Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjawab Tips Politisi PKS Mengalahkan Jokowi

16 Maret 2018   00:07 Diperbarui: 16 Maret 2018   00:33 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto:tribunnews.com)

Mardani Ali Sera, politisi PKS yang juga anggota DPR RI melalui cuitannya di twitter membeberkan siasatnya dalam mengalahkan Jokowi di Pilpres nanti.

Sebelum menyampaikan tipsnya, Mardani menyampaikan data bahwa elektabilitas Jokowi (sesuai hasil survey) ada di kisaran 40-45% sedikit ada yang dibawah sebagian juga ada yg di atas. Walaupun tingkat kepuasan publiknya mendekati 70%.

Mardani mengisahkan pengalamannya sebagai Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi yang mampu mengalahkan Ahok yang pada waktu itu lebih diunggulkan berdasarkan popularitas dan elektabilitas.  

Mardani juga mengutip kisah Donald Trump yang selalu jauh tertinggal dari berbagai survey di Pilpres AS tahun 2016 akhirnya mampu mengalahkan Hillary Clinton.

Pengalaman berikutnya di tahun 2008, PKS dengan Kang Aher-Dede Yusuf juga membalikkan semua ramalan ketika mampu memenangkan Pilkada Jawa Barat mengalahkan nama nama beken seperti Dani Setiawan dan Pak Agum Gumelar.

Tiga cara


Ada tiga cara yang diajukan Mardani. Pertama, mengubah mind set bahwa Jokowi tak memiliki lawan karena paling tinggi elektabilitasnya.

Menurutnya, ini adalah logika sesat yang dibangun untuk membuat lawan-lawan Pak Jokowi tidak berani maju. Terbukti, beberapa partai jangankan mengajukan capres tandingan, mengajukan Cawapres pun tidak berani.

Kedua, jika dilihat peta pemilih pak Jokowi di 2014 secara kasar dapat dikatakan di basis daerah umat Islam kuat seperti Jawa Barat, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat Jokowi dapat dikalahkan. Fenomena gelombang keummatan yang mendapat momentum sejak pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta diyakini bisa menjadi kekuatan yang dahsyat untuk mengalahkan Jokowi.

Ketiga, prestasi pemerintah yang jauh dari janji-janjinya sendiri. Target pertumbuhan ekonomi 7% yang terjadi hanya dikisaran 5% selama tiga tahun. Hutang mendekati 4000 triliun hingga kesejahteraan petani, nelayan, buruh dan UMKM yg dirasakan kian berat.

Belum lagi slogan Revolusi Mental yang mestinya menjadi fokus pemerintahan Jokowi kenyataannya jauh panggang dari api. Budaya antri belum terwujud, budaya berkendaraan yang rapi tidak ada perubahan. Sungai/kali masih banyak dipenuhi sampah menunjukkan bahwa Revolusi Mental tidak terwujud. Intinya, kinerja pemerintahan Jokowi jauh dari memuaskan.

Menjawab

Jika dicermati secara mendalam, analisis Mardani diatas jelas bisa menggambarkan potensi sekaligus kelemahan Jokowi dalam menyongsong Pilpres mendatang. Dengan kata lain, Jokowi dan timnya harus mampu menjawab tiga siasat diatas dengan strategi jitu guna memenangkan pertarungan.

Poin pertama, itu jelas menjadi potensi Jokowi sekaligus menjadi tantangan bagi para calon penantangnya. Mardani benar, hari-hari ini kita lebih sibuk membicarakan siapa calon potensial pendamping Jokowi dibandingkan siapa calon penantangnya.

Beberapa partai politik termasuk para tokoh justru terkesan berlomba ingin merapat ke poros Jokowi lalu dipinang menjadi Cawapres. Ide pembentukan poros ketiga, di luar poros Jokowi dan poros Prabowo kian tak jelas realisasinya.  

Persoalan di poros Prabowo pun nyaris sama. Hingga hari ini, belum jelas sikap poros tersebut mengenai calon yang akan diusung. Ini mengindikasikan sikap tidak percaya diri.

Memang bisa dimaklumi, selain faktor elektabilitas Jokowi yang tinggi, dua kali kekalahan Prabowo di Pilpres (sebagai Cawapres dan Capres) memang harus membuat tim lebih strategis dan hati-hati dalam mengambil keputusan.

Persoalannya, ketika hal ini semakin berlarut-larut, tim pemenangan akan kehabisan waktu untuk memoles dan memperkenalkan kandidat yang akan diusung ke publik. Sementara petahana dengan posisinya saat ini jelas diuntungkan karena bisa menjalankan tugas sembari "berkampanye".

Poin kedua, potensi kekuatan melalui gelombang persatuan umat. Ini bisa benar, bisa juga tidak. Namun fakta menunjukkan kekuatan massa tak seheboh masa Pilkada DKI Jakarta. Perpecahan sudah terjadi di kalangan pemimpin organisasi.

Hasil pilkada serentak tahun ini mungkin bisa menjadi alat uji sederhana apakah kandidat yang konon sudah direkomendasikan para pemimpin umat bisa meraih kemenangan atau tidak.

Namun demikian, Jokowi dan timnya harus tetap mengantisipasi hal ini. Faktanya berbagai isu miring bahwa pemerintah tidak pro Islam sudah terus digemakan hingga kini dan bahkan nanti.

Strategi paling praktis sekaligus pragmatis yang bisa diambil adalah memasangkan Jokowi dengan tokoh dianggap bisa merepresentasikan dan memiliki kedekatan dengan suara pemilih Muslim.

Strategi ini lebih logis guna meredam isu yang menyebut Jokowi tidak pro umat Muslim. Beberapa nama bisa diajukan mulai dari Tuan Guru Bajang, Gatot Nurmantyo, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, dan sebagainya.            

Poin ketiga, lebih substansial. Jokowi dan timnya harus mampu menjawab isu tersebut. Fakta bahwa banyak target dan sasaran yang tidak bisa dicapai harus mampu dijelaskan dengan rinci dan masuk akal.

Kemampuan paling optimal harus dikerahkan untuk bisa menjelaskan faktor-faktor penyebab kegagalan mencapai target dan tujuan yang sudah ditetapkan. Jika itu sudah dilakukan, maka biarkan publik yang akan menilai sekaligus menentukan pilihannya.

Sebagai seorang pemilih, tentu saya lebih sepakat jika isu-isu substansial mengenai keberhasilan/kinerja pemerintah yang lebih dikedepankan menjadi topik perdebatan. Itu lebih menarik dan bisa mendewasakan pemilih agar mampu menilai lalu menjatuhkan pilihan secara objektif.

Jambi, 16 Maret 2018            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun