Tiap-tiap banjir terjadi, di mana saja di belahan muka bumi, Jakarta dan Anies Baswedan terbawa-bawa. Menyebut Jakarta juga selalu bisa dihubung-hubungkan dengan banjir dan Anies Baswedan. Demikian pula apabila kita menyebut Anies Baswedan, konektivitas pikiran sering sekali terasosiasi dengan banjir dan Jakarta.
Dari sisi kehumasan, para pemikir yang selama ini berjuang mengatrol jenama (brand) Anies tentu layak bergembira. Begitu musim hujan tiba, mereka tidak usah bersusah-susah merancang program terkait penjenamaan pribadi (personal branding) Anies. Tahan diri saja, tidak lama juga warganet akan mengumandangkan nama Gubernur DKI Jakarta itu. Pendek kata, beken!
Dari sisi kepemimpinan, Jakarta dan Anies juga selalu mendapat sorotan. Tentu saja itu menjadi media publikasi besar-besaran bagi Anies Jakarta. Begitu hujan deras tiga hari beruntun terjadi di Bogor, kepemimpinan Anies segera menjadi pusat konsentrasi perbincangan. Keberhasilan dan kegagalan Anies kontan dibincangkan. Pendek kata, semuanya!
Dari sisi kemanusiaan, banjir yang terjadi di Jakarta selalu menyertakan paket terlengkap dalam hal mendapatkan atensi warga. Tidak hanya dibicarakan oleh warga Jakarta, semua orang kontan membahas Jakarta tanpa peduli sekat wilayah. Jenis obrolan pun berwarna, dari hujatan hingga ucapan penyulut semangat ada semua. Kadang saking sengitnya, kita lupa bahwa banyak korban yang membutuhkan bantuan. Pendek kata, paket lengkap!
Tiga sisi itu (banjir, Jakarta, Anis Baswedan) memang kental terlihat acapkali banjir melanda Jakarta. Malahan, banjir terjadi di Semarang saja masih menyeret-nyeret Jakarta dan Anies Baswedan. Kurang lengket apa lagi tiga kata itu di kepala warganet?
BANJIR. Bilamana banjir mendatangi Jakarta, semua orang bersuara. Berbeda perkaranya apabila banjir terjadi di pelosok Nusantara yang lain. Sekalipun mendapat tempat di media arusutama dan media sosial, paling banter bertahan tiga atau empat hari. Setelah itu, susut sendiri bersama susutnya air. Di Jakarta? O, bekenlah. Bisa tiga atau empat minggu masih menjadi fokus berita.
Satu hal yang mengherankan, atensi warga atas banjir selalu berbeda dalam menyikapi banjir di Jakarta dengan banjir di daerah lain. Di daerah lain, kabar yang beredar cenderung terpusat pada bagaimana menyelesaikan masalah, filantropi atau pengumpulan derma, serta simpati warga lain terhadap warga yang tertimpa bencana.
Atensi warga Indonesia terhadap banjir di Jakarta punya ciri khas tertentu. Tidak hanya kesigapan menangani bencana yang diulas, tetapi penyinyiran terhadap kinerja Anies Baswedan selalu ada. Begitu banjir tiba di Jakarta, polarisasi atensi sontak terjadi. Sebagian mengangkat-angkat Anies, sebagian lain seperti ingin menenggelamkan Anies.
Bayangkan! Hanya banjir di Jakarta yang bebas dikomentari warganet. Sesatire apa pun, bebas. Sekejam apa pun, bebas. Saringan empati warganet mendadak bolong dan koyak jikalau sudah menyangkut banjir Jakarta. Telaga raksasalah, warga leluasa bermain airlah, atau kolam renang bukan milik orang kaya lagi. Semuanya, semuanya!
JAKARTA. Bilamana jalan-jalan di Jakarta berubah fungsi menjadi aliran sungai, rupa-rupa wacana  mengudara. Dari keluhan hingga sindiran, dari pujian hingga cacian. Ke mana muaranya? Ke mana lagi kalau bukan ke arah Anies Baswedan.
Bilamana wilayah-wilayah di Jakarta berubah bentuk menjadi telaga raksasa, pelbagai komentar seketika mengudara. Guyonan satire dan sanjungan berlebihan sontak berbalas-balasan. Pihak penghujat Anies bagai mendapat angin segar untuk memuntahkan rupa-rupa cerca, para pemuja Anies bagai mendapat peluang emas untuk meluapkan pelbagai dalih pembelaan.
Bilamana banjir melanda Jakarta, banyak benar cara warganet untuk memotivasi penduduk. Ada yang dengan enteng "menyederhanakan wilayah terdampak banjir", ada. Misalnya, banjir kali ini hanya terjadi di lima titik, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. Tidak banyak, hanya melanda lima titik. Coy, lima titik itu sudah meliputi Jakarta.
Betapa gila dan menggelikan, kan?
ANIES BASWEDAN. Gubernur yang pernah sekian waktu menjomlo saat memimpin Jakarta ini punya magnet beken yang dalam waktu singkat menyedot perhatian publik. Ada saja pernyataan beliau yang seketika menjadi santapan warga, apalagi pernyataan tentang banjir. Warganet, baik yang memuja Anies maupun yang anti-Anies, juga sangat responsif.
Ini sekadar contoh. Dalam tayangan video yang beredar luas di media sosial, Anies menyatakan bahwa sekian puluh ribu warga Jakarta sudah dievakuasi ke tempat-tempat yang aman; jika tiba saatnya banjir susut, mereka akan segera kembali ke rumah masing-masing.
Pernyataan itu sebenarnya Anies lontarkan untuk mengurangi tingkat kepanikan warga Jakarta. Pola komunikasinya: menyederhanakan masalah. Hasilnya luar biasa, warga Jakarta dan di luar Jakarta lekas-lekas melahap pernyataan itu. Benar, Gubernur, tidak mungkin warga terus berada atau menginap di penampungan. Misalnya.
Banyak pernyataan Anies yang kerap disalahtafsirkan oleh masyarakat. Tidak heran jikalau Anies sering disebut tokoh kontroversial. Padahal, warga Jakarta yang seharusnya paling cemas adalah para seniman. Khususnya, pujangga. Bukan apa-apa, Anies sekarang tenar dengan gelar keren, yakni "Gubernur Penata Kata".
Jadi, tidak perlu sewot ketika Anies, misalnya, mengeluarkan pernyataan nyeleneh dan nyelekit. Alhamdulillah, tidak ada gedung hilang karena banjir Jakarta. Pindah posisi saja, lalu lihat dari sudut pandang berbeda. Anggap saja Anies tengah berproduksi guyon agar kita tidak stres menghadapi banjir. Pokoknya, pandang itu sebagai hiburan superkocak.
Kemudian, biarkan hati berbisik: Pujangga dapat pesaing kuat, lo!
Secetek pengetahuan saya, tidak ada seorang pemimpin mengangankan, apalagi menginginkan, daerah yang dipimpinnya terkena bencana. Jika ada pemimpin seperti itu, pasti otaknya sengklek. Maka dari itu, hal terbaik adalah mengambil peran sesuai porsi kita masing-masing.
Yang mampu membantu korban banjir, bantulah. Yang sanggup terjun ke lapangan, terjunlah. Yang dapat memikirkan alternatif menangani banjir, pikirkanlah. Yang bisa mendoakan para korban baik-baik saja, doakanlah. Singkat cerita, lalukan apa yang kita bisa untuk membantu sesama.
Jangat ingat, hidup ini sementara. Fana belaka. Setelah kita dilahirkan, hidup terlalu singkat untuk kita habiskan dengan saling membenci.Â
[kp]