Mohon tunggu...
Safrin Octora
Safrin Octora Mohon Tunggu... Dosen - Staf pengajar di salah satu perguruan tinggi di Medan. Berminat pada industri periklanan dan pemasaran,serta public speaking dan komunikasi

Staf pengajar di salah satu perguruan tinggi di Medan. Berminat pada industri periklanan dan pemasaran,serta public speaking.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hidup Sehat bagi Penderita Diabetes

25 Februari 2020   16:30 Diperbarui: 25 Februari 2020   16:35 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keesokan harinya hingga satu minggu ke depan saya izin untuk tidak masuk kerja, dan kembali berolah seperti biasa. Seminggu kemudian ketika saya harus cek ulang gula darah, angka gula darah turun drastic menjadi 155. Si dokter langsung mengklaim, bahwa saya terkena diabetes tipe 2.

Hari berikutnya saya kembali kerja seperti biasa. Namun prilaku berolahraga dan makan dengan standar yang telah ditentukan kembali menjadi terlupa Nasi bungkus yang porsinya cukup besar itu, seharusnya hanya separuhnya saya habiskan. Namun takut dianggap termasuk kelompok orang-orang yang tidak menghargai makanan dan mubazir, maka sebungkus penuh nasi itu saya habiskan sendiri.

Terjadilah yang terjadi. Gula darah saya kembali naik. Akhirnya saya harus "bed rest" di rumah sakit  selama 10 hari lamanya pada 2009. Tiap hari saya  disuntik insulin dengan kadar yang rendah. Sehingga ketika pulang saya disangui oleh dokter beberapa ampul insulin untuk disuntik setiap pagi, sekaligus untuk memudahkan saya ketika membeli ulang, karena mereknya terekat erat di bagian luar ampul tersebut.  

Rutinitas menyuntik insulin merupakan bagian dari dinamika saya setiap pagi. Pagi-pagi sebelum makan saya akan mengambil ampul obat diabetes. Lalu saya tusuk permukaannya dengan spit suntik. Pelan-pelan saya tarik  obat diabetes yang berbentuk cairan itu ke dalam spit suntik sebanyak  beberapa cc, sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan dokter yang merawat. Setelah itu saya membasahi kapas dengan alcohol lalu mengoleskan kapas tersebut di sekitar lingkar pusar. Lalu pelan-pelan saya menusuk spit itu pas diolesan alkohol. Jess, jarum suntik itupun masuk ke kulit. Tidak lama saya menekan bagian atas spit, yang bisa mendorong cairan di tube jarum suntik untuk masuk ke dalam tubuh saya.

Itu berlangsung cukup lama. Namun lama-lama saya bosan juga melakukan rutinitas seperti itu. Bukan apa-apa. Cairan insulin itu harganya mahal. Selain itu rutinitas menusuk bagian lingkar luar pusar itu, capek juga, selain rasa sakit yang timbul ketika itu dilakukan. Pelan-pelan saya meninggalkan rutinitas menyuntik lingkar luar pusar setiap dan menggantikannya dengan aktivitas olah raga. Hasilnya tidak mengecewakan. Ketergantungan dengan insulin itu saya ganti dengan aktivitas berolahraga dan mengurangi porsi makan dan asupan gula. Untuk waktu cukup lama, semua berjalan dengan baik. Asupan makanan saya jaga, plus olahraga teratur dan minum obat rutin, membuat gula darah saya terjaga.

Namun prilaku itu ternyata tidak berlangsung lama. Asupan makanan mulai mulai tidak terjaga. Awalnya mulai tambah sedikit sedikit, tapi akhirnya terlupa. Begitu juga dengan olahraga. Rutinitas berolahraga pelan pelan hilang, dengan sejuta alasan. Akibatnya angka gula darah saya pelan naik, meski minum obat tetap rutin.


Tahun 2012 kembali saya harus "bed rest" di rumah sakit. Awalnya di bagian kepala saya selalu mengalami sakit. Sakitnya sangat sakit sekali. Ketika sakit itu menyerang, tanpa disengaja saya menyatukan kedua kaki saya dan melipatnya hingga mendekati dada. Oleh dokter di rumah sakit itu yang ahli saraf, saya lalu ditanyakan hal hal yang berhubungan dengan riwayat penyakit yang pernah saya alami. 

Lalu si dokter berkesimpulan, gula darah saya naik, dan darah saya terhambat untuk berjalan ke arah otak akibat darah saya mengental akibat pengaruh gula. Meskipun demikian si dokter meminta saya untuk melakukan cek darah lengkap dari sebuah laboratorium swasta. Hasil laboratorium sesuai dengan asumsi si dokter. 

Mulailah saya kembali meminum obat-obat yang berperan untuk mengurangi gula darah. Alhamdulillah 10 hari lagi saya kembali menginap di rumah sakit tersebut. Untunglah asuransi kesehatan dari PT Askes (sekarang BPJS Kesehatan) sangat berperan. Saya dirawat di ruang VIP yang dibayar oleh PT. Askes.

Dua kali dirawat di rumah sakit meskipun dengan bayaran gratis melalui program asuransi, membuat saya jera. Sejak keluar dari rumah sakit yang kedua, saya bertekad untuk tidak lagi mau "bed rest" akibat penyakit diabetes. Mudah-mudahan tekad itu sampai hari ini tepatnya selama 8 (delapan) tahun lamanya, saya belum lagi kembali ke rumah sakit untuk "bed rest", karena diabetes. Semoga tekad ini terwujud.

Namun pengalaman dua kali masuk rumah sakit membuat saya berani membuat berani pernyataan Hidup Sehat dengan Diabetes. Artinya meski kita penderita diabetes, namun kita tetap bisa hidup sehat seperti orang yang bukan penderita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun