menjunjung dan menjaga martabat agama kita masing-masing?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun