Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Habib Rizieq Shihab Sanggup Pulang Sendiri

11 Juli 2019   06:15 Diperbarui: 11 Juli 2019   08:00 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Habib Rizieq Shihab | Foto: Republika

Gebalau di kancah perpolitikan kita makin santer. Setelah KPU menetapkan pemenang Pilpres 2019, sengkarut tidak kunjung reda. Satu gaduh surut, muncul gaduh lain. Satu perkara reda, timbul perkara baru.

Dunia politik di Indonesia seolah-olah tidak mengenal kata selain ribut dan ricuh. Ada ribut yang dicari-cari, ada yang mencuat secara alami. Ada ricuh yang dibuat-buat, ada yang sengaja diricuh-ricuhkan. Keributan dan kericuhan itu berkobar di kalangan akar rumput hingga pucuk pohon tertinggi. Elite bertingkah, rakyat bertengkar.

Iklim politik selepas sidang sengketa hasil pemilu belum juga membaik. Kata-kata kebencian berhamburan di udara, lantas dihirup dalam-dalam, dan membatu di paru-paru dengki. Rakyat yang dulu sebatas penggembira pemilu kini turut menyulut hasut. Tidak heran jika silang sengketa masih jauh dari surut.

Hawa politik terbaru, dikemas dengan sebutan rekonsiliasi, berembus cukup kencang setelah dibadaikan oleh kaum elite.

Mula-mulanya begini. Pihak pemenang Pilpres 2019, Jokowi-Ma'ruf, menginginkan pertemuan antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Dengar-dengar tujuannya untuk mendinginkan "cuaca pascapemilu" yang memanas alih-alih mendingin. Pihak sebelah (sengaja saya gunakan kata sebelah demi menghindari kata kalah) ternyata tidak menyambut hajat pertemuan tersebut dengan riang hati.

Dari sana berembus aroma yang janggal di hidung. Ada yang menduga politik dagang sapi sedang digadang, ada yang menyangka bagi-bagi kue kekuasaan tengah dirancang. Ada pula yang tetap bersikukuh menuduh Pak Jokowi ngeyel mau bertemu dengan Pak Prabowo karena dihantui rasa bersalah. Tuduhan itu jelas lahir dari rahim tudingan curang secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Rekonsiliasi. Inilah akarnya. Kata ini bermula dari konsiliasi. Artinya, upaya mempertemukan keinginan dua pihak yang berselisih. Ketika dibubuhi re-, menjadi rekonsiliasi, maknanya menjadi "memulihkan hubungan" atau "menyelesaikan perselisihan".

Dari pilihan kata saja sudah terasa hawa panas. Konsiliasi dan rekonsiliasi sama-sama mengandung "dua pihak yang berselisih". Sekalipun lebih lembut dibanding bertengkar, berkelahi, ataupun bersengketa, berselisih tetap merupakan tindakan yang memantik ketaksenangan dan ketaktenangan. Hasilnya, ketaktenteraman atau ketakdamaian.

Jika sudah begitu, pemilu kehilangan roh. Bukankah roh pemilu adalah pesta demokrasi? Mengapa pesta tidak dihadapi dengan riang gembira? Kenapa pesta harus diakhiri dengan tikai? Buat apa sebuah pesta kita biayai mahal-mahal jika jejak yang terlihat hanya perselisihan?

Ah, maaf. Indonesia memang tengah menyongsong usia yang ke-74, tetapi rakyatnya belum dewasa dalam berpolitik. Jangankan dewasa, remaja saja belum. Elite-elite politik di negara kita masih bocah ingusan di pentas demokrasi. 

Banyak politikus yang mengaku negarawan, padahal mereka kolokan. Banyak juga yang mengaku begawan, padahal mutungan.

Baiklah. Saya setuju saja kalau kita semua memakai kata rekonsiliasi. Faktanya memang banyak yang berselisih gara-gara pilpres. Politik identitas pemicunya. Oke, oke. Biarkan para elite melakukan ritual rekonsiliasi. Kita hanya bisa berharap, moga-moga rakyat merasakan keteduhan dari pertemuan beliau-beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun