Mohon tunggu...
Yan Provinta Laksana
Yan Provinta Laksana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

titik kesetimbangan

Selanjutnya

Tutup

Nature

5 tahun Lumpur Sidoarjo: Mencari Akar Masalah

5 Juni 2011   19:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:50 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tepat tanggal 29 Mei 2006 sebuah semburan lumpur muncul ke permukaan sumur Banjar Panji I di kawasan Porong, Sidoarjo. Lumpur yang berasal dari pengeboran PT. Lapindo Brantas ini mulanya berskala kecil hingga pada akhirnya mulai meluap hingga mencapai volume kubikasi 156000 meterkubik/hari. Hingga saat ini jumlah lumpur yang terkumpul mencapai 10 juta meter kubik tentu menimbulkan berbagai macam dampak kerusakan mulai dari lingkungan hingga sosial. Namun akar dari penyebab munculnya lumpur tersebut masih belum jelas, simpang siur tentang munculnya lumpur ini tidak pernah diberitakan oleh media massa secara tuntas termasuk oleh para ahli perminyakan dan geologi menyebabkan informasi menjadi bias. Tepat 5 tahun awal munculnya kejadian ini ada beberapa teori kebumian yang bisa dijadikan acuan dalam mencari akar kemunculan lumpur.

Teori pertama yang berkembang adalah munculnya konsentrasi besar air dalam pengeboran dimana air ini muncul di antara proses pengeboran yang berada pada mata bor yang belum menggunakan chasing (penutup) pada kedalaman sekitar 1200 meter kemudian air ini bercampur dengan lumpur dan memaksa muncul ke permukaan karena adanya celah dalam pengeboran.

Teori kedua adalah tentang adanya celah dalam pengeboran karena perbedaan tekanan dalam proses pengeboran dimana tekanan dalam perut bumi lebih besar dari permukaan sehingga memunculkan rekahan besar dan  mendorong munculnya lumpur bercampur air keluar dari lubang pengeboran.

Teori ketiga lebih bersifat pada kejadian alam yaitu sebuah peristiwa tektonik di luar pengeboran menyebabkan munculnya rekahan dari pengeboran dan mendorong munculnya lumpur mengingat pada saat proses pengeboran terjadi pula gempa di propinsi Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 skala richter.

Teori keempat menjelaskan tentang munculnya lumpur karena memang konsentrasi lumpur yang cukup besar dalam tanah hingga terdorong untuk keluar saat proses pengeboran dan menyebabkan semburan.

Keempat teori tersebut hingga saat ini masih menjadi bahan diskusi namun untuk membuktikan teori diperlukan data dan uji coba. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik mekanika fluida maka bisa didapatkan mana teori yang lebih mendekati kebenaran.

Simulasi yang dilakukan antara lain adalah pengujian aliran lumpur, perbandingan kedalaman pengeboran dengan sumber lumpur, dan permeabilitas tanah atau kemampuan suatu fluida untuk menembus pori-pori suatu jenis tanah hingga muncul ke permukaan.

1. Pengujian aliran lumpur dilakukan dengan menggunakan pengukuran bahwa volume semburan lumpur bercampur air yang mencapai 156000 meterkubik/hari, jika dibandingkan dengan data pengeboran yang ada maka diameter pengeboran sumur Banjar Panji I dimana lumpur muncul pertama kali adalah 0,51 ft (atau 0,15 meter) dan kedalaman pengeboran pada saat itu mencapai 4241 ft (1292,659 meter). Dengan diameter pengeboran tersebut volume maksimal air yang bisa menyembur hanya 3221 bwpd (barrel water per day) atau sekitar 512 meterkubik/hari. Dengan asumsi kandungan air hanya 70% maka total semburan lumpur yang keluar harusnya hanya 725 meterkubik/hari. Dan kedalaman pengeboran hanya 1200 meter sedangkan data geologi menyebutkan kedalaman aquifer (suatu area dalam perut bumi dimana terdapat sejumlah massa air dalam lapisan batuan dan sedimen) adalah 9200 ft (2800 meter).

2.Pengujian fluida dengan aliran lumpur dan air dengan kecepatan volume 156000 meterkubik/hari akan tercapai bila permeabilitas lumpur mencapai 3200 meterDarcy atau 200 kali lebih besar dibandingkan tingkat permeabilitas fluida biasa. Sehingga dengan tingkat pengeboran biasa akan sulit bagi fluida jenis apapun untuk menembus pori-pori tanah dan muncul ke permukaan walau dengan konsentrasi fluida yang tinggi sekalipun.

3. Untuk mencapai semburan sebesar 156000 meterkubik/hari maka diameter semburan yang diperlukan adalah 3200 ft (975,362 meter) atau kurang lebih 0,9 kilometer. Sebuah diameter yang sangat besar namun pada kenyataannya sumber semburan lumpur tidak mencapai angka tersebut maka tentu dibutuhkan gaya dorong yang sangat kuat hingga tercapai volume semburan.

Kesimpulan sementara dengan simulasi mekanika fluida maka teori kedua yang menyatakan celah dalam pengeboran akibat perbedaan tekanan akan bertentangan dengan simulasi kedalaman pengeboran yang hanya sekitar 1200 meter sedangkan aquifer berada di kedalaman 2800 meter dan titik kritis perbedaan tekanan pengeboran umumnya pada bagian chasing. Menurut data, pengeboran menggunakan chasing pada kedalaman 3580 ft (1091,186 meter) dan saat dilakukan pengeboran lanjutan hingga kedalaman 4241 ft tidak ditemukan tanda-tanda perubahan tekanan yang cukup signifikan untuk menciptakan rekahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun