Di sebuah kantor startup yang sedang berkembang, ada seorang karyawan bernama Nathan. Ia terkenal di kalangan rekan kerjanya sebagai sosok yang religius, selalu sopan, dan sering berbicara tentang pentingnya integritas. Di depan atasan, ia selalu menunjukkan sikap penuh dedikasi.
Namun, sebenarnya Nathan hanyalah seorang aktor ulung. Ia tahu bagaimana memainkan perannya di hadapan orang lain. Saat rekan-rekannya sibuk bekerja, Nathan diam-diam menghindar dari tanggung jawab, lalu mengaku sudah menyelesaikan pekerjaan. Di balik layar, ia kerap mengambil ide orang lain lalu mengakuinya sebagai miliknya.
Suatu hari, tim mereka sedang menyiapkan proyek besar untuk presentasi di depan investor. Maya, salah satu rekan kerja Nathan, bekerja keras menyiapkan konsep kreatif yang inovatif. Namun, ketika hari presentasi tiba, Nathan dengan percaya diri maju ke depan dan menyampaikan ide itu seolah-olah ia yang merancang semuanya.
"Luar biasa, Nathan. Ide ini segar sekali. Kamu benar-benar berbakat," puji sang direktur.
Nathan hanya tersenyum angkuh. Maya yang duduk di kursi belakang merasa kecewa, tapi ia memilih diam.
---
Beberapa hari kemudian, Maya memutuskan untuk berbicara.
"Nathan, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Maya saat mereka berdua di pantry.
"Tentu, ada apa?" jawab Nathan sambil menyeruput kopinya.
"Itu ide presentasi... sebenarnya aku yang membuatnya, kan? Kenapa kamu nggak menyebutkan namaku di depan investor?" Maya menatap matanya dengan serius.
Nathan tersenyum tipis. "Ah, Maya, kamu salah paham. Aku hanya merapikan idemu biar terlihat lebih matang. Lagipula, kan kita satu tim. Jadi wajar dong kalau aku yang mewakili."