Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Garam Nasional Langka Perlu Segera Dibenahi

2 Agustus 2017   10:20 Diperbarui: 2 Agustus 2017   12:15 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perlu segera untuk memberdayakan petani garam oleh Pemerintah

Kita sebagai rakyat Indonesia, merasa sangat malu dan dipermalukan oleh kebijakan Pemerintah yang memutuskan importasi garam dari luar negeri. Apa kata bangsa asing didunia, bahwa Indonesia yang memiliki luasan hamparan lautan yang amat sangat luas (Garis pantai terpanjang ke 2 dunia), pemerintah Indonesia mengimpor  GARAM untuk kebutuhan Nasionalnya. Dari sisi ini saja, kita sebagai negara dan bangsa Indonesia sudah memperlihatkan dan mempertontonkan salah satu kelemahan kemampuan Nasional kita bahwa pertahanan kemampuan pengadaan garam saja sudah bobol didalam keluasan hamparan lautan yang amat sangat luas dan garis pantai ke dua terpanjang didunia. 

Artinya dengan keputusan importasi garam, pemerintah Indonesia sudah memamerkan ketidak mampuannya membuat garam didunia, ketidak mampuan manajemen garam Nasional, ketidak mampuan manajemen stock dan distribusi garam. Selanjutnya akan menggambarkan serta mencitrakan ketidak mampuan Indonesia dibidang produktif lainnya yang lebih sulit.

Impor Garam merendahkan martabat Bangsa Indonesia,kondisi produksi serta kualifikasi garam dalam negeri masih jalan ditempat (tulisan penulis di Kompasiana 25 September 2011) bahkan mundur setelah Indonesia merdeka sejak 1945. Bahkan pernah dikatakan sendiri oleh seorang Dirjen Industri Berbasis Manufaktur di Kementerian Perindustrian. "Kualitas produk garam dalam negeri juga masih belum memenuhi standar untuk dapat dikomsumsi masyarakat". Selanjutnya, baru kali ini, Indonesia mengalami kelangkaan garam menjelang 72 tahun kemerdekaan Indonesia.

Informasi data garam Nasional,masih simpang siur. Pada masing-masing instansi Pemerintah, memiliki data yang saling berbeda satu sama lain instansi terkait (Kementerian Perdagangan vs Kementeriaan Kelautan dan Perikanan vs Kementerian Perindustrian). Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya koordinasi yang baik dan solid untuk bisa mengaudit secara bersama sama potensi petani garam rakyat Indonesia sehingga didapat kesamaan angka sebagai dasar sebuah perencanaan dan pemantaban garam Nasional. Seharusnya sudah sejak dahulu diketahui potensi garam Nasional dan telah ada antisipasinya untuk membangun sejumlah kapasitas produktif semi dan permanen Industri garam Nasional sehingga Garam Nasional tidak terjadi gagal persediaan yang terjadi setiap setahun sekali.

Amburadulnya data garam Nasional, membuat perencanaan pergaraman Nasional juga turut serta amburadul. Hal ini dijadikan alasan kuat dari para importir garam untuk melakukan impor garam industri yang harganya jauh lebih murah dari harga garam produksi Indonesia. Memang selama ini kita saksikan, tidak adanya data akurat garam Nasional baik data akurat produksi garam serta data akurat kebutuhan konsumsi garam dan sepertinya disengaja agar ada peluang besar untuk bermain rente terhadap importasi garam. Begitu juga adanya pembiaran kualifikasi garam Rakyat yang konsisten tidak berkualitas sepanjang tahun merupakan konspirasi para penyuka rente (para oknum pemerintah dan importir) untuk selalu bisa melakukan importasi garam.        

Berbagai alasan yang dibuat oleh seorang Menteri,mengatakan bahwa salah satu penyebab persediaan garam menurun adalah adanya musim hujan yang panjang, ini adalah alasan klasik yang seharusnya tidak boleh diucapkan berulang-ulang pada setiap permasalahan garam. Sebuah Negara yang memiliki pemerintahan, tidak ada alasan untuk mengatakan terjadinya kelangkaan garam karena iklim. Kecuali komoditas lainnya seperti tanaman pangan atau tanaman buah buahan, pertanian dan peternakan. Terjadinya kelangkaan persediaan garam di Indonesia akhir akhir ini adalah karena salah urus dan salah manajemen persediaan garam Nasional. Jika manajemen dan informasi garam akurat, bisa saja dibuat pabrikasi industri garam sebagai pengimbang untuk kebutuhan Industri dan kebutuhan konsumsi masyarakat agar Indonesia tidak impor garam.

Pada sisi lain, pernah terjadi produksi garam melimpah di musim kemarau yang berakibat anjloknya harga garam di petani Kabupaten Cirebon Jawa Barat yang berakibat merugikan petani garam. Harga garam yang tadinya dipetani mencapai Rp.400,-/kg anjlok sampai Rp. 160,-/kg (terjadi di tahun 2015).

Memperhatikan dua kejadian ini, adanya musim hujan yang panjang garam menjadi langka dan di musim kemarau yang berakibat anjloknya harga garam, sehingga para petani garam tidak bergairah melakukan produksi garam, yang bisa berakibat kelangkaan persediaan garam, ini semua adalah mis-manajemen pergaraman Nasional. Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, namun realisasinya di lapangan masih belum dapat dirasakan oleh semua pihak.  

Mudahnya membuat garam, hanya mengalirkan air laut ke hamparan daratan lalu memakai wadah penampung kolam besar yang dilapisi plastik berwarna hitam dalam keluasan tertentu,

setelah mengalirkan air pada tiap petakan untuk menghasilkan kadar Baume (20 Be) yang diinginkan dengan teknik penguapan sinar matahari, setelah itu air laut dimasukan ke petakan khusus lahan hamparan garam lalu diuapkan dengan sinar matahari selama 7 hari lalu dengan sendirinya air tersebut akan berkurang dan menjadi Kristal garam, selanjutnya sudah bisa dipanen. Cara petani garam rakyat seperti ini, tentu sudah sangat lama harus dibenahi dengan meningkatkan keterampilan dan tingkat teknologi agar produktifitas dan kualitas garam rakyat semakin meningkat. Ternyata selama ini, pembenahan untuk meningkatkan kulitas dan produktifitas para Petani Garam tidak dilakukan maksimal oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah).

Rataan per Ha kemampuan panen petani garam rakyat setahunnya adalah 60-80 ton garam panen dan ada juga petani garam rakyat dengan memakai metode Teknologi Ulir Filter (TUF) Geomembran bisa menghasilkan 120-140 ton garam. Musim kemarau di pulau Jawa dan Sumatra hanya berkisar 4 s/d 5 Bulan sedangkan di Indonesia Timur periode kemarau bisa antara 7 s/d 8 Bulan. Karakter iklim seperti ini, seharusnya sangat bisa di manajemen secara arif, sehingga kita tidak lagi kekurangan garam.

Disamping kualifikasi garam rakyat yang selalu dikatakan buruk, kenapa selama ini tidak ada upaya Pemerintah untuk bisa meningkatkannya menjadi produksi garam rakyat yang berkualitas? Selanjutnya, infrastruktur disemua lahan sentra meja garam di beberapa daerah sangat buruk, sehingga biaya transportasi mengangkut garam per tonnya dari lokasi meja garam menuju penampung garam menjadi sangat mahal. Biaya transportasi angkutan didalam negeri juga sudah sangat mahal dengan kebijakan kenaikan harga BBM serta kemacetan lalin. Hal ini juga merupakan salah satu pemicu rendahnya daya saing garam Nasional.   

Kebutuhan garam Nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 3,6 juta ton. Sementara produksi garam lokal rataan per tahun hanya sebesar 1,7 juta ton. Artinya harus ada importasi garam Industri sebesar 1,9 ton/tahun. Angka ini adalah angka yang belum diyakini kekakuratannya. Tentu angka kebutuhan garam dan kemampuan produksi garam local akan menaik terus untuk setiap tahunnya.

Pada periode tahun 2016, total panen garam di seluruh wilayah Indonesia hanya mencapai 144.009 ton. Sedangkan total kebutuhan garam, baik garam konsumsi atau rumah tangga maupun industri mencapai 4.233.000 ton per tahun. Jumlah tersebut terdiri dari garam konsumsi 750.000 ton per tahun. Sedangkan garam industri terdiri dari, industri petrokimia serta industri pulp dan kertas (2,05 juta ton), aneka pangan (450.000 ton), pengasinan ikan (400.000 ton), feed mills (250.000 ton), industri tekstil (200.000 ton), pengeboran minyak (50.000 ton), penyamakan kulit (50.000 ton per tahun), sabun atau deterjen (30.000 ton), farmasi (3.000 ton).

Sedangkan data di lapangan, stok di awal tahun 2017 (awal Januari) itu tinggal sekitar 112.671 ton. Sekarang bisa saja sudah habis. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan impor garam, kata seorang ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI).

Garam adalah bahan baku utama untuk menghasilkan Chlor Alkali, soda kaustik, soda abu, PVC, hydrogen yang merupakan bahan baku utama industri-industri lain, antara lain refinery minyak bumi, petro chemistry, sintesa organis, tekstil, kertas, disinfektan, dan makanan. Betapa strategisnya industri garam ini bersama industri garam rakyat, seharusnya Pemerintah sudah melakukan penataan garam Nasional lebih terencana lagi, sehingga Indonesia tidak lagi bermasalah dengan garam dari lautan Indonesia yang sangat luas dengan garis pantainya 54.716 km yang sangat panjang ke-2 didunia.

Pada tanggal 28 Juli 2017, harga di Bandung ditingkat pengecer untuk garam konsumsi beryodium 200gr seharga Rp.1.500,- dan sekarang 2 Agustus 2017 harga garam konsumsi beryodium 200gr sudah mencapai Rp.5.000,- s/d Rp.6.000,-.

Solusi yang harus dilakukan oleh Pemerintah adalah :

1.Perlu tindakan segera untuk peningkatan keterampilan dari para petani garam serta adanya perhatian dan tindakan dari Pemerintah yang bersifat mensolusi semua permasalahan yang ada, agar produksi garam rakyat semakin meningkat kualitasnya dan daya saingnya.

2. Infrastruktur disemua wilayah petambak/petani garam diperbaiki sehingga biaya transportasi pengangkutan garam semakin rendah dan bisa meningkatkan daya saing petani garam.

3. Pemerintah seharusnya dapat menghilangkan dari segala kemungkinan adanya praktek Kartel didalam perdagangan garam baik ditingkat lokal maupun regional.

4. Dengan diperbaikinya infrastruktur serta keterampilan petani garam meningkat, sehingga produktifitas juga meningkat dan berlanjut dengan adanya kepastian pasar, diharapkan juga adanya kehendak permodalan perbankan dengan beban bunga yang rendah dapat direalisasikan.

5. Perlu segera untuk memberdayakan petani garam, dibuatkan oleh Pemerintah daerah wadah usaha dalam bentuk "Koperasi Petani Garam Rakyat"  yang bergerak dari pengumpulan garam, pengolahan peningkatan kualitas garam, pemasaran garam.

6. Segera jalankan dengan konsekwen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

7. Kebijakan Pemerintah didalam Pemberian kuota impor oleh Kemendag kepada beberapa Pedagang/Importir dapat mematikan petani garam, kebijakan ini adalah merupakan sebuah konspirasi kejahatan kelompok antara oknum Pemerintah dengan para oknum pengusaha Importir yang perlu segera dihilangkan oleh Pemerintah.

Semoga kita semua dapat melakukan perubahan untuk percepatan peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang selaras dan sesuai dengan misi Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945.(Ashwin Pulungan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun