Vision Zero merupakan perubahan visi dan perspektif dari pendekatan lama dalam pencegahan kecelakaan lalu lintas. Vision Zero (atau "Visi Nol") adalah sebuah inisiatif keselamatan jalan yang pertama kali diperkenalkan di Swedia pada tahun 1997. Pendekatan ini didasari oleh pemahaman bahwa kesalahan manusia adalah faktor yang tidak dapat dihilangkan dari penyebab kecelakaan. Oleh karena itu, infrastruktur perlu dirancang secara khusus untuk mengurangi fatalitas kecelakaan.
Vision Zero mengadopsi pendekatan multidisiplin, menggabungkan berbagai pemangku kepentingan dan instansi untuk bersama-sama menyelesaikan masalah keselamatan transportasi di Indonesia. Konsep ini bertujuan mencapai "nol kematian dan cedera serius" di jalan raya melalui pendekatan sistemik yang mengutamakan keselamatan manusia. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang menganggap kecelakaan sebagai sesuatu yang "tidak terhindarkan", Vision Zero meyakini bahwa setiap kecelakaan dapat dan harus dicegah.
Mari kita lihat angka-angkanya. Di tahun 2021, jumlah kecelakaan kembali merangkak naik ke 103.645 kejadian. Peningkatan yang lebih tajam terjadi pada tahun 2022, di mana jumlah kecelakaan mencapai 139.258 kejadian. Ini berarti ada peningkatan sekitar 34.5% dalam kurun waktu satu tahun saja. Hampir sepertiga lebih banyak insiden terjadi di jalan-jalan Indonesia, sebuah angka yang patut menjadi alarm bagi kita semua.
Yang paling memilukan adalah peningkatan pada korban meninggal dunia. Dari 25.266 jiwa yang melayang di tahun 2021, angka ini membengkak menjadi 28.131 jiwa di tahun 2022. Ini menunjukkan peningkatan sekitar 11.3% dalam jumlah nyawa yang hilang secara sia-sia di jalan raya. Setiap angka ini adalah kisah keluarga yang hancur, impian yang pupus, dan duka yang mendalam.
Vision Zero adalah inisiatif revolusioner yang mentransformasi pendekatan kita terhadap keselamatan lalu lintas, dengan keyakinan inti bahwa setiap kematian di jalan raya dapat dicegah. New York City membuktikan keampuhan konsep ini di tengah hiruk pikuk kota metropolitan superpadat. Sejak diluncurkan pada tahun 2014, program ini sukses besar, mengurangi angka kematian pejalan kaki hingga 32% dalam lima tahun. Rahasia di balik keberhasilan ini terletak pada dua pilar utama: redesain lebih dari 1.000 persimpangan berbahaya untuk meningkatkan keamanan, serta penerapan sistem tilang otomatis yang efektif dalam mendisiplinkan pelanggar kecepatan. Keberhasilan ini menegaskan bahwa dengan strategi yang tepat, infrastruktur yang cerdas, dan penegakan hukum yang konsisten, mencapai nol korban jiwa di jalan bukanlah sekadar impian, melainkan tujuan yang bisa dicapai. Bagaimana dengan Indonesia? Kita mulai dari Jakarta saja.
Jakarta sebagai kota metropolitan menghadapi tantangan besar dalam keselamatan jalan. Dengan ribuan kecelakaan setiap tahun, pendekatan konvensional sudah tidak cukup. Vision Zero menawarkan solusi revolusioner dengan prinsip: setiap nyawa penting, dan kecelakaan bisa dicegah. Ini berarti infrastruktur harus dirancang untuk meminimalkan risiko, seperti trotoar lebar, jalur sepeda terproteksi, dan zona kecepatan rendah di kawasan padat.
Untuk mewujudkannya, penegakan hukum harus lebih ketat. Pemanfaatan teknologi seperti ETLE (tilang elektronik) dan hukuman berat bagi pelanggar bisa mengurangi ugal-ugalan di jalan. Selain itu, kolaborasi antar-pemangku kepentingan sangat krusial---mulai dari Pemprov DKI, kepolisian, hingga komunitas pengguna jalan. Tanpa sinergi ini, upaya keselamatan jalan akan terhambat.
Untuk mewujudkan Vision Zero di Jakarta, kolaborasi antar-pemangku jabatan daerah harus diformalkan melalui Satgas Khusus yang dipimpin langsung oleh Gubernur DKI, menggabungkan Dinas Perhubungan (penataan zona 30 km/jam dan integrasi transportasi), Dinas PUPR (redesain jalan dan trotoar), Kepolisian (penegakan hukum berbasis ETLE), serta melibatkan Kemenhub dan KemenPUPR untuk penyelarasan kebijakan nasional. Swasta dan komunitas dapat berperan melalui program edukasi dan monitoring, sementara sistem pelaporan publik dibangun untuk transparansi. Tantangan birokrasi dan anggaran bisa diatasi dengan proyek percontohan di kawasan strategis seperti Bundaran HI-Thamrin, didukung rapat evaluasi bulanan dan insentif bagi daerah yang berhasil menurunkan angka kecelakaan. Dengan komitmen politik kuat dan alokasi anggaran khusus, Jakarta mampu menjadi pelopor Vision Zero di Asia Tenggara dalam dekade mendatang, dimulai dari kebijakan-kebijakan kecil yang langsung implementatif seperti pembatasan kecepatan di area sekolah dan perbaikan trotoar.
Vision Zero adalah pendekatan baru keselamatan transportasi yang menargetkan nol kematian dan cedera serius di jalan. Dengan desain infrastruktur yang aman, penegakan hukum berbasis teknologi, dan kolaborasi lintas instansi, Jakarta dapat menjadi pelopor keselamatan jalan di Asia Tenggara. Keberhasilan bergantung pada komitmen politik, sinergi antar-pemangku kepentingan, serta kebijakan yang langsung bisa diterapkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI