Budaya pantun selama ini banyak dikenal berasal dari Riau, Jambi, Daerah Deli Serdang Sumatera Utara atau lebih tepatnya " Ras Melayu atau Etnis Melayu" yang banyak di terdapat dan tersebar di Pulau Sumatera. Mungkin sedikit saja yang mengetahui bahwa budaya pantun juga terdapat di suku pedalaman borneo atau suku dayak yang notabene bukanlah etnis melayu. Terutama di Propinsi Kalimantan Barat budaya pantun masih ada 'sayup terdengar' ini di karenakan adaya asimilasi budaya dayak dan budaya melayu. Banyak cerita yang berkembang mengatakan bahwa budaya melayu masuk ke pulau borneo di bawa oleh kerajaan melayu siak atau juga ekspansi dari kekuasaan kerajaan Sriwijaya sehingga suku melayu berkembang dan tumbuh secara bersama dengan suku dayak bahkan suku melayu masuk dalam 6 rumpun suku asli dayak dan 77 bagian suku di Kalimantan Barat sehingga suku dayak menganggap bahwa suku melayu yang ada di Kalimantan Barat merupakan bagian yang "integral" dari suku dayak secara keseluruhan walaupun secara agama berlainan karena suku melayu memeluk agama Islam dan suku dayak mayoritas memeluk agama Kristen.
Dengan adaya Asimilasi kedua budaya tersebut mengakibatkan budaya melayu juga mempengaruhi budaya dayak salah satunya adalah "budaya pantun" berikut ini beberapa pantun yang menunjukkan perpaduan antara suku dayak dan suku melayu.
"Bepauh di mangga-mangga
Bedurian masak paraman
walau ku jauh dimana-mana
seorang adik tetap idaman"
Pantun ini menceritakan kerinduan seseorang terhadap gadis idamanya bisa di lihat baris pertama dan baris kedua memakai dialek dayak dan baris ketiga dan ke empat berbahasa melayu.
pantun selanjutya
" cancang mencancang karapan kundur
mari kucancang di raba makai
namun kawal tanda bedulur