Mohon tunggu...
Ilmi Nuraini
Ilmi Nuraini Mohon Tunggu... Arsitek - 🌜

Mari berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan?

27 Februari 2020   03:50 Diperbarui: 27 Februari 2020   04:04 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hati, perasaan, dan ucapan perempuan memang sulit untuk di mengerti. Itu bukan sekedar mitos belaka, melainkan fakta yang benar adanya. Hari ini saja Aku sudah menemukan beberapa kasus bahwa perempuan itu rumit. Seperti tadi pagi, sebenarnya waktu sudah menunjukan jam 06.55 , tapi Mamah  menahan ku dengan pertanyaan yang sebenarnya tidak terlalu penting bagiku.
"Daf nanti siang kan mamah ada pengajian rutin, menurut Daffa Mamah mending pakai baju yang warna biru atau merah?" tanya Mamah dengan membawa 2 baju di kedua tangannya.
"Kalau menurut Daffa, kayanya Mamah lebih cocok pakai baju yang warna biru, kan Mamah pengajiannya siang- siang jadi Mamah terlihat sejuk di mata semua orang" ucapku meyakinkan Mamah.
"Oh gitu ya Daf"  Mamahku yang tampaknya masih berpikir dua kali tentang pendapat yang Aku ucapkan.
"Iya Mah" jawab ku sambil melihat ke arah jam tangan.
"Ya udah, nanti siang Mamah mau pake baju yang warna merah aja, kan merah warna kesukaan Mamah" ucap Mamah ku.
Aku yang sedari tadi tertahan karena pertanyaan Mamah  tak sama sekali merasa menyesal atas kejadian itu, karena sebelumnya Aku sudah menduga, pasti hasilnya akan tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Tak sekali dua kali hal ini terjadi, namun sudah berulang Mamah melakukan hal ini.

Dan sekarang Aku kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa perempuan itu benar-benar sulit dipahami. Satu jam sudah mulut Alika mengata-ngatai mantan pacarnya yang baru saja kemarin mereka putus, tapi hari ini Dafin (mantan pacarnya) sudah menggandeng perempuan baru ke sekolah.
"apaan sih, baru juga kemarin Dia putus sama Aku, sekarang udah move on aja sama perempuan lain!"
"Laki-laki yang hidupnya nggak punya prinsip, bilangnya mau UN, tapi kenyataannya apa coba?!" ucap Alika bertubi-tubi.
Alika kini sangat terlihat emosi karena ulah mantan pacarnya itu. Aku sangat iba melihat kondisi sahabatku, aku pun memberikan sebotol air mineral kepadanya.
"ini Kamu minum dulu, kasian tuh mulut kamu kekeringan" ucapku sembari menyodorkan sebotol air mineral kepadanya.
Alika kemudian mengambil sebotol air mineral itu, dan langsung meneguknya sampai habis.
"udah Ka, jangan emosi gitu. Tau nggak Ka? Kamu itu sebenernya beruntung, Tuhan mutusin hubungan kamu sama Dafin, itu berarti Tuhan nggak mau Kamu dimilikin sama orang yang salah dan nggak baik buat Kamu Al" ucapku memberikan nasehat kepada Alika.
"jadi, lebih baik sekarang kamu mensyukuri apa yang kamu punya dan lupain semua yang udah hilang di kehidupan kamu Ka" ucapku.
Alika hanya terdiam mendengar perkataanku, namun tak berapa lama tangisannyapun pecah.
"haaa, tapi pada kenyataannya ngelupain itu susah Daf..."
"Kamu nggak akan pernah ngerti rasanya..." ucap Alika sambil menangis tersedu-sedu.
"Ya udah, iya, iya, udah dong nangisnya Al. Udah jam berapa nih, istirahat udah mau habis" ucapku yang sudah tak mengerti lagi dengan pemikirannya yang rumit itu.
Dan sebenarnya aku sangat heran dengan Alika, tadi pertama Ia memaki-maki Dafin dan sekarang Ia bilang tidak bisa melupakan mantan pacarnya itu, yang jelas-jelas telah menyakitinya.

Bel pulang pun berbunyi, Aku dan Alika segera pulang menggunakan motor yang ku kendarai. Sepanjang perjalanan, Alika yang dibonceng olehku terus saja memainkan handphone, padahal kan itu sangat bahaya untuk keselamatan dirinya dan orang lain. Langsung saja ku hentikan motor di tepi jalan raya.
"Ka, kalau lagi di motor itu nggak boleh sambil mainin handphone. Bisa bahayakan kalau terjadi apa-apa sama kamu atau pengendara lain" ucapku dengan nada yang sedikit tegas.
"Seorang begal nggak akan ngebegal, kalau dia nggak dapet kesempatan. Makanya kamu jangan bikin kesempatan orang lain  untuk berbuat dosa" jelas ku agar Alika juga sadar bahwa hal itu sangat membahayakan.
"iya Mahesa Daffa Anggara, Ini handphonenya aku simpen di tas aja" kata Alika kepadaku sambil meletakkan handphonenya ke dalam tas nya dengan nada yang sedikit kesal.
Setelah Alika menaruh handphonenya ke dalam tas, aku kembali memacu motorku dengan kecepatan normal di jalan raya. Tak lama kemudian hujan turun, aku lupa untuk membawa jas hujan. Aku bermaksud untuk meneduh sejenak di depan toko kelontong yang sudah tutup, namun Alika menolak hal itu.
"Daf, kita terobos aja hujannya. Lagian cuman gerimis ini, jadi lebih baik kalau kita lanjutin perjalanannya biar bisa cepat sampai rumah" kata Alika dengan nada yang terdengar buru-buru.
"Beneran nggak mau neduh di depan toko dulu Ka?" Tanya ku meyakinkan Alika.
"iya nggak usah Daf" jawab Alika.
"Daf, bisa nggak dicepetin sedikit motornya" Pinta Alika kepada ku.
"iya Ka" Akupun hanya mengiyakan saja.
"lebih cepet lagi Daf" pintanya kembali.
"Ka, inikan lagi hujan bahaya kalau ngendarain motor cepet-cepet" ucapku yang kesal karena perilakunya yang sedari tadi membuatku emosi.
Akhirnya sampai juga di depan gang menuju rumah Alika yang lokasinya cukup dekat dengan rumahku. Entah kenapa dia terlihat sedang terburu-buru, namun ia memintaku untuk mengantarkannya hanya sampai depan gang saja.
" Daf, makasih ya" ucap Alika sambil berlari menjauhi ku.
"Iya" ucapku melambaikan tangan padanya.

Ketika malam tiba, baru saja aku selesai mandi. Tiba-tiba saja Mamah memanggil Ku.
"Daf, ayo makan dulu" ucap Mamah.
"Daffa masih kenyang mah, makannya nanti aja" ucapku menghampiri Mamah di meja makan.
"Papah belum pulang mah?" tanyaku.
"iya, Papah lembur Daf. Paling jam sebelasan baru pulang" jelas Mamahku.
"Daf, udah punya pacar belum? Kalau udah ajakin kesini dong, kenalin sama Mamah" ucap Mamahku yang sontak membuatku kaget.
"Eeeee, belum Mah Daffa belum punya pacar, masih single kok" ucapku dengan seutas senyuman.
"oh gitu ya. Kalau sama Alika itu pacaran bukan?" tanya Mamahku sambil memicingkan mata
"e-enggak kok Mah kita cuman sahabatan aja, kan Mamah tau gimana deketnya aku sama Alika" jelas ku.
"Daf, kalau suka sama seseorang, ungkapin aja jangan dipendam. Nanti kalau terlambat kamu nyesel loh" kata Mamahku yang tampak serius.
"kenapa Mamah bisa tau ya kalau saat ini Aku suka sama seseorang. Mungkin ini yang dinamakan naluri seorang Mamah" ucapku dalam hati.
"iya Mah. ya udah, Daffa ke kamar dulu" ucapku meninggalkan Mamah sendirian di meja makan.
Tak lama kemudian, Aku mendapatkan panggilan video dari Alika, lalu aku pun menerima panggilan itu.
"Ada apa Ka?" Tanya ku.
"Daffaaaaaa" ucap Alika dengan ekspresi yang terlihat sedih.
"Kamu kenapa Ka?" Tanya ku dengan nada sedikit khawatir.
"Kita harus ketemuan di taman kompleks sekarang" ucapnya yang langsung mengakhiri panggilan video itu.
Tanpa pikir panjang aku langsung pamit pada Mamah dan pergi menuju taman kompleks. Disana aku sudah melihat seorang perempuan mengenakan hoodie berwarna baby blue dengan membawa sebuah box yang entah berisi apa
"ada apa Ka, minta ketemuan jam segini?" tanyaku.
"Daffa, sini cepet duduk" ucap Alika sambil menarik tangan ku memberi tanda agar aku duduk disebelahnya.
"gini Daf, ada dua poin yang harus aku kasih tau ke kamu. Yang pertama, aku udah mutusin kalau setelah lulus SMA, aku mau lanjutin kuliah di luar kota. Soalnya, aku bener -- bener ingin fokus untuk dapetin cita-cita yang selama ini aku mau, tanpa ada pikiran yang ngeganggu aku selama disana." Ucap Alika yang membuatku kaget.
"Loh, tapi kan bukannya kemarin Kamu baru aja bilang sama aku kalau mau kuliah disini?" jawabku yang masih tidak percaya.
"Sebentar Daf, ini ada sangkut pautnya sama poin yang kedua. Nih yang kedua, kenapa Aku bawa box ini? Sebenernya semua yang ada dalam box ini adalah barang yang Aku kasih ke Dafin selama kita masih pacaran, terus tadi sore Aku minta Kamu buat ngendarain motor buru-buru, itu karena sebelum Kamu minta Aku untuk jangan main handphone di motor, aku dapet WA dari Dafin. Dia minta Aku supaya bisa ketemuan saat itu. Awalnya aku seneng banget, saat tau Dia mau ketemuan sama Aku di depan rumah. Tapi ternyata, Dia datang cuman untuk ngasih semua barang yang udah Aku kasih ke Dia. Makanya Aku mutusin untuk kuliah keluar kota, takutnya kalau kuliah disini Aku kebayang Dafin terus. Aku mau cari suasana Baru Daf" Jelas Alika yang tampak sedih.
Entah mengapa mendengar alasan Alika yang tidak masuk akal itu, Aku menjadi emosi. Pasalnya mengapa hanya karena pria yg bernama Dafin itu, Dia bisa dengan mudahnya untuk memutuskan sesuatu yang sulit untukku percaya.
"Ka, Cuma gara-gara laki-laki itu Kamu mutusin untuk pergi kuliah di luar kota? Kamu sehat Ka? Kamu nggak sakit kan?" Ucapku dengan nada yg sedikit emosi.
"Aku nggak sakit kok, Alhamdulillah sehat. Daf, Aku disini buat konfirmasi aja sama Kamu, bukan untuk ngeliat Kamu marah-marah kaya gini" ucap Alika.
"Aku nggak marah Ka cuman, Kamu pergi ke luar kota hanya untuk ngelupain Dia aja gitu? Sebelum mutusin hal ini, Kamu pernah mikirin nggak sih gimana perasaan Orang tua Kamu saat ditinggal  pergi untuk waktu yang cukup lama sama putri semata wayangnya? Pernah mikir nggak kalau nanti Orang tua Kamu akan khawatir selama Kamu disana? Coba dewasa sedikit Ka, selama ini Kamu selalu mikirin untuk diri Kamu sendiri, dan nggak pernah ngerti sama sekali tentang perasaan orang lain" ucapku yang kini mulai terbawa suasana.
"kok Kamu jadi kaya gini sih Daf, Aku udah mikirin hal ini secara matang dan udah dapat persetujuan dari Ayah sama Bunda. Dan lagi Aku nggak egois seperti apa yang Kamu bilang tadi, Aku selalu ngerti perasaan siapapun. Kalau misalnya Kamu ada masalah, Aku ngerti dan tau tentang hal itu.  Kalau Kamu lagi senang ataupun sedih, Aku selalu ada di sisi Kamu. Ah udahlah Aku cape kalau kaya gini caranya, aku mau pulang" ucap Alika yang tampak kesal dan langsung pergi meninggalkanku.

Malam semakin larut, Aku berdiri dan beranjak dari bangku taman itu. Lalu,
"Tapi ada satu perasaan yang nggak pernah kamu mengerti Ka" tuturku.
Seketika langkah kakinya terhenti saat mendengar perkataan ku.
"Aku suka sama Kamu Alika Ayu Indyana" ucapku.
Alika hanya berdiri mematung jauh di hadapanku, namun tak berapa lama box yang Ia bawa terlepas dari genggamannya dan terjatuh. Semua barang yang berada dalam box itu kemudian berserakan di tanah. Akupun langsung berjalan mendekati Alika yang sampai saat ini masih berdiri mematung.
"Ka, jangan pergi ya"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun