Hari raya Pagerwesi merupakan salah satu perayaan suci umat Hindu yang sarat makna. Secara harfiah, Pagerwesi berarti "pagar besi" yang melambangkan keteguhan iman dan keyakinan. Pada pagerwesi ini umat Hindu diingatkan untuk memperkuat benteng diri agar tidak mudah digoyahkan oleh pengaruh negatif, serta senantiasa berjalan di jalan dharma. Bagi saya pribadi, Pagerwesi selalu menjadi momen untuk melakukan introspeksi diri sekaligus penyucian rohani.
Salah satu tradisi spiritual yang biasa dilakukan pada hari suci ini adalah melukat. Melukat merupakan prosesi penyucian diri dengan air suci (tirta) yang dipercaya mampu membersihkan kotoran jasmani maupun rohani. Selain itu, melukat juga diyakini meluruhkan energi negatif dan memberikan ketenangan batin. Itulah sebabnya pada Pagerwesi kali ini saya memilih melukat di Pura Tirta Sudhamala, sebuah pura penglukatan yang terkenal di Kabupaten Buleleng.
Sekilas Tentang Pura Tirta Sudhamala
Pura Tirta Sudhamala dikenal sebagai pura penglukatan yang sumber air sucinya berasal dari Pancoran Sudhamala. Tirta dari pancoran ini dipercaya memiliki khasiat sebagai tirta pengobatan, baik secara lahir maupun batin. Banyak umat dari berbagai daerah di Bali datang ke pura ini dengan maksud nunas pengelukatan sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan mereka.
Sejarah pura ini cukup menarik. Pada abad ke-18, di kawasan Subak Banyumala terjadi ledakan air besar yang melubangi tebing dan menghasilkan pancuran alami. Air tersebut awalnya digunakan warga Banyumala untuk pembersihan, pengelukatan, sekaligus membersihkan Tukad Banyumala yang kala itu tercemar. Pada masa pemerintahan Ki Barak Panji Sakti, Tukad Banyumala bahkan berfungsi sebagai benteng pertahanan Buleleng di bagian barat.
Karena manfaatnya begitu besar, aliran air itu kemudian dijadikan pancoran khusus yang diberi nama Pancoran Sudhamala. Setelahnya, dibangunlah Pura Tirta Sudhamala sebagai tempat pemujaan dan penyucian. Nama Sudhamala sendiri berarti "pengobatan" atau "penyucian". Dalam ajaran agama Hindu, sudhamala bermakna pemarisudha, yaitu proses penglukatan dan peleburan kekotoran. Tirta ini diyakini dapat mengobati orang yang terkena pengaruh ilmu hitam, menyembuhkan gangguan batin, bahkan memberi perlindungan khusus bagi ibu hamil.
Pengalaman Melukat pada Hari Pagerwesi
Ketika memasuki area pengelukatan, suasana sakral begitu terasa. Suara gemericik air dari pancoran menyatu dengan kesejukan alam sekitar, menghadirkan keteduhan yang sulit tergantikan. Saya memulai prosesi dengan menghaturkan pejati dan sembah bhakti, lalu menuju pancuran. Saat air tirta Sudhamala menyentuh kepala dan tubuh saya, ada sensasi sejuk yang luar biasa. Seolah-olah segala beban pikiran, rasa letih, dan kegelisahan batin luruh bersama aliran air.
Di momen itu, saya benar-benar merasakan makna Pagerwesi. Melalui melukat, saya tidak hanya menyucikan diri secara lahir, tetapi juga menguatkan benteng batin. Pagar besi yang dimaksud dalam hari raya ini seakan tercermin dalam keteguhan iman yang tumbuh setelah penglukatan. Ada rasa damai, tenang, sekaligus rasa syukur mendalam karena diberi kesempatan untuk membersihkan diri di pura yang penuh berkah ini.
Pagerwesi tahun ini bagi saya terasa sangat istimewa. Melukat di Pura Tirta Sudhamala bukan hanya ritual, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang membuka kesadaran. Saya belajar bahwa menjaga kesucian diri dan keteguhan iman adalah benteng terkuat menghadapi tantangan hidup. Pura Tirta Sudhamala dengan segala sejarah dan kesuciannya telah menjadi saksi bagaimana saya menemukan kembali ketenangan batin dan energi positif untuk melanjutkan langkah ke depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI