Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan obat herbal di Indonesia makin meningkat. Mulai dari jamu kunyit asam, rebusan daun-daunan, sampai kapsul herbal modern yang dijual di e-commerce. Masyarakat kian tertarik karena dianggap alami, minim efek samping, dan harganya lebih terjangkau dibanding obat kimia. Tapi sayangnya, tren ini juga dibarengi dengan kesalahpahaman yang bisa berdampak buruk pada kesehatan.
Herbal Naik Daun di Tengah Ketidakpercayaan
Tingginya minat terhadap pengobatan herbal tak lepas dari rasa skeptis sebagian masyarakat terhadap obat medis. Berbagai isu tentang efek samping obat dokter, ketergantungan, hingga pengalaman pribadi yang mengecewakan membuat banyak orang beralih ke jalur "alami".
Di sisi lain, promosi yang gencar di media sosial ikut menyuburkan tren ini. Influencer dan penjual online sering kali mempromosikan produk herbal sebagai "obat ajaib" untuk segala macam penyakit, dari asam lambung, diabetes, hingga kanker. Padahal, tidak semua klaim tersebut bisa dibuktikan secara ilmiah.
Antara Khasiat dan Bahaya
Tidak semua herbal itu buruk. Banyak tanaman Indonesia yang memang memiliki kandungan senyawa aktif dengan efek farmakologis nyata. Misalnya:
Daun sambiloto untuk daya tahan tubuh
Jahe sebagai anti-inflamasi dan pereda mual
Temulawak untuk kesehatan hati
Namun, masalah muncul ketika pengguna tidak memperhatikan dosis, durasi, dan interaksi dengan obat lain. Sebagai contoh, konsumsi sambiloto secara berlebihan bisa memengaruhi tekanan darah. Begitu juga dengan daun sirsak, yang kerap diklaim bisa mengobati kanker, ternyata memiliki potensi toksik bila digunakan jangka panjang tanpa pengawasan medis.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!