Mohon tunggu...
Angelina Sharen
Angelina Sharen Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mewujudkan Etika Politik Pancasila dalam Trias Politica: Tantangan dan Harapan

8 Juni 2025   16:48 Diperbarui: 8 Juni 2025   16:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak hanya menjadi simbol identitas bangsa, tetapi juga menjadi landasan etika politik yang harus dijalankan oleh seluruh penyelenggara negara, khususnya dalam tiga pilar kekuasaan: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, jika kita melihat kondisi nyata saat ini, penerapan etika politik Pancasila masih jauh dari ideal dan penuh dengan berbagai pelanggaran yang mencederai nilai-nilai luhur bangsa.

 Kekuasaan Eksekutif: Antara Janji dan Realita

Divisi eksekutif sebagai ujung tombak pemerintahan seharusnya menjalankan prinsip-prinsip Pancasila, terutama sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan persatuan bangsa. Namun, di lapangan, masih banyak ditemukan kasus korupsi dan nepotisme yang menggerogoti kepercayaan publik. Contoh nyata adalah kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, seperti mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang dijatuhi hukuman karena korupsi dana bansos, yang sangat bertentangan dengan sila kelima Pancasila. Selain itu, praktik nepotisme dan abuse of power yang dilaporkan dalam berbagai kasus politik menunjukkan bahwa nilai keadilan dan kebijaksanaan dalam memimpin belum sepenuhnya dijalankan. Misalnya, tuduhan pelanggaran etika politik terhadap Presiden Joko Widodo terkait nepotisme dalam Pilpres 2024 memperlihatkan adanya penyalahgunaan kekuasaan yang bertentangan dengan sumpah jabatan dan tujuan negara.

Kekuasaan Legislatif: Etika dan Perilaku yang Masih Dipertanyakan

Lembaga legislatif yang berfungsi sebagai pembuat undang-undang dan pengawas pemerintah juga belum sepenuhnya mencerminkan etika politik Pancasila. Kasus-kasus seperti anggota legislatif yang bermain game saat sidang paripurna, atau insiden mematikan mikrofon anggota DPR saat rapat, menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap norma dan tata tertib yang seharusnya dijalankan berdasarkan sila keempat Pancasila tentang musyawarah untuk mufakat. Lebih jauh lagi, kasus korupsi yang melibatkan pimpinan DPR seperti Setya Novanto dalam kasus KTP Elektronik dan skandal "Papa minta saham" menodai citra legislatif sebagai lembaga yang harus menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Hal ini mengindikasikan degradasi nilai etika politik yang berakar pada penyalahgunaan kewenangan dan kepentingan pribadi.

Kekuasaan Yudikatif: Penegakan Hukum dan Keadilan yang Rentan

Yudikatif memiliki peran krusial dalam menegakkan hukum dan keadilan yang berlandaskan Pancasila. Namun, sejumlah kasus korupsi dan pelanggaran etik di kalangan hakim, termasuk hakim konstitusi Akil Mochtar yang terlibat dalam kasus suap sengketa pilkada, menunjukkan maraknya penyalahgunaan kewenangan yang merusak marwah lembaga peradilan. Kasus-kasus seperti ini mengindikasikan bahwa prinsip keadilan dan kemanusiaan yang adil dan beradab masih sulit diwujudkan secara konsisten. Selain itu, kurangnya independensi dan transparansi dalam proses peradilan menimbulkan keraguan publik terhadap keadilan yang ditegakkan, sehingga etika politik Pancasila dalam ranah yudikatif belum berjalan secara konkrit.

Faktor Penyebab dan Tantangan

Beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya penerapan etika politik Pancasila antara lain:

- Korupsi dan Nepotisme: Merupakan pelanggaran serius terhadap sila kelima dan keempat Pancasila, yang mengakibatkan ketidakadilan sosial dan hilangnya kepercayaan masyarakat.

- Kurangnya Penegakan Hukum yang Tegas: Kasus-kasus pelanggaran etik dan hukum seringkali tidak diikuti dengan sanksi yang memadai, sehingga menciptakan budaya impunitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun