Suasana kelas Pendidikan Agama Islam pagi itu terasa berbeda. Ustadz Ahmad menatap para siswa dengan penuh keseriusan. Di papan tulis tertulis kata "Munafik" dengan huruf besar.
"Anak-anak," ujar Ustadz Ahmad, "hari ini kita akan membahas tentang bahaya sifat munafik. Kalian tahu artinya?"
Dina mengangkat tangan, "Munafik itu orang yang berpura-pura, Ustadz. Di depan orang lain terlihat baik, tapi sebenarnya hatinya berbeda."
"Betul sekali," jawab Ustadz Ahmad. "Ciri-ciri orang munafik ada tiga: bila berbicara dusta, bila berjanji ingkar, dan bila diberi amanah berkhianat."
Zio yang duduk di pojok hanya menunduk. Kata-kata itu seperti mengetuk hatinya. Seminggu terakhir ia sering berbohong pada teman-temannya. Saat kerja kelompok, ia berkata sudah mengerjakan bagian tugasnya, padahal tidak. Ia juga berjanji pada sahabatnya, Nafil, untuk datang latihan futsal, tapi malah pergi main game di warnet.
Bel pulang sekolah berbunyi. Saat berjalan keluar, Nafil menghampirinya.
"Zii, kenapa kemarin nggak datang latihan? Padahal kamu janji, kan?" suara Nafil terdengar kecewa.
Zio tersenyum kaku. "Maaf, Fil. Aku... ada urusan keluarga."
Nafil menatapnya lekat-lekat. "Kamu nggak jujur ya? Aku lihat kamu di warnet."
Zio terdiam. Wajahnya memanas. Ia ingin membantah, tapi teringat ucapan ustadz tadi pagi: *'Bila berbicara dusta...'*
Nafil menghela napas. "Aku temanmu, Zii. Aku cuma nggak mau kamu terbiasa bohong. Hati-hati, itu ciri orang munafik."