Namun tidak berhenti disana, bersamaan dengan krisis pandemi belum usai, muncullah konflik geopolitik antara yang cukup berdampak terhadap perekonomian global. Naiknya harga komoditas pangan dan energi yang diakibatkan oleh terganggunya rantai pasokan karena perang Rusia dan Ukraina serta kebijakan moneter Amerika Serikat dan negara maju lainnya yang menaikkan suku bunga menimbulkan ancaman bagi pemulihan ekonomi global maupun domestik.
Disini kebijakan fiskal dapat mengantisipasi dengan baik ancaman akibat gejolak perekonomian global. APBN digunakan sebagai peredam dengan cara mengarahkan kebijakan fiskal untuk terus menghadirkan subsidi, insentif, dan kompensasi untuk masyarakat. Bantuan sosial dan bantuan langsung tunai (BLT) tetap dilanjutkan serta subsidi energi dan kompensasi kepada PT PLN dan PT Pertamina ditambah sehingga inflasi tetap terkendali dan daya beli masyarakat stabil.
Ketika pandemi telah mereda atau ketika memasuki fase pasca pandemi, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif yang dibarengi dengan konsolidasi fiskal. Diterbitkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menandai langkah konsolidasi fiskal yang bertujuan untuk menurunkan defisit anggaran dan akumulasi utang. Instrumen yang digunakan dalam konsolidasi fiskal adalah meningkatkan penerimaan serta memangkas pengeluaran atau belanja negara. Â Diantara produk dari konsolidasi fiskal ini adalah peningkatan tarif PPN dari 10% menjadi 11% dan pengurangan negative list objek PPN, pengenaan pajak atas aset digital, hingga penambahan tarif baru PPh Orang Pribadi yakni 35% yang ditujukan untuk orang kaya dengan penghasilan kena pajak melebihi Rp5 Miliar.
Pada akhirnya, kebijakan fiskal yang diambil berguna untuk menutup lubang yang ditimbulkan selama masa pandemi dan mendorong perekonomian untuk berada di jalur positif. Pajak memegang peran penting dalam pelaksanaan kebijakan fiskal sebagai instrumen utama penerimaan negara. Selain itu, kinerja pajak yang sangat baik beberapa tahun terakhir juga menjadi satu faktor utama pendukung suksesnya kebijakan fiskal yang diambil dan pulihnya perekonomian. Menurut data dari Kemenkeu.go.id, realisasi penerimaan perpajakan di tahun pajak 2021 mencapai 107,15% dari target yang ada di Perprees nomor 104 tahun 2021, dan pada tahun pajak 2022 mencapai 114% dari target di Perpres nomor 98 tahun 2022.
Dari data dan informasi yang telah disebutkan diatas, dapat dibuktikan bahwa pajak memiliki fungsi stabilitas. Pajak memegang peranan penting dalam efektifnya pelaksanaan kebijakan fiskal di negeri ini. Sehingga dengan efektifnya pelaksanaan kebijakan fiskal tersebut, stabilitas perekonomian dapat tercapai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI