Dengan demikian, hierarki struktur kalimat adalah (1) kalimat utama; (2) kalimat pengembang; dan (3) kalimat pengembang taklangsung. Gampangnya, kalimat pengembang taklangsung laksana cucu. Bapaknya ialah kalimat pengembang, sedangkan kakeknya bernama kalimat utama.
Hierarki itu bisa saja terbalik. Kalimat pengembang taklangsung menjadi kalimat pembuka, kalimat pengembang berada di tengah paragraf, serta kalimat utama berada pada akhir paragraf. Tergantung pola paragraf yang kita gunakan. Ada lagi, deh. Ya, sabar saja. Kapan-kapan akan saya babarkan pola dan jenis paragraf.Â
Kita kembali pada contoh paragraf. O ya, kita sudah mendapatkan satu paragraf utuh dengan struktur yang lengkap. Contohnya tersaji di bawah ini.
Dalam hal mencinta, aku merawat tradisi merindu yang merefleksikan kebersahajaan tabah dan keberterimaan setia. Tradisi merindu itu kukenakan ketika ritual cemburu ataupun upacara curiga tengah berlangsung. Cemburu dapat memicu derita berkepanjangan dan nestapa tak berkesudahan. Curiga dapat memacu prasangka yang berlebihan dan penderitaan yang berkesinambungan.
Agar merdu di telinga, kalimat yang kita gubah mesti menyertakan melodi dan harmoni yang laras. Tidak fals, tidak sumbang. Perhatikan kembali kalimat pembuka ini. Dalam hal mencinta, aku merawat tradisi merindu yang merefleksikan kebersahajaan tabah dan keberterimaan setia.
Fondasi kalimat pembuka di atas adalah asonansi /a/ atau 'pengulangan bunyi vokal /a/ pada beberapa kata'. Dari pengulangan itu terbentuk rima. Posisinya ada dalam frasa, klausa, atau kalimat.Â
Simak kata "dalam hal mencinta". Tiga kata itu mengandung asonansi /a/. Hal serupa tampak dalam "kebersahajaan tabah dan keberterimaan setia".
Adapun lantai kalimat pembuka di atas adalah aliterasi atau 'pengulangan bunyi konsonan pada beberapa kata'. Kita dapat melihat aliterasi /m/ pada kata dalam, mencinta, merawat, merindu, dan merefleksikan. Sementara itu, aliterasi /k/ terlihat pada kata aku, merefleksikan, kebersahajaan, dan keberterimaan.
Selain asonansi dan aliterasi, kita juga dapat memakai konsonansi atau 'pengulangan bunyi konsonan berdekatan yang mengapit vokal'. Contohnya tampak pada kata bongkar-bangkir, bolak-balik, atau kocar-kacir. Peletakan konsonansi yang pas akan menghasilkan nada yang merdu.
Saatnya kita menyingkap cara kedua, yakni menata nada kata. Di sini kita seperti seorang komponis meletakkan not demi not, hanya saja kita menggunakan kata demi kata. Aturan main yang perlu kita garis bawahi adalah kesetaraan atau kesederajatan kata.
Perhatikan kembali contoh paragraf yang saya sajikan di atas. Kalimat dalam paragraf tersebut disusun dari kata demi kata dengan bebet, bobot, dan bibit yang sederajat.Â
Pada kalimat utama terdapat kata mencinta, merawat, dan merindu. Disebut sederajat, sejajar, atau setara karena sama-sama menggunakan awalan /me-/. Hal serupa terlihat pada kata kebersahajaan dan keberterimaan yang sama-sama dibubuhi imbuhan /ke-an/.