Mohon tunggu...
Trisno  Mais
Trisno Mais Mohon Tunggu... Penulis - Skeptis terhadap kekuasaan

Warga Negara Indonesia (WNI)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pegawai Negeri Berlagak Petugas Parpol

18 April 2017   00:46 Diperbarui: 28 Agustus 2017   00:57 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pegawai Negeri Berlagak Petugas Parpol 

Oleh : Trisno Mais, SAP

Kritik Terhadap Pegawai Negeri yang Berpolitik Praktis

APARATUR Sipil Negera (ASN) saat ini, doyan memainkan peran ganda; berlagak petugas partai. Masyarakat sebagai objek yang harus dilayani- mungkin karena kelebihan loyal- harus tunduk pada perintah “bos”, sehingga mereka pun seakan “lupa daratan”. 

Fenomena yang sudah tak lazim dan terus menjamur setiap kontestaasi politik lokal juga nasional; Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bahkan Legislatif (Caleg) peran ASN seakan sulit untuk dibendung.

Problemnyaa sangat bervariasi. Karir mungkin salah satu faktor pendorong hingga ASN turut terlibat. Bagi ASN yang sudah terlanjur “sakit” harus mampu membaca “tanda-tanda zaman”. Karena keterlibatan mereka sangatlah beresiko; bisa berpeluaang demosi (penurunan karir) bahkan bisa non job (kekosongan jabatan) - sebaliknya akan mendapatkan promosi (politik balas jasa) dari “juragan” yang diusung dan diperjuangkan. 

Birokrasi dan politik memang tak bisa dipisahkan (aspek ketergantugan). Keberaadaan birokrasi tidak lepas dari pengaruh politik. Ini karena ada unsur saling membutuhkan dan memanfaatkan (bukan hanya itu). Keberadaan ASN sangatlah startegis; selain berada di dalam sistem, mereka pun bersentuhan langsung dengan konstutuen (memberikan jasa pelayanan). Jadi tak bisa disangkal, karena kedekatan ASN dengan masyarakat hingga memicu “raja kecil” memperalat dan dijadikan layaknya petugas Partai Politik (Parpol).

Undang- undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 secara eksplisit menegaskan bahwa ASN tidak diperkenankan bermain politik praktis. Penegasan regulasi ini tidak serta merta hanya dari undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP) hingga aturan teknis sekalipun telah diterbitkan. Konon eksitensi dari produk regulasi tersebut sekan tak “bertaji”. ASN masih tetap memainkan peran gandanya; wadah untuk melakukan kampanye secara massif yang berorientasi pada transaksi jabatan.

Sadar maupun tidak sadar, anggapan saya bahwa bahaya laten Orde Baru (Orba) kembali dipraktekan. Pada rezim Soeharto, kekuatan besarnya ada pada ABG (ABRI, Birokrasi dan Golkar) . Nah konsepnya untuk menjaga serta mempertahankan kekuasaan. Untuk saat ini, para “raja kecil” di daerah telah mempraktekkan di tatanan birokrasi pemerintahan.

Pengalaman Masa Lalu

Masa Orde Lama (Orla) (1950-1965) jatuh bangunnya kabinet berdampak pada stabilitas kepegawaian. Nah masa ORBA (1966-1997) apalagi. PNS dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan. Rezim Soeharto, PNS dijadikan sebaagi alat (instrumen politik)_ mempertahankan kekuasaannya kurang lebih 20 tahun lamanya. Orba berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat, meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun