Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Saya Bukan Kolektor dan Juga Bukan Hoarder!

16 November 2018   15:59 Diperbarui: 17 November 2018   14:47 1636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Floppy Disk (Dok. Pribadi)

Apa bedanya Hoarder dengan Kolektor? Dari sebuah pertanyaan malah melahirkan sebuah pertanyaan susulan.

Pertanyaan yang lahir dari sebuah pertanyaan ini bermula dari artikel Ibu Nursini Rais yang mempertanyakan apakah dirinya seorang Hoader dalam artikel nya yang berjudul, " Apakah Saya Pengidap "Hoarding"?"

Dari hal tersebut saya tertarik untuk mengomentari dalam artikel tersebut, namun sebelum selesai mengomentari dengan panjang lebar ternyata baterai smartphone saya tiba-tiba lowbat tanpa sempat mengirimkan komentar tersebut.

Dengan demikian saya berinisiatif untuk mengomentari lebih jauh pertanyaan tersebut dengan menulis artikel tersendiri, karena sedikit banyak sepertinya saya ada kemiripan dengan aspek yang beliau pertanyakan. 

***

Nokia Jadul (Dok. Pribadi)
Nokia Jadul (Dok. Pribadi)
Sejauh ini saya merasa benda-benda atau barang dari teknologi zaman sekarang lebih bersifat "sampah"! Kita ambil contoh saja gadget atau smartphone yang sedikit-sedikit harus minta diupdate, baik aplikasi atau bahkan operating system (OS).

Karena seringnya aplikasi atau OS minta terupdate, ujung-ujungnya smartphone kita sudah tidak bisa support ataupun memiliki sarana memori internal yang terbatas dan harus di lembiru (lempar beli baru). Padahal sebenarnya smartphone kita masih dalam kondisi cukup bagus dan tidak mengalami kerusakan, mungkin usianya juga relatif tidak begitu lama, paling-paling baru sekitar dua tahunan terpakai.

Terus kalau sudah begini siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?

Kenapa sebuah gadget yang menyandang nama smartphone, namun tidak se-smart yang kita bayangkan, tidak bisa awet dan memiliki rentang waktu penggunaan yang relatif pendek. Begitu pula dengan nilai jual yang sudah bisa dipastikan menurun tajam dan terkesan tidak rasional. Perangkat yang tidak bisa diservis, karena nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk biaya servis kadang melebihi harga perangkat atau gadget yang baru. Mau tidak mau smart phone tersebut sebelum nya cuman menjadi "sampah" belaka.

Kita ambil permisalan saja dengan handphone. Jika bicara handphone di era smartphone, tentunya handphone sudah menjadi barang yang jadul, namun pernahkah kita berpikir, kenapa barang yang tidak begitu "smart" tersebut bisa bertahan jauh lebih lama atau jauh lebih awet.

Jika bicara mengenai handphone, pastilah brand Nokia pernah merajai dan sempat menyandang predikat hape sejuta umat. Kita menyebut Nokia zaman sekarang dengan istilah, "Nokia jadul", yup, bener begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun