Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.
Mari bekerja untuk membangun rasa cinta buku (Foto: Dokpri)
Di sisi sukarelawan, mentor kegiatan kelas menulis, matematika, dan berbahasa sebagai bagian dari kecerdasan literasi, tumbuh dan berkembang perlahan-lahan. Sekalipun perlahan, hal tersebut merupakan tolok ukur positif bagi Pustaka Ballak Kana untuk terus bergerak.
Gesek biolamu, Kawan (Foto: Dokpri)
Hari ini, sekalipun bergerak dari jauh, saya melihat geliat anak-anak muda yang terus bertumbuh. Sekarang mereka tidak hanya menggalang minat baca. Suling yang kerap saya tiup semasa remaja kini sudah mahir digunakan oleh Wahyu. Malah melewati rekor saya, dua jam meniup suling tanpa ketahuan menarik napas.
Menarilah, teruslah menari (Foto: Dokpri)
Anak-anak perempuan juga sudah bisa menari. Tari Pakarena sudah jadi mainan. Beberapa kali mereka diundang untuk acara-acara di Pemda Kabupaten Jeneponto. Belum lagi kalau ada order mengisi hajatan pernikahan atau khitanan. Pendek kata, dapat honor.
Anak-anak lelaki juga mahir berkesenian. Lucky, Wiwin, dan Rifky kian piawai menabuh gendang. Tunrung Pakanjarak dan tunrung rincik, nama tabuhan gendang Makassar, sudah mereka kuasai. Mereka menjadi lelaki panggilan: mengisi acara yang membutuhkan pemain gendang.
Mereka bermain api, memainkan tari pepek-pepeka (Foto: Dokpri)
Kreativitas tanpa batas
Selain itu, anak-anak muda dalam lingkaran Pustaka Ballak Kana juga aktif berjejaring. Mereka rutin berkomunikasi dengan sesama pengelola Taman Bacaan Masyarakat, bahkan lintas ormas kepemudaan. Satu misi yang tengah kami galang: menghijaukan Turatea.
Mulai dari mana? Dari tiap-tiap rumah anggota. Dari situ dulu. Teman-teman juga mulai belajar memanfaatkan barang-barang bekas. Ban mobil misalnya, disulap menjadi pot bunga. Hasilnya dijual. Lumayan untuk mengisi dompet dan menambah kas PBK untuk membeli buku.
Keativitas tanpa batas (Foto: Dokpri)
Meski begitu, upaya mengumpulkan buku dari donatur terus digalakkan. Salah seorang teman di Kompasiana, Tonny Syiariel, sudah siap mendonasikan beberapa buku. Sayang sekali, korona tiba memeluk tubuh saya. Hajat bersua akhirnya tertunda.
Lewat kata, Tuhan mempertemukan kita (Foto: Dokpri)
Moga-moga PBK terus bertumbuh. Moga-moga sukarelawan terus bertambah. Seperti semboyan yang disepakati sejak PBK berdiri: lewat buku, Tuhan mempertemukan kita. [kp]