Mohon tunggu...
Bahrul Ulum
Bahrul Ulum Mohon Tunggu... Lainnya - 🐣

𝘽𝙚 𝘽𝙚𝙩𝙩𝙚𝙧, 𝙎𝙤𝙤𝙣🌻

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Persamaan Bung Karno dan Joko Widodo

24 Januari 2021   17:23 Diperbarui: 24 Januari 2021   17:58 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Identitas Buku:

Judul Buku                  :Bung Karno dan Jokowi(Pemimpin Kembar Beda Zaman)

Penulis                         :Eddi Elison.

Penerbit                       :Imania

Kota Diterbitkan      :Tangerang Selatan

Cetakan                        :Pertaman, Desember 2018

Tebal Buku                 :150 Halaman

ISBN                              :978-602-7926-5-5

Eddi Elison, penulis senior yang merasakan langsung kepemimpinan tujuh Presiden Republik Indonesia dan berinteraksi dengan mereka semua, Melihat dan merasakan fenomena pengulangan ini dalam sosok Soekarno dan Joko Widodo(Jokowi). Presiden pertama dan ketujuh Indonesia ini di lihatnya punya banyak kemiripan; mulai dari latar belakang keluarga, perilaku, gaya hidup, prinsip, visi, dan gaya kepemimpinan. Hanya saja penerapannya sedikit berbeda, sebab Bung Karno dan Jokowi hidup di dua masa yang iklim social, politik, ekonominya jauh berbeda. Kemiripan-kemiripan itu disajikan dengan tulisan bergaya ringan, tapi dikompliti dengan data dan observasi empiris. Seolah kita diajak melihat ada 'dua pemimpin kembar' yang mengemban tanggung jawab di zaman yang berbeda.

Buku ini membahas tentang biografi kemiripan tentang kepemimpinan mereka di mulai dari Ir. Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno yang lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo bekerja sebagai guru dengan Ida Ayu Nyoman Rai seorang bangsawan Bali di kasta Brahmana. Raden Soekemi bertemu dengan Ida Ayu ketika dia mengajar di Sekolah Dasar Pribumi Singaraja, Bali. 

Soekarno hanya menghabiskan sedikit masa kecilnya dengan orangtuanya hingga akhirnya dia tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur sementara itu, Joko Widodo dilantik menjadi Presiden ke-7 RI pada usia 53 tahun. Tidak ada yang menyangka sosok sederhana seperti Joko Widodo ini bakal menduduki pucuk kepemimpinan tertinggi di Indonesia sebagai presiden Indonesia ketujuh. Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961, dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Joko Widodo adalah anak pertama dari empat bersaudara. Joko Widodo dibesarkan dari keluarga sederhana bahkan dia mengalami beberapa kali pindah rumah karena tempat tinggalnya digusur.

Bung Karno dan Joko Widodo adalah penyayang binatang. Lihatlah ratusan Rusa yang saat ini beranak-pinak di lapangan rumput Istana Bogor. Rusa-rusa tersebut adalah peninggalan Bung Karno mungkin satu-satunya presiden di dunia ini yang dekat dengan berbagai jenis hewan. Dia tidak suka pada siapapun yang menyiksa binatang. Bagi Bung Karno, memelihara binatang sama artinya dengan penyiksaan karena membatasi kebebasan si hewan. 

Burung yang dipelihara para pengawal di kompleks Istana selalu kena razia Bung Karno agar dilepaskan kembali ke alam bebas. Semua pengawal dan staf Istana dilarang memelihara burung. Masyarakat maluku pernah dengan bangga memberi hadiah burung Nuri berbulu indah untuk Bung Karno tetapi, begitu burung itu diterima Bung Karno langsung melepaskannya dan ia terbang bebas.Menyayangi binatang ternyata juga jadi kesenangan Jokiwi. 

Pola sayang binatang ala Joko Widodo termasuk unik. Kalau Bung Karno memelihara Rusa, Joko Widodo memelihara Biri-biri di Istana Bogor. Ia selalu mengelus-elus Biri-birinya setiap ada waktu luang. Biri-biri itu dari waktu ke waktu semakin berkembang biak. Hewan unik lainnya yang di pelihara Joko Widodo adalah Kecebong atau Berudu. Menurut putra bungsu Joko Widodo yaitu Kaesang Pangarep: "Ya, enggak tahu. Tapi mungkin saja bapak senang melihat keunikan anak-anak katak itu berenang, apalagi bentuknyakan lucu-lucu. Sama-sama menyayangi binatang merupakan suatu persamaan antara Bung Karno dan Joko Widodo bukan karena ingin meniru tetapi semata-mata karena mereka berdua memang sama-sama memiliki 'Perikehewanan'

Bagi Bung Karno anak-anak adalah pelipur lara saat ia dirundung murung. Hal ini tampak ketika Bung Karno bersama petinggi negara lainnya seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, H. Agus Salim, Ali Sastroamidjojo, Moh. Roem, Assaat, Suryadarma, dan Pringgodigdo di asingkan oleh Belanda. Pengasingan itu bertempat di pulau Bangka pada tahun 1948. Setelah Agresi Militer Belanda berhasil menduduki Yogyakarta tokoh-tokoh itu ditempatkan di rumah peristirahatan di pegunungan Menumbing kecamatan Mentok pulau Bangka. Bung Karno, Ali, Agus Salim, dan Roem ditempatkan di Pesanggrahan milik sebuah perusahaan Timah sementara dengan Bung Hatta dan lainnya di sebuah rumah di puncak Menumbing. 

Penjagaan militer Belanda sangat kuat di saat-saat itulah Bung Karno selalu berusaha menemui anak-anak kampung setempat untuk diajak bercanda dan bergurau. Karena aktivitasnya hanya bersama anak-anak Bung Karno tidak di curigai apalagi dia hanya bernyanyi atau bercanda. Setiap memperingati ulang tahunnya tanggal 6 Juni Bung Karno mengundang anak-anak ke Istana Merdeka dia sendiri yang memimpin barisan anak-anak di lapangan antara Istana Merdeka dan Istana Negara sambil bernyanyi Hallo-hallo Bandung atau Sorak-sorak Bergembira. 

Sama seperti Presiden Soekarno, Presiden Joko Widodo juga selalu mengumpulkan anak-anak di Istana Merdeka. Pada saat memperingati hari Anak Nasional pada 20 Juli 2018 sekitar 300 anak meramaikan Istana. Jokowi menyanyi dan bersuka ria sambil berdendang bersama anak-anak itu. Pak presiden juga mempertemukan anak-anak dengan mantan penyanyi cilik seperti Chicha Koeswoyo, Dina Mariana, Diana Papilaya dan Ira Maya Sopha yang sudah jadi ibu-ibu. Dengan para mantan penyanyi cilik itu Jokowi mendendangkan beberapa lagu anak-anak. Jokowi masih ingat lagu Oh Ibuku atau Hatiku Pilu yang dinyanyikan Dina Mariana saat ia masih anak-anak. Betapa senangnya anak-anak bernyanyi berdendang dan bercanda dengan Presiden Joko Widodo.

Soal makan, Bung Karno sulit diimbangi. Hobi makanannya termasuk kelas berat. Tetapi, jangan bikin makanan yang biasa disantapnya adalah makanan serba mahal. Tidak juga makanannya serba kampung. Banyak jenisnya memang, tetapi tetap saja makanan wong ndeso. Cara makanannya juga seperti kebiasaan orang desa. Langsung muluk pakai tangan jarang pakai sendok garpu. Makanan yang jarang absen adalah sayur Lodeh, bumbu Pecel, Pecel Lele, sayur Daun Singkong dan Tempe yang diolah jadi beragam menu.

 Bu Tjitro pengasuh Megawati di masa anak-anak juga berperan sebagai chef masakan yang disukai Bung Karno dan diminati oleh putra-putri presiden. Pengaruh nasionalisme ala Bung Karno banyak bersinambung ke Joko Widodo makanan kampuu kembali meramaikan dapur Istana Merdeka Atau Bogor. Setelah 46 tahun lamanya menghilang sejak menjabat Walikota Solo selama 7 tahun dan Gubernur DKI selama 2 tahun sampai menjadi Presiden Joko Widodo tidak mengubah menu makannya sehari-harinya. 

Semasa mengomandani Solo ia dan keluarga biasa mendatangi warung sate Bu Bejo di Loji Wetan untuk bersantap Sate Buntel minuman kesukaannya adalah Dawet Telasih karya Bu dermi, yang warungnya ada di Handonagoro. Kedua warung itu menjadi tempat Joko Widodo menyelesaikan lapar dan dahaganya. Joko Widodo makan langsung dengan tangan apalagi jika makan bersama keluarga makanan yang terhidang adalah menun khas Indonesia. Koki pribadinya adalah Tri Supriharjo bisa dengan mudah memasak makanan kesenangan Joko Widodo yang setiap harinya silih berganti tapi intinya tetap menu kampung.

Didalam buku ini kita dapat mencontoh sikap dari Bung Karno dan Joko Widodo yang sangat menginspirasi yaitu sikap mereka yang sederhana, penyayang hewan dan anak-anak. Kelebihan buku ini yaitu banyak terdapat nilai-nilai kehidupan yang dapat kita ambil dari buku ini buku ini dapat dibaca oleh pembaca dari semua kalangan, pesan yang disampaikan sangat jelas. Penggunaan bahasa asing dan jawa yang tidak di artikan di dalam buku ini juga menjadi salah satu kelemahan. Tentunya hal ini membuat para pembaca mengalami kesulitan ketika membaca terlebih saat memaknai arti dari bahasa asing dan jawa tersebut.

Pereview:

Nama                                  :Bahrul Ulum

Mahasiswa                       :Universitas Muhammadiyah Malang

Fakultas                            :Ilmu Kesehatan

Prodi                                   :S1 Farmasi

Dosen Pembimbing     :Dr. Daroe Iswatiningsih, M.Si

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun