Mohon tunggu...
Imam Zarkasi
Imam Zarkasi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Honoris Causa Pesantren, Bagaimana Membaca dan Menyikapinya

27 Mei 2017   13:36 Diperbarui: 27 Mei 2017   13:40 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PRO KONTRA HONORIS CAUSA PESANTREN,

BAGAIMANA MEMBACA DAN MENYIKAPINYA

| Zaini Mustafa | Praktisi Pendidikan Islam | Direktur Al Marjan Institute |

 

Saya melihat tanggal 21 Mei 2017 lalu telah terjadi dinamika baru  di dunia pesantren, bahkan lebih mirip seperti sebuah ledakan yang mendobrak keheningan, shocking bang, atau zilzalah. Kenapa? Karena selama 400 tahun pesantren beroperasi di Indonesia, baru pertama kali gelar Honoris Causa diberikan kepada santri-santri Indonesia yang berprestasi dari pesantren. Saya sebagai salah satu saksi dari 700 tamu undangan yang hadir ingin menyampaikan catatan saya khususnya dari aspek bagaimana membaca dan menyikapi hal ini.

Penggemblengan Ilmu, Budaya, dan Nilai-nilai Islam

 

Sejak abad 16, bahkan banyak temuan yang menyimpulkan jauh sebelum itu, pesantren telah dirintis Walisongo di Nusantara ini. Tujuannya tak lain adalah bagaimana dakwah Islam terus berlanjut melalui kader-kadernya. Pesantren adalah pendidikan kaderisasi. Fokus pendidikan pesantren adalah ilmu dan nilai-nilai Islam dengan menempatkan kyai sebagai figur sentral.

Hubungan pesantren dengan masyarakat sekitar sangat harmonis (kultural). Bahkan pendidikan budaya menjadi bagian penting dari pendidikan pesantren. Itulah kenapa, secara sadar atau tidak, yang dikenal masyarakat dari pesantren itu bukan nama pesantrennya, melainkan nama desanya. Misalnya Pesantren Tebuireng, Pesantren Gontor, Pesantren Langitan, Pesantren Ngabar, Pesantren Lirboyo dan lain-lain. Setelah terjadi pergeseran tren dan budaya di masyarakat, mulailah banyak pesantren yang dikenal masyarakat dengan nama pesantren itu, misanya Pesantren Darunnajah, Ash-Shiddiqiyah, Asy-Syafiiyah, Ammanatul Ummah, dan seterusnya. Apakah dengan pergeseran ini berimplikasi pada menurunnya bobot pendidikan budaya di pesantren? Ini membutuhkan pendalaman dan diskusi baru.

Sasaran pendidikan pesantren, meminjam istilah yang digunakan KH. Imam Jazuli dalam pidatonya, ada tiga yang paling pokok. Pertama, menghantarkan para santri menjadi hamba Allah yang tunduk (Istikbaad), sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran Surat  Surat Adz-Dzaariyah: 56. Kedua, menghantarkan santri menjadi sosok kreatif yang mampu memakmurkan bumi (Istikmar), sebagaimana dijelaskan Al-Quran dalam Surat Huud: 61. Ketiga, menghantarkan santri menjadi kholifah atau sosok yang mampu berkontribusi pada perbaikan akhlak manusia melalui kepemimpinan (Istikhlaaf), sebagaimana dijelaskan Al-Quran dalam Surat Al-A’rof: 129. Dengan tegas dikatakan oleh Kyai Hasan Abdullah Sahal, pengasuh Pondok Modern Gontor, jika ada alumni pesantren yang hidup untuk dirinya dan keluarganya saja, maka ia sudah cukup disebut santri penghianat pesantren.

Secara kurikulum, pesantren telah mandiri sejak awal dan ini yang membuat pesantren melahirkan banyak ilmuwan di berbagai bidang yang karya-karyanya sampai hari ini belum bisa digantikan oleh karya sarjana modern, baik ditinjau dari sistematika penulisan, metodelogi, dan bobot  substansinya. Saya bisa menyebutkan sedikit dari yang sekian itu. Misalnya bisa kita mulai dari kitab kecil, Amtsilah At-Tashrifiyah, karya Kyai Maksum pada akhir abad 18 yang sampai hari ini masih menjadi buku pegangan di hampir semua pesantren di Nusantara. Ada Tamriinul Lughoh, buku pelajaran Bahasa Arab yang telah teruji, karya Imam Zarkasyi dan Imam Syubani, Perintis Pondok Modern Gontor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun