Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Rawan Bencana, Inilah Arti Penting Profesi Antropolog Ragawi

23 Desember 2018   13:22 Diperbarui: 23 Desember 2018   14:00 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bernada Rurit (kanan), dalam peluncuran buku

Indonesia ditakdirkan sebagai negara kaya dan subur. Namun di sisi lain, bumi pertiwi ini akrab dengan bencana alam karena berada pada garis ring of fire atau Cincin Api Pasifik. Bersama Selandia Baru dan Jepang, hampir seluruh daerah kita rawan terhadap gempa, tsunami, longsor, dan banjir.

Setelah gempa Lombok yang tahun ini tiga kali menggunjang, ada gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Kota Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018. Kemudian gempa juga terjadi di Sumba Timur dan Gunung Soputan di Sulawesi Utara meletus. Terakhir, Banten dan Lampung dihantam tsunami akibat erupsi Anak Gunung Krakatau, kemarin 22 Desember 2018.

Sebagai negara yang rawan bencana, menurut antropolog forensik Dr. Toetik Koesbardiati Indonesia dengan wilayah yang luas dan tersebar ditambah penduduknya 230 juta mestinya memiliki ahli antropologi ragawi yang cukup. Tetapi kita hanya memiliki ahli antropologi tidak lebih dari 10 orang.

Pada prinsipnya antropologi forensik adalah aplikasi dari bidang ilmu antropologi ragawi dan studi forensik (mediko-legal). Fokus kerja utama dari antropologi forensik adalah analisis sisa rangka manusia dengan latar belakang yang tidak diketahui. Tujuannya mengumpulkan sebanyaknya dan sedetail mungkin informasi tentang sisa rangka yang ditemukan serta lingkup kematiannya.

Ruang lingkup kerja antropologi forensik terbagi dua. Pertama lingkup tradisional, melakukan identifikasi sisa mayat dengan kondisi menyisakan rangka saja. Kedua, lingkup modern, di mana antropolog forensik melakukan analisis sisa mayat manusia dengan berbagai kondisi seperti masih memiliki jaringan lunak, pada tahap dekomposisi, terbakar, terpotong, atau kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut. Maka tidak heran antropolog forensik masuk sebagai anggota tim Disaster Victim Identification (DVI) dan terlibat dalam identifikasi korban bencana massal. (Hal. 417).

Antropologi forensik, lanjut Toetik, baru mulai dikenal publik ketika terjadi kecelakaan kapal Senopati Nusantara pada tahun 2006. Selanjutnya, perannya semakin terdengar ketika terlibat dalam penanganan kecelakaan pesawat terbang AirAsia, Sukhoi, dan berbagai kasus kriminalitas perkara pembunuhan tertentu. "Ketika jenazah kembali ke keluarga, itulah bayaran tertinggi dan paling membahagiakan bagi kami," tutur Toetik (Hal. 405-406).

Apa yang dikisahkan Toetik merupakan bagian dari buku biografi seorang antropolog ragawi berjudul "Prof. Dr. Habil Josef Glinka, SVD. Perintis Antropologi Ragawi di Indonesia." Toetik tidak lain adalah salah satu dari tiga asisten Glinka di Jurusan Antropologi Fakultas FISIL Universitas Airlangga (Unair). Ia menggambarkan bagaimana jumlah ahli antropologi tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia dengan Polandia. Di sana, negara sebesar Jawa Timur dengan penduduk 38 juta itu, punya 120 profesor antropolog. Sementara Indonesia, hanya memiliki 2 profesor antropologi ragawi, yakni Prof Etty Indriati (dosen Universitas Atma Jaya Jakarta) dan Prof Myrtati Dyah Artaria. (Hal. 12)

Glinka sendiri yang lahir di Chorzow, Polandia, 7 Juni 1932, mengakui bahwa ilmu yang dikuasainya belum populer. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh anggapan banyak orang yang menyempitkan antropologi sebagai ilmu yang hanya mempelajari tulang, fosil, batu, suku terasing, bahkan perbintangan. Padahal ilmu ini memiliki variasi yang luas dan memiliki aplikasi pekerjaan yang luas. Sebut saja antropologi forensik, industri, militer, antropogeografi, membantu dokter dalam hal ini kedokteran forensik dalam menentukan jenis kelamin, ras, dan kelompok etnis korban kejahatan (Hal. 19).

Dari kacamata ilmu antropologi ragawi, Indonesia menjadi harta karun penelitian yang sangat penting bagi dunia. Jika seseorang ingin paleoantropolog hebat, maka ia harus datang ke Indonesia. Publikasi tentang temuan-temuan Indonesia sudah banyak dimuat di jurnal-jurnal dan majalah ilmiah internasional ternama, seperti Nature, Science, Scientific American, dan American Journal of Phisical Antropology. Hal tersebut dimungkinkan karena di negeri kita ditemukan banyak hominid tertua, salah satunya Pithecantropus mojokertensis atau homo erectus robustusI yang ditemukan di Mojokerto. Usianya mencapai lebih kurang 2 juta tahun yang lalu (Hal. 9).

Sudah memiliki alam yang kaya, budaya yang beragam, potensi penelitian terkait asal usul manusia juga sangat tinggi, membuat banyak orang asing mencintai Indonesia. Satu di antaranya adalah Glinka. Sama seperti para peserta Asian Games 2018 yang baru saja lewat, banyak orang asing begitu mengagumi bagaimana kita bisa menjadi sebuah negara dengan banyak suku, agama, ras dan golongan. Banyak negara yang diwakili kantor beritanya mengamini konsep Indonesia sebagai "Land of Diversity," yang diangkat dalam perhelatan Asian Games.

Glinka yang menghembuskan nafas terakhirnya 30 Agustus 2018, atau 4 hari setelah peluncuran bukunya yang ditulis Bernada Rurit, mengabdikan ilmunya untuk mengkaji kekayaan Indonesia dalam teropong antropologi ragawi. Glinka merengkuh gelar doktor berkat desertasinya yang berjudul "Asal Mula Penduduk Pulau Palue Ditinjau dari Ukuran-ukuran Antropometri." Melalui desertasi ini ia membuktikan bahwa budaya lisan tentang asal usul Pulau Palue yang berada terasing di utara Pulau Flores adalah benar. (hal. 56-57). Penduduk Palue mempunyai afiliasi dengan penduduk Tanjung Bunga (Flores Timur), Lio, dan Manggarai. Semuanya adalah populasi berasal dari Pulau Flores. (Hal. 68).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun