Mohon tunggu...
05_Fikri Martha Denawan
05_Fikri Martha Denawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiwa PKN STAN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tingwe, Solusi Legal di Saat Rokok Mahal

7 Februari 2024   21:08 Diperbarui: 7 Februari 2024   21:15 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia. Pernyataan ini didukung oleh laporan Statista Consumer Insights yang memprediksi akan terjadi kenaikan jumlah perokok di Indonesia pada tahun 2030, yaitu sebesar 123 juta orang dari sebelumnya 122 juta orang pada tahun 2021. Dalam informasi yang dibagikan melalui media sosial X (Twitter), World of Statistics melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Wakil Menteri Kesehatan Indonesia, Dante Saksono, mengungkapkan bahwa saat ini jumlah perokok aktif di Indonesia menjadi yang terbanyak ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan India. Jumlah perokok aktif yang banyak ini menyebabkan pembengkakan biaya terhadap penanganan penyakit yang disebabkan oleh rokok.

Atas eksternalitas negatif yang disebabkan oleh rokok, maka pemerintah mencipatakan suatu kebijakan untuk menerapkan pajak terhadap penjualan rokok dalam berbagai bentuk. Pajak tersebut biasa disebut cukai atau sin tax. Cukai seringkali disebut juga sebagai sin tax karena memajaki atas barang yang secara sosial membawa dosa atau dampak negatif ke orang lain. Tarif cukai diatur oleh pemerintah yang diperbarui secara berkala menyesuaikan kondisi terkini.

Kenaikan tarif cukai Hasil Tembakau (HT) tiap tahunnya, terutama di tengah Pandemi COVID-19 lalu, membuat para perokok dihadapkan dengan pilihan sulit. Dengan harga rokok yang semakin mahal, mereka harus memilih untuk berhenti merokok demi mengurangi pengeluaran atau tetap mempertahankan selera merokok mereka dengan risiko pengeluaran yang makin besar akibat harga rokok yang terus naik.

Tingwe, akronim dari ngelinting dhewe atau melinting sendiri, menjadi salah satu tren sekaligus alternatif bagi perokok dikala terus naiknya harga rokok dan tarif cukai. Tingwe merupakan kegiatan memproduksi rokok sendiri dengan cara membeli bahan baku berupa kertas rokok dan tembakau iris (TIS) yang kemudian akan dilinting sendiri untuk dikonsumsi. Di beberapa daerah seperti Kudus dan Pati, tingwe menjadi pengganti tetap rokok dimana toko-toko penjual tembakau iris menjamur di berbagai titik.

Dari kacamata perpajakan, tingwe sendiri sebenarnya dapat dikategorikan sebagai tindakan penghindaran pajak (tax evasion) dimana masyarakat berusaha menghindari pengenaan pajak secara keseluruhan atau memperkecil nilai pajak yang harus dibayarkan melalui tingwe dimana tindakan ini merupakan tindakan yang legal/ tidak melanggar aturan. Meskipun tidak melanggar aturan, tingwe menyebabkan adanya hidden action yang akan menimbulkan moral hazard bagi masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan tingwe akan mendorong masyarakat untuk mengonsumsi lebih banyak tembakau iris (TIS) daripada rokok pada umumnya yang menyebabkan penerimaan pajak menurun dari yang seharusnya diterima namun negara masih menanggung beban yang sama atas ekternalitas yang dihasilkan dari rokok, baik dari rokok tingwe maupun rokok biasa. Akibatnya, negara menanggung beban lebih besar atas eksternalitas rokok tersebut daripada masyarakat (masyarakat memiliki kurva lebih elastis daripada negara). Ketika beban atas eksternalitas lebih banyak ditanggung oleh negara, maka alokasi belanja negara untuk menutup eksternalitas akibat rokok akan lebih besar daripada yang seharusnya.

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan atas suatu negara baiknya mengatur lebih lanjut mengenai fenomena tingwe tersebut agar pajak cukai atas tembakau iris (TIS) dapat disesuaikan sehingga negara tidak mengeluarkan terlalu banyak dana untuk mengatasi eksternalitas atas konsumsi rokok. Kenaikan tarif cukai hendaknya selalu memperhatikan kondisi terkini dan fenomena yang terjadi di masyarakat untuk mewujudkan keadilan pajak baik horizontal equity maupun vertical equity.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun