Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Patung Dewa Hermes dan Otak Sangek

17 April 2019   01:28 Diperbarui: 19 April 2019   01:20 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Dewa Hermes di Harmoni | Foto: detiktravel/Kurnia

Dewa Hermes. Badannya atletis, gerakannya sigap, dan tutur katanya runut. 

Ayahnya, Dewa Zeus, adalah penguasa Gunung Olimpus. Ibunya, Nimfa Maia, si peri jelita. Tugas utamanya adalah Juru Kabar atau Penyampai Berita. Dengan kata lain, Hermes merupakan jembatan komunikasi antara penguasa bumi di Gunung Olimpus dengan penduduk bumi.

Sebagai Juru Kabar yang sibuk bolak-balik dari Olimpus ke Bumi, Hermes dikarunia topi dan sepatu bersayap sebagai simbol kecekatan dan kecepatan. Sebuah tongkat berlilit sepasang ular selalu tercengkam erat di tangan kirinya. Ia juga punya tas kecil atau dompet yang selalu menyertai kelananya.

Hermes juga kerap disebut Yupiter dalam mitologi Yunani dan Merkurius dalam mitologi Romawi. Karena kecerdasannya, ia acap dianggap dewa pelindung sastrawan. Karena kegesitannya, ia didapuk sebagai pelindung atlet dan pengelana. Karena kepiawaiannya bernegosiasi, ia didaulat sebagai Pelindung Perniagaan atau Sang Keberuntungan.

Pengabadian Dewa Hermes dalam bentuk patung tidak hanya ada di Yunani dan Italia, tetapi juga di Indonesia. Ratusan tahun silam ia tiba di Indonesia, kala itu masih bernama Hindia Belanda, dalam bentuk patung perunggu yang telanjang.

Bagaimana kisah perjalanan patung Dewa Hermes hingga tiba di Indonesia?

Koleksi Saudagar Keturunan Jerman

Karl Wilhelm Stolz. Ia seorang saudagar kelahiran Jerman yang berdagang peranti logam, barang pecah belah, dan benda artistik. Ia malang melintang berniaga di Banjarmasin dan Sibolga. Hingga aroma laba tercium olehnya dari arah Kota Batavia (sekarang Jakarta), maka pindahlah ia ke Batavia.

Akhirnya Stolz memutus masa jomlonya. Pada 1897 ia menikahi Matilda Jenny, seorang Swiss, di Kota Buitenzorg (sekarang Bogor). Tiga tahun setelah menikah, 1890, Karl dilimpahi kewarganegaraan Belanda. Ia pun membuka toko bernama Jenny & Co di Jalan Veteran (dulu Rijswijksestraat).

Perniagaan Stolz berkembang sangat pesat. Tidak heran jika dalam waktu singkat ia sudah memiliki cabang di Surabaya dan Semarang. Namanya berkibar, niaganya bersinar. Pada 1920 ia berlayar ke Hamburg untuk urusan dagang. Di sanalah ia membeli patung Dewa Hermes.

Setiba di Batavia, Stolz mengurungkan niat untuk memajang patung Dewa Keberuntungan itu di tokonya. Malah ia pajang patung artistik itu di pekarangan rumahnya di bilangan Jatinegara (dulu Meester Cornelis). Jenny, istrinya, tidak menyukai patung tersebut. 

Menurut Jenny, patung Juru Kabar itu terlihat cabul. Tak sedap dipandang mata, tak elok diperam benak.

Selisih paham antara istri dan suami tidak terelakkan. Sang istri ngeyel agar patung itu dijual atau dibuang saja, sang suami ngotot terus menyimpan putra kesebelas Dewa Zeus itu. Namun, Stolz lebih peduli pada si patung. Hingga Jenny wafat pada 1930 di Den Haag, patung Hermes masih berdiri telanjang di pekarangan rumah.

Setelah pujaan hatinya mangkat, Stolz nelangsa tiada terkira. Bahkan ia kehilangan semangat berdagang. Toko dan rumahnya ia jual. Akan tetapi, ia tidak menjual patung Hermes. Patung itu ia serahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda sebagai ucapan terima kasih karena diizinkan berdagang di Batavia.

Stolz meninggal di Semarang.

Jembatan Harmoni di Masa Batavia

Pemerintah Hindia Belanda tengah getol mempercantik Batavia ketika Stolz menyerahkan patung Dewa Ketangkasan. 

Pucuk dicinta, ulam yang tiba. Dewa Hermes diangkut dari pekarangan rumah Stolz ke Pusat Niaga Harmoni. Patung itu dipajang di mulut jembatan, di tepi sodetan Kali Ciliwung, menghadap ke jalan dan memunggungi kali.

Nasib sang patung aman di sana. Para saudagar di kawasan Harmoni tidak menganggap sang patung selaku pengumbar syahwat atau pemajang aurat. Malah mereka menganggap sang patung sebagai perlambang jembatan menuju keberuntungan.

Akhirnya Belanda pergi. Giliran Jepang yang mengangkangi Nusantara. Sang patung masih di mulut jembatan mendongak ke langit, tetap dalam keadaan telanjang, bahkan masih telanjang tatkala Jepang minggat, dan terus telanjang hingga Indonesia merdeka.

Replika Sang Dewa

Patung Dewa Hermes masih di mulut jembatan Harmoni. Posisinya tidak berubah. Akan tetapi, tongkat berlilit sepasang ular sudah raib di tangan kirinya. 

Konon, ada maling yang sangat kesengsem pada tongkat itu.

Selain itu, patung Dewa Pengunjuk Arah bagi Para Pengelana itu sudah tidak asli. Patung yang ada sekarang merupakan tiruan. Palsu. Namun demi etika, disebutlah sebagai replika. Pemerintah DKI Jakarta tidak mau kecolongan. Cukuplah tongkat yang digondol maling, selebihnya harus dipertahankan.

Atas pertimbangan keamanan, Pemerintah DKI Jakarta membangun replika. Bukan apa-apa. Kandungan sejarah yang menyertai sang patung memicu air liur kolektor benda antik dan bersejarah. Syahdan, ada kolektor dari Singapura yang berani membeli patung tersebut seharga satu miliar rupiah.

Ke mana patung yang asli? Patung bersejarah itu kini menjadi penjaga pintu belakang Museum Sejarah Jakarta (dulu Gedung Balaikota Batavia). Dewa Hermes tegak di tengah taman.

Takut Ada yang Sangek Berahi Melihat Patung Bugil

Sungguh tiada terduga, patung Dewa Hermes pada Senin (15/4/2019) sudah tidak telanjang. 

Ada pihak yang iba pada si patung. Mungkin ngeri kalau-kalau si patung ngaceng dan meneror warga, mungkin waswas kalau-kalau ada yang ngebet pada patung bugil. Pihak yang jatuh iba itu sudah melilitkan jarik atau kain di pinggang patung.

Upaya pihak yang beriba hati itu sungguh terobosan yang luar biasa. Bagaimanapun, Jakarta harus menjadi teladan dalam urusan menjaga sopan santun di ruang terbuka. Alangkah naif apabila sebuah patung telanjang terang-terangan berdiri tegak di muka publik. Itu tidak boleh dibiarkan, maka dikenakanlah kain di pinggang Sang Dewa Hermes.

Pada sisi lain, orang yang iba itu barangkali kasihan kepada Dewa Hermes. Pihak tersebut mungkin takut ada insan lemah iman yang sangek gara-gara melihat patung bugil, lalu tidak dapat mengerem laju hasrat, lalu menggerayangi patung Dewa Hermes. Pada sisi ini, pihak tersebut patut dihadiahi kata "wow"!

Etika memang harus dirawat dan dijaga. Tidak boleh ada lagi patung telanjang di ruang terbuka yang gampang dilihat orang. Meski patung benda mati, tetapi bisa saja memacu berahi. 

Maka dari itu, perlu disiapkan anggaran baru untuk pengadaan kain bagi patung-patung bugil. Mengapa? Karena patung telanjang bukan cuma patung Dewa Hermes. Patung Pancoran harus dipanjat lalu dipasangi kain. Patung Tani harus didandani supaya lebih santun. Begitu juga dengan patung-patung lain di seluruh penjuru Indonesia.

Harus ada pula anggaran pengadaan cat. Tidak boleh ada lukisan mesum di ruang-ruang publik. Termasuk di rumah pribadi. Itu bisa memantik kobar gairah. Itu berbahaya. Lukisan dan patung memang benda mati, tetapi otak sangek sanggup menghidupkannya.

Bukan hanya itu. Pemilik ternak kuda, kerbau, sapi, atau kambing harus mempersiapkan pakaian buat ternak-ternaknya. Benda mati saja dikasih kain, apalagi makhluk hidup. Singa dan macan tidak boleh telanjang. Begitu pula dengan pengelola kebun binatang.

Kita tidak boleh membiarkan patung (benda mati) dan hewan (makhluk hidup) mengancam keselamatan otak manusia. Upaya pemberian kain kepada patung Dewa Hermes harus dijadikan tonggak sejarah. Otak pembuat patung bugil juga harus direparasi. Begitu pula dengan otak para peternak.

Patut disayangkan mengapa ada pihak yang membuka kain penutup kemaluan sang patung. Seperti dilansir Tribunnews, entah siapa yang membuka kain tersebut pada Selasa (16/4/2019) kemarin. Mungkin si pemasang, mungkin roh Stolz.

Bingung, kan? [khrisna]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun