Mengenal H.O.S. Cokroaminoto: Guru Para Pemimpin Bangsa
Silfiana Rahma Salsabilla, Lailatus Latifa, Natasya Pattisellano
Pendahuluan
H.O.S Tjokroaminoto atau yang biasanya juga dikenal sebagai Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional yang memberikan pengaruh besar dalam dinamika politik Indonesia. Beliau adalah tokoh yang memperoleh pengakuan nasional dan menjadi bapak dari pemimpin-pemimpin politik bangsa Indonesia berikutnya, baik dari kalangan Islam maupun nasional. H.O.S Tjokroaminoto meninggalkan jejak yang abadi dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Sebagai pelopor pergerakan Sarekat Islam (SI), ia tidak hanya memperjuangkan hak-hak ekonomi dan politis rakyat Indonesia tetapi juga mempromosikan nilai-nilai Islam dan persatuan bangsa. Melalui organisasi Sarekat Dagang Islam yang kemudian bertransformasi menjadi Sarekat Islam, ia menciptakan platform yang luas untuk mempertanyakan dominasi penjajahan dan memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia.  H.O.S Tjokroaminoto  juga dikenal sebagai "Guru Bangsa," karena banyak tokoh nasional seperti Soekarno, Muso, Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka, dan Kartosuwiryo yang pernah berguru padanya. Â
Pembahasan
Biografi H.O.S. Tjokroaminoto
    Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau biasa dikenal dengan sebutan H.O.S. Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Tjokroaminoto lahir pada 16 Agustus 1886 di Desa Bakur, Madiun Jawa Timur. Beliau merupakan anak kedua dari dua belas saudara. Tjokroaminoto memiliki latar belakang keluarga yang cukup kuat dalam bidang administratif, ayahnya bernama Raden Mas Tjokroamiseno menjabat sebagai Wedana Distrik Kleco (pejabat lokal), Madiun. Sedangkan, kakeknya bernama Raden Mas Tjokronegoro merupakan seorang Bupati di Ponorogo. Semasa kecilnya, Tjokroaminoto memiliki ketertarikan pada kesenian Jawa, seperti wayang, gamelan, dan tarian-tarian Jawa. Tjokroaminoto berhasil menyelesaikan sekolah rakyatnya, Ia kemudian dipindah ke daerah Magelang untuk meneruskan pendidikannya di Opleidingsschool Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). OSVIA pada masa itu merupakan sekolah bagi pribumi, namun sebagian besar siswanya berasal dari golongan priyayi maupun saudagar. Tjokroaminoto menempuh pendidikan selama 5 tahun di OSVIA dan lulus pada tahun 1902. Sebelum itu ia sempat beberapa kali pindah sekolah dikarenakan tabiatnya yang nakal.
    Pada tahun 1903, Tjokroaminoto memilih profesi yang relevan dengan pendidikannya yaitu sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi. Profesi ini ditekuni oleh Tjokroaminoto selama 3 tahun, ia merasa tidak nyaman dengan tradisi birokrasi pada masa itu seperti harus jongkok dan menundukkan kepala ketika bertemu dengan atasan yang dianggapnya terkesan seperti menyembah. Setelah memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi, beliau  memutuskan untuk pindah ke Surabaya. Di Surabaya, Tjokroaminoto bekerja sebagai pegawai administrasi di perusahaan swasta dalam bidang perdagangan bernama firma Koyo & Co. Selain bekerja dalam bidang administrasi, pada malam harinya Tjokroaminoto juga mengikuti kursus mesin di Burgerlijke Advendschool Afdeeling Werktuigkundige.
    Saat menjalani kehidupan di Surabaya, Tjokroaminoto tinggal di sebuah rumah di perkampungan padat penduduk yang tidak jauh dari sungai. Ia bersama istri dan keempat anaknya (Oetari, Oetarjo Anwar, Harsono, dan Sujud Ahmad) tinggal di bagian depan, sedangkan bagian belakangnya disewakan sebagai kos. Kos inilah yang juga ditempati oleh tokoh-tokoh pergerakan Indonesia seperti Soekarno, Alimin, Muso, Kartosoewirjo, dan lainnya. Pada tahun 1907 hingga 1912, Tjokroaminoto mendapatkan pekerjaan di pabrik gula. Di sela-sela kesibukannya, Tjokroaminoto masih sempat menulis sebuah artikel di Bintang Surabaya. Ia kemudian pindah bekerja dibidang konsultasi teknik, belum genap setahun bekerja disana Tjokroaminoto dimintai bergabung menjadi pemimpin Sarekat Dagang Islam di wilayah Surabaya.Â
    Sarekat Dagang Islam berkembang pesat yang dulunya bertujuan untuk mematahkan perdagangan yang dikuasai oleh orang Cina kini menjadi organisasi yang tidak hanya bergerak di bidang perdagangan namun juga di bidang politik dan dakwah. Pada tanggal 10 September 1912, kata "dagang" dihapus sehingga menjadi Sarekat Islam. Perubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam dilakukan oleh H.O.S. Tjokroaminoto pada untuk memperluas keanggotaan organisasi, sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang Muslim, tetapi terbuka untuk semua umat Islam di Indonesia. Pada tahun 1916, nama Sarekat Islam berubah menjadi Central Sarekat Islam (CSI). Perubahan ini bertujuan untuk mengorganisir gerakan secara lebih terpusat dan terstruktur, serta untuk memperkuat posisi organisasi dalam menghadapi tantangan politik dan sosial pada masa kolonial. Dibawah kepemimpinan Tjokroaminoto CSI melontarkan pernyataan politiknya (non kooperatif) kepada pihak kolonial.Â
    Di awal tahun 1918, Tjokroaminoto membentuk tentara Kanjeng Nabi Muhammad. Di tahun yang sama tepatnya pada bulan Mei, Tjokroaminoto ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. Pada tahun 1920, Sarekat Islam menghadapi tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal datang dari perpecahan ideologis di dalam tubuh SI, terutama antara kelompok yang mendukung pendekatan moderat dan kelompok yang lebih radikal. Tjokroaminoto berusaha menjaga keseimbangan antara kedua kelompok ini untuk mempertahankan persatuan organisasi. Pada tahun 1921, Tjokroaminoto menghadapi tekanan dari pemerintah kolonial Belanda yang khawatir dengan pengaruh besar SI. Pemerintah kolonial melakukan berbagai upaya untuk melemahkan SI, termasuk penangkapan dan pengawasan ketat terhadap para pemimpin SI. Pada tahun ini tepatnya pada bulan agustus, Tjokroaminoto dijebloskan ke dalam jeruji besi. Tjokroaminoto dituduh terlibat dalam kerusuhan yang dilakukan oleh Afdeeling B. Di tahun ini pula istri tercintanya yang bernama Soeharsikin meninggal dunia.Â