Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Rukun Iman Penulis

29 Juni 2016   11:57 Diperbarui: 31 Mei 2019   23:33 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jacques Derrida, filsuf Perancis yang dianggap sebagai pengusung tema dekonstruksi di dalam filsafat postmodern. | Sumber Gambar: Britannica.com

Sebagai teks, karya sastra hanyalah jejak. Bekas telapak kaki. Di dalamnya, pembaca harus menemukan manusianya.~ Jacques Derrida (1976: 167)[1]

Sesuai dengan judulnya, Rukun Iman Penulis, maka hal-hal pokok yang didedah dalam tulisan ringan ini semata-mata buat menggelitik kesadaran dan keyakinan yang, seyogianya, dimiliki oleh siapa saja yang berminat, berkhayal, atau berharap menjadi penulis. 

Bekal kesadaran dan keyakinan itu berangkat dari pengalaman pribadi dan sari dari bacaan-bacaan yang mengulas dan mengupas bagaimana seseorang bisa menjadi penulis, terutama prosa. Dengan demikian, tulisan ringan ini bukan sejenis kitab suci yang sakral dan tidak boleh diutak-atik, melainkan sejenis kendaraan umum yang cuma bisa mengantar ke terminal tertentu.

Di Indonesia, menjadi penulis belum diletakkan sebagai profesi yang sederajat dengan guru, dokter, karyawan, atau pekerjaan lain yang diakui sebagai penanda status kewarganegaraan. Penulis masih diduga sebagai “titisan dewa” yang menghasilkan karangan karena “desakan dari dalam” atau “panggilan nurani akibat masalah dan peristiwa di sekitar yang harus diurai-tuliskan”. 

Lantaran itu pula, tidak banyak orang yang bernyali gede berani menceburkan diri ke dalam samudra kepenulisan secara menyeluruh. Menulis masih dianggap sebatas pekerjaan sambilan, profesi paruh waktu, atau sekadar pertaruhan gengsi. Padahal, pada beberapa negara di luar Indonesia, penulis benar-benar sebuah profesi. Pekerjaan yang menghasilkan, yang dihargai. Akibatnya, tak sedikit orang di Indonesia yang menduga bahwa bekal menjadi penulis itu hanya satu: bakat.

Alhasil, kita mengira kepenulisan memang sejalan dengan “kenabian”—yang pada tataran tertentu bekerja karena wangsit atau wahyu. Tentu sah saja anggapan yang demikian. Akan tetapi, apabila terus demikian, kita tidak akan pernah memandang kepenulisan sebagai dunia keilmuan, sesuatu yang bisa dipelajari, dilatih, dan diasah, sama seperti keterampilan merakit roket, menyusun bata, atau menggocek bola. 

Benar, bakat dapat menentukan keberhasilan seseorang menjadi penulis. Hanya saja, menulis bukanlah melulu bakat. Seberapa murni kadar bakat menulis seseorang tidak akan berkilau selama ia tidak memiliki kegigihan dan kemauan kuat untuk terus mengasah kemampuan. 

Dengan pertimbangan bahwa menulis itu bisa dipelajari dan dapat pula dijadikan pekerjaan untuk menghidupi diri dan keluarga, perlulah diperbanyak kegiatan sejenis ini: bertemu dengan penulis dan mempelajari riwayat kepenulisan mereka.

Itu pula sebabnya tulisan ini dijuduli Rukun Iman Penulis—rukun yang harus diimani oleh siapa saja yang ingin menjadi penulis. Termasuk, boleh jadi terutama, penulis prosa.

Mengapa Harus Ada Rukun Iman Penulis?
Hasan Aspahani, dalam sebuah perbincangan santai di Batam, membutuhkan waktu lama hingga puisi-puisinya berhasil menembus rubrik sastra di koran-koran nasional. 

Tersebut pula kepedihan Rowling menembus penerbitan demi novel fantasi yang baru rampung ditulis olehnya. Tidak hanya satu penerbit yang menolak naskahnya, tetapi puluhan. Bahkan, tersiar kabar bahwa Joni Ariadinata sempat berniat melupakan dunia cerpen karena karangan-karangannya tak kunjung bertemu media sejodoh, sedang hidup terus berjalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun