Mohon tunggu...
Diahningtias Windayani
Diahningtias Windayani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Yogyakarta kota kenangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hatiku Masih Utuh Untukmu

10 Mei 2013   23:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:46 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dadaku terasa sesak dan sakit, butiran air mataku menetes membasahi pipiku. Tak sengaja aku mencuri baca diary sahabatku Erin. Dia tertidur begitu damai dengan mendekap buku diary di dadanya, tampak ada sisa air mata di sudut matanya. Aku mengambilnya dan kuletakkan di atas meja, sebuah foto tiba-tiba jatuh dari dalam diary, kupungut dan ternyata itu foto Heru kekasihku. Aku terheran-heran, mengapa ada foto Heru di dalam diarynya, sebenarnya aku enggan untuk membaca diary Erin karena itu sangat pribadi, akupenasaran kemudian membacanya. Dalam diarynya dia ungkapkan semua perasaannya bahwa Erin sangat mencintai Heru. Betapa Erin sakit hati saat Heru memilih aku , karena dia lebih mencintai persahabatan maka ditekannya perasaan sakit itu.

Aku pandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang mancung bertengger indah kembang kempis. Tak kusangka Erin juga mencintai Heru. Aku bisa memahami perasaan Erin betapa sakitnya sahabatku itu bila harus melihatku dan Heru jalan bersama. Tak kusangka kami punya perasaan yang sama. Kukira dia sangat mendukungku ketika kuceritakan kalau aku jadian sama Heru.

Aku ke rumah Erin sengaja tidak memberitahu dirinya, maksudku membuat kejutan untuknya. Hari ini Erin ulang tahun. Aku membawa kado yang kubungkus dengan kertas kado yang kuhias begitu indah, kadoku sebuah dress ungu muda yang sangat diimpi-impikannya. Aku tahu Erin sangat ingin memiliki dress ungu muda itu, setiap ke mall bersamaku dress itu lah yang selalu ditimang-timangnya, tapi dia belum punya uang, harganya sekitar dua ratusan sekian, Erin membelinya nunggu ada diskon 50%. Mumpung dia ulang tahun, aku memberikan dress itu sebagai kado special untuk sahabatku itu. Dengan air mata yang masih membasahi pipiku, kuletakkan kado itu di sebelahnya, kucium lembut pipinya dan kuucapkan “Selamat ulang tahun sahabatku”. Perlahan aku keluar dari kamarnya dan kututup pintunya, aku pun pulang setelah berpamitan dengan pembantunya.

****

Bakso yang masih mengepul dihadapanku hanya kuaduk-aduk tanpa kusentuh, rasanya kurang berselera untuk menyantapnya. Heru menatapku heran. Betapa tidak, biasanya aku paling gemar makan bakso, kali ini hanya kubiarkan begitu saja tidak segera menyantapnya. Lidahku keluh untuk mengatakan pada Heru. Aku ingin mengakhiri hubunganku demi sahabatku. Aku tak ingin melihat sahabatku terluka. Aku lebih memilih persahabatanyang sudah terjalin semenjak masih SD. Sebenarnya aku juga berat harus mengakhiri hubungan dengan Heru , aku yakin Heru pasti protes dengan keputusanku.

“Kamu ada masalah, Vika?” tanya Heru seraya menikmati bakso.

Aku menatapnya sejenak kemudian menganguk lesu tak bergairah. Bakso di depanku kubiarkan dingin

“Masalah apa, Vika? Makan dulu dong, ntar keburu dingin, tidak enak! Biasanya langsung ludes, la kok sekarang cuma diaduk-aduk” ujar Heru seraya menatapku penuh perhatian.

“Aku ingin putus!” kataku mantap. Glek...Heru tersedak dan terbatuk-batuk, diraihnya es jeruknya dan diminumnya separuh.

“Putus? Apa salahku, Vika?” tanyanya heran.

“Erin, sahabatku, ternyata dia juga mencintai kamu” kataku lirih. Heru tertawa

“Ngawur kamu! Dari dulu kita kan bertiga berteman akrab, tidak mungkin lah Erin mencintai aku!”

“Aku baca diarynya,Her! makanya aku tahu kalau dia mencintai kamu, maafkan aku,bila aku lebih memilih persahabatanku.......”

“Vika, itu tidak adil!” potong Heru cepat. Dia tidak suka dengan keputusanku. Aku menatapnya sendu, aku mencoba untuk tidak menangis. Hatiku sebenarnya juga berat berpisah dengan Heru. Aku menyayanginya begitu tulus. Namun, sahabatku juga sayang kepadanya. Aku tak ingin ada orang yang tersakiti karena hubunganku dengan Heru.

“Aku tak ingin persahabatan kami hancur, Her! Kamu tahu nggak, akhir-akhir ini dia sering menghindari aku, kami sudah tidak pernah jalan bareng lagi sejak aku pacaran denganmu, bahkan ulang tahunnya saja, dia tidak ngajak aku untuk merayakannya, padahal tiap tahun, kami selalu merayakan bersama” keluhku sendu.

“Kamu dan Erin akan baik-baik saja, persahabatan kalian akan tetap seperti semula, yakinlah!”

“Pokoknya kita putus! Aku mengajak ketemu di sini karena aku ingin membicarakan hal ini, Her!” kataku putus asa. Sebenarnya aku juga tidak yakin dengan keputusanku ini. Hatiku serasa hancur mengatakan kata putus pada Heru. Aku bingung, jiwaku melayang. Aku tak ingin sahabatku tersakiti.

“Aku sangat mencintaimu, Vika! Janganlah kau tinggalkan aku” seru Heru memohon seraya menggenggam tanganku.

Aku mulai tak dapat menguasai perasaanku. Aku terisak lirih. Kulepaskan tangan Heru yang menggegam tanganku erat.

“Vika, aku tahu, sebenarnya kau pasti berat memutuskan hal ini, aku tahu, kau juga sangat sayang kepadaku. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja dan persahabatanmu dengan Erin akan kembali seperti semula” Kata Heru

“Erin mencintaimu, Heru!” seruku diantara isakku.

“Itu haknya, Vika!” hardik Heru seru “Aku sudah memutuskan untuk memilih kamu karena aku mencintaimu”

“Aku tak ingin bahagia diantara penderitaan orang lain! Mulai hari ini jauhi aku, Heru!” kataku tanpa memandang Heru yang sedang menatapku tajam.

“Selamat malam!” ujarku lirih, seraya beranjak dari tempat dudukku dan keluar dari warung bakso diikuti tatapan sendu Heru yang masih diam termangu dengan keputusanku yang begitu mendadak. Aku berjalan dengan sekeping hati yang hancur, aku berusaha untuk tidak menoleh kebelakang, karena aku pasti tidak akan kuat meninggalkannya seorang diri dan hancurlah semua kekuatan yang telah kubangun untuk berpisah dengannya walau hatiku berkeping-keping.

*****

Aku masih tergolek di tempat tidur dengan kepala yang berdenyut-denyut, sakit rasanya semalaman menangis terus. Mataku sembab, jiwaku letih, dan tubuhku rapuh. Ternyata berat berpisah dengan orang yang disayangi. Kuraih hpku, rupanya ada beberapa panggilan masuk dan beberapa sms, ternyata dari Heru. Satu persatu sms-nya kubaca, aku menangis lagi. Heru masih memohon kepadaku untuk menarik kembali keputusanku.

Berhari-hari aku masih merasakan kesedihan ini, aku merasa kehilangan. Tidak ada semangat dalam hari-hari sepiku. Aku hanya melamun dan melamun. Air mataku selalu membasahi pipiku setiap aku mengingat Heru. Aku bingung, benarkah keputusanku ini? Semuanya hanya demi persahabatan. Sahabatku mencintai kekasihku. Aku tak ingin dia terluka. Biarlah kami sama-sama terluka dan biarlah diantara kami tidak ada yang memiliki Heru.

Aku sms Erin dan kukatakan kepadanya kalau aku putus dengan Heru. Erin terkejut dan bertanya dengan keheranan karena Erin sebenarnya tahu kalau aku sangat mencintai Heru. Aku berdusta kepadanya dan kukatakan kalau tidak ada kecocokan diantara kita. Erin percaya dengan keteranganku. Meski hatiku hancur dan jiwaku rapuh, aku merasa bahagia, hubungan persahabatan kami menghangat kembali. Kami saling curhat, pergi bersama, dan kadang Erin menginap di rumahku atau pun sebaliknya. Namun, di sudut hati kecilku, aku tetap merasakan kepedihanku akibat perpisahan dengan Heru.

Ada yang hilang dari sudut hatiku. Aku semakin jauh dengan Heru. Bila kami berpapasan di kampus, kami hanya saling pandang kemudian berlalu begitu saja bagai orang yang tak pernah kenal. Ingin rasanya aku berlari mengejarnya , kemudian memeluk erat dirinya dan kukatakan kepadanya kalau aku masih mencintainya.

Yang lebih menyakitkan dia kini mulai dekat dengan Tiara,Tanti, Agatha, Novi, Rahma dan yang lainnya. Sakit rasanya bila melihat mereka di kantin saling bercanda. Rupanya Heru sudah bisa melupakan aku. Ya...sudahlah! Memang ini keputusanku, dia tidak bersalah. Aku lebih mengutamakan persahabatan daripada memperjuangkan cintaku. Aku terlalu sayang pada Erin, sampai-sampai aku tak ingin dia tersakiti karena hubunganku dengan Heru.

Heru, seandainya kau tahu, cintaku kepadamu sampai saat ini masih tersimpan rapi di relung hatiku yang paling dalam. Aku tidak bisa melupakanmu. Kini aku dan Heru semakin lama semakin jauh walau aku masih tetap merindukannya, merindukan senyumnya yang selalu membuatku damai, aku juga merindukan canda tawanya yang selalu membuatku tergelak-gelak. Hidupku serasa semakin sunyi. Persahabatanku utuh, namun hatiku hancur.Aku merasa lelah untuk menanggung rindu yang membahana tanpa ada penyelesaiaannya. Aku memang salah. Aku sokpahlawan! Padahal hatiku merana.

Kabar yang aku dengar, Heru membina hubungan tanpa status dengan teman-teman wanitanya, hampir semua teman wanitanya pernah diajaknya jalan, bagaikan piala bergilir. Dia kelihatan merasa bangga berada diantara para wanita yang mengelilinginya. Bila bertemu denganku secara tak sengaja di kantin atau di koridor kampus, dengan terang-terangan dia memamerkan kemesraannya. Rasanya hatiku sakit sekali. Pedih sekali melihat Heru menjadi seperti itu. Heru tidak seperti yang aku kira, ternyata dia sama dengan laki-laki pada umumnya, suka berganti-ganti pacar dan suka dikelilingi wanita.

Aku muak melihatnya. Jiwaku tergoncang karena apa yang aku kira selama ini tidak seperti kenyataannya. Aku semakin merana. Heru yang dulu kukenal telah hilang. Heru yang dulu selalu sopan, ramah, dan pendiam namun baik hati kini telah tiada. Yang ada, Heru yang suka dikelilingi para wanita.

Erin tahu kesedihanku, dia selalu menghiburku. Erin juga tahu aku sebenarnya masih mencintai Heru. Erin menyarankan agar aku melupakan Heru karena tak pantas masih mencintaipria seperti itu. Rasa cinta Erin pada Heru kulihat semakin berkurang karena perubahan sikap Heru. Tapi, aku tidak, meski Heru berubah seperti itu, aku masih mencintainya. Itu yang membuatku berat. Aku seolah berdiri diantara dua sisi, antara ingin membencinya dan mencintainya.

*****

Aku sengaja menyibukkan diri dengan belajar dan belajar tanpa kenal lelah. Aku mulai rajin menulis, baik fiksi maupun nonfiksi. Ada beberapa karyaku yang sudah berhasil dimuat di surat kabar. Aku senang sekali, sehingga semakin membuatku semangat untuk terus menulis demi melupakan cintaku pada Heru. Tujuanku cuma satu agar bayangan Heru tidak melintas dalam benakku.

Hari ini seusai pulang kuliah, aku merasa sangat lelah. Kepalaku berdenyut-denyut bagai ada paku yang menusuk-nusuk di sana. Seluruh tubuh dan persendianku terasa nyeri. Aku meringis kesakitan. Sambil menekan-nekan pelipis, aku melangkah dengan gontai menuju halaman parkir. Dengan sekuat tenaga yang masih tersisa aku memacu motorku menuju pulang ke rumah. Kepalaku dari detik ke detik semakin menyiksaku.

Sesampainya di rumah, aku bergegas menuju kamar untuk mencari obat pereda nyeri kepala. Sesudah obat kuminum, akuberanjak tidur. Tubuhku demam, aku menggigil kedinginan, kepalaku semakin berdenyut-denyut, sakit. Perutku terasa melilit dan mual. Aku tak tahan.

Tertatih-tatih aku keluar dari kamar mencari ibuku, aku ingin dibawa ke dokter. Sekuat tenaga aku melangkah dengan terhuyung-huyung. Tepat di depan ibuku yang sedang menonton televisi, tiba-tiba tulang-tulangku seperti hilang terampas dari tubuh. Aku terjatuh. Sakit di tubuhku terus menjalar. Pada detik-detik berikutnya, mataku berkunang-kunang. Sebelum akhirnya pandanganku semakin gelap.

Perlahan-lahan aku membuka mata. Cahaya putih seakan menerpa mata. Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Langit-langit kamar berwarna putih yang pertama menyambutku. Di manakah aku berada, tampak bukan seperti tembok kamarku yang berwarna pink, semuanya serba putih. Apakah ini di rumah sakit? Aku menoleh dan menemukan Heru di sisi ranjang. Wajahnya terlihat khawatir. Saat tatapan kami beradu, dia tersenyum manis kepadaku seketika hilang rasa kekhawatiran yang ada di wajahnya.

“Kamu sudah sadar, Vika! Syukurlah!” seru Heru girang seraya meraih tanganku yang terlepas dari infus. Aku menatapnya, Heru aku mencintaimu bisik batinku.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan mencari ibuku, tidak ada ibuku di sini. Berarti di sini hanya kami berdua, aku dan Heru.

“Mana ibuku?” tanyaku

“Ibumu tadi kusuruh pulang, kasihan beliau, semalaman tidak tidur menjaga kamu” ujar Heru seraya membetulkan selimukut yang tersibak.

“Kok bisa tahu aku di sini?” tanyaku parau

“Erin mengabarkan kepadaku kalau kau masuk rumah sakit. Erin juga semalaman menjaga kamu bersama ibumu. Aku khawatir mereka sakit juga, maka kusuruh pulang”

“Aku sakit apa?”

“Ada gejala DB dan tifus”

Kami saling diam. Ada kerinduan yang menyeruak di dasar hatiku, tapi bila aku mengingat sikap Heru akhir-akhir ini timbul rasa perih dalam luka batinku. Aku terjebak dengan perasaanku sendiri, aku berada diantara benci dan rindu. Betapa aku ingin memeluk Heru dan meluapkan rasa rindu yang mendera ini. Meluapkan rindu yang telah membeku.

“Kamu terlalu memforsir diri, Vika! Makanya kondisimu drop” ujar Heru lagi

Heru benar, aku terlalu memforsir tenaga demi untuk melenyapkan bayangan Heru, supaya aku bisa melupakannya, akibatnya tubuhku drop sehingga begitu mudahnya virus melemahkan diriku.

“Istirahatlah, aku akan menungguimu!” Ujar Heru lembut seraya membelai rambutku. Kutepiskan tangannya. Aku tak ingin ada kedekatan seperti ini.

“Jangan lakukan itu, kita sudah tidak......”

“Vika, berhenti membohongi dirimu, aku tahu, kau tak mampu melupakan aku, kau menyibukkan diri dengan tujuan supaya bisa melupakanku, nyatanya tubuhmu yang nggak kuat” tutur Heru

Aku memalingkan muka, aku tak ingin dia semakin mendalami isi hatiku dan tahu kelemahanku bahwa aku memang tak bisa melupakan dirinya.

“Semua kau lakukan hanya demi Erin, tapi sebenarnya kau tersiksa dengan keputusanmu. Kamu hanya memikirkan perasaan Erin tanpa mempedulikan perasaanmu. Padahal Erin sebenarnya ikhlas kau bersama aku, Erin yang mengatakan itu sendiri kepadaku tadi” Ujar Heru lembut.

“Dia sahabatku dan dia terluka” kataku lemah

“Waktu yang akan menyembuhkan luka di hati Erin, kalau kamu bisa berkorban untuknya, Erin pasti juga mau berkorban untukmu. Aku yakin, persahabatanmu dengan Erin tidak akan bermasalah”

“Bagaimana dengan cewek-cewekmu?” Tanyaku dengan agak bersungut-sungut.

“Kau cemburu, ya? Aku memang sengaja bersikap seperti itu, aku ingin memanas-manasi kamu, salah sendiri mengambil keputusan yang tidak masuk akal” Ujar Heru seraya menjentik ujung hidungku.

Wajahku merah padam, Heru tahu aku cemburu, kututupi wajahku dengan selimut. Heru berusaha membuka selimut yang menutupi wajahku, aku mempertahankan sehingga terjadi tarik menarik. Heru semakin bersemangat menggodaku. Selimut terbuka, kututup lagi, terbuka lagi, kututup lagi.

“Kau jahat, jahat....!” seruku seraya masih mempertahankan selimut dengan satu tangan.

“Salah sendiri memutus aku” seru Heru masih tetap membuka selimutku, akhirnya aku menyerah, selimutku tersibak. Heru memandangku lekat, dadaku bergemuruh ditatap seperti itu. Tiba-tiba Heru mendaratkan ciumannya dikeningku dan.....tiba-tiba pintu terbuka.

“Cie...cie yang sudah baikkan” Seru Erin girang. Erin datang bersama seorang cowok yang kemudian ku tahu bernama Dedy.

Wajahku memerah bagai kepiting direbus. Aku malu pada Erin dan Dedy temannya. Erin masih saja terus menggodaku sehingga aku semakin salah tingkah. Kemudian Erin membisikkan sesuatu kepadaku, ternyata dia baru jadian sama Dedy. Aku tersenyum bahagia. Hatiku lega, dengan begitu sekarang sudah tidak ada aral melintang yang menghalangi hubunganku dengan Heru.

“Cepat sembuh, lanjutkan kisah cintamu yang sempat tertunda” canda Erin lagi.

Aku tertawa seraya memandang Heru, demikian Heru dia tertawa lega. Heru kemudian menggenggam erat tanganku yang tidak terpasang slang infus. Heru , hatiku masih utuh untukmu, bisikku dalam hati.

Selesai

Minomartani, 10 Mei 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun