Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebelum Wajibkan Punya Garasi, Gedung Pemerintah Harus Beri Contoh Dulu

18 September 2017   12:51 Diperbarui: 19 September 2017   16:20 2715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat (Foto: Detik)

Masih dalam isu punya mobil wajib punya garasi. Namun, kali ini saya ingin tarik ke dalam konteks yang lebih luas. Bukan berarti mau ngeles atau malah apatis dengan peraturan tersebut, tapi mau menawarkan sudut pandang lain yang harapannya masalah garasi bisa dikaji secara menyeluruh.

Salah satu tujuan perda tersebut adalah menjamin akses lalu lintas yang lancar. Bahu jalan steril sehingga kendaraan bisa leluasa lalu lalang, ada tempat bagi kendaraan non mesin, dan pejalan kaki bisa nyaman karena ada banyak oknum yang menangkringkan kendaraannya di trotoar.

Kalau melihat sasarannya adalah "memiliki" garasi mobil baik itu atas nama pribadi maupun badan usaha, maka sejatinya jalan yang ingin disterilkan kebanyakan bertipe jalan lokal dan jalan lingkungan. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Sedangkan jalan lingkungan memiliki ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. Termasuk di dalamnya jalan perumahan.

Menurut pengamatan saya, pemilik mobil yang tidak punya garasi akan memarkirkan kendaraannya di bahu jalan di malam hari. Atau pada saat pulang kerja. Artinya, pada saat kendaraan "numpuk" di bahu jalan, lalu lintas relatif tidak terganggu. Saya tidak mau fokus di soal ini, tapi mau melihat sisi keberadaan mobil-mobil di hari kerja. Di mana kah mereka?

Mobil-mobil tersebut, begitu juga dengan motor, ikut pemiliknya kerja. Ikut berkeliaran di jalanan. Di manakah mereka parkir? Ada di tempat parkir, tetapi pada kenyataannya tidak sedikit yang parkir di bahu jalan bahkan di trotoar. Karena pusat parkantoran banyak berada di tipe jalan arteri dan jalan kolektor maka kendaraan yang parkir di bahu jalan apalagi trotoar akan memberikan efek signifikan pada ketersendatan lalu lintas. Apalagi terjadi di siang hari atau saat aktifitas masyarakat di jalan sedang tinggi.

Jalan arteri sendiri adalah jalan umum yang berfungsi melayani (angkutan) utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna. Sedangkan jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Dengan demikian, menurut saya, yang harus menjadi prioritas pemerintah daerah adalah mengatur tempat parkir kendaraan di siang hari ini. Gedung-gedung perkantoran atau tempat umum lainnya termasuk restoran, harusnya punya parkiran yang memadahi. Harus ada perda yang mengatur, suatu bangunan, apalagi di pinggir jalan arteri, harus mempunyai parkiran yang luasnya berbanding lurus dengan daya tampung gedung tersebut. Gambaran kasarnya, kalau Gedung A dibangun dengan kapasitas 500 orang maka setidaknya memuat parkiran untuk 500 kendaraan, mobil dan motor. Jumlah itu masih harus ditambah dengan studi perkiraan jumlah tamu yang datang. Kalau itu gedung swasta bisa jadi penghitungan parkir tamu lebih sedikit daripada gedung layanan publik seperti kantor polisi atau gedung pemerintahan lainnya.

Dalam konteks ini, gedung-gedung pemerintahan harus menjadi pelopor untuk memiliki parkiran yang berbanding lurus dengan kapasitas gedung. Kenapa? Pertama, kebanyakan gedung pemerintah termasuk di dalamnya BUMN atau BUMD, berorientasi pada pelayanan publik. Artinya ada banyak masyarakat yang mendatangan gedung tersebut dengan banyak kepentingan. Kedua, pemerintah adalah garda terdepan dalam memberi contoh yang baik. Ia ingin jalananan lancar, maka ia juga yang memberikan contoh bagaimana mewujudkan jalanan yang lancar tersebut. Contoh di sini juga dalam hal mematuhi semua aturan dan perizinan untuk membangun gedung.

Mulai dari Izin Mendirikan Bangunan, Membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Kelola Lingkungan (UKL) / Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL), Ketetapan Rencana Kota, Rencana Tata Letak Bangunan, Gambar Rencana Arsitektur Bangunan, Data Perusahaan dan Data Proyek. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan dibuat oleh konsultan AMDAL dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), Peil Banjir dan Tata Air, Izin Membangun Prasarana (IMP)/ Inrit, Surat, Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan atau Lokasi (SP3L), dan Gambar Rencana Bangunan. Jika belum ada soal aturan tempat parkir maka buatlah dan jalankan aturan tersebut.

Dan ketiga, gedung pemerintah dibangun dari APBN/ APBD. Artinya, dalam pemikiran awam, tinggal ajuin anggaran saja. Beres. Tidak perlu masing-masing karyawan saweran atau pemimpinnya nombokin. Masyarakat melalui mekanisme pajak yang membiayainya. Dari pada mengusulkan program aneh-aneh atau multitafsir, keperluan lahan parkir tentu sangat konkret dan berdampak luas.

Contoh soal yang bisa kita lihat saat ini adalah kawasan Jalan Kramat Raya. Lalu lintas di situ di jam kerja amat sangat padat sekali. Dari sebelum ada proyek pembangunan infrastruktur, kawasan tersebut sudah terkenal dengan kepadatannya. Salah satu faktor penyebab tersendatnya lalu lintas adalah bahu jalan yang dijadikan tempat parkir. Tidak mengherankan, karena di kawasan tersebut ada banyak gedung layanan publik yang diduga tidak memiliki parkiran yang memadahi. Dalam satu jalur ada PMI DKI Jakarta, Komisi Yudisial, Pertamina UPMS III, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Gedung Cipta Karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun