Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

| Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada | Bachelor of Nursing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Gempa dan Ironi Jual Beli Rumah Panggung

4 Agustus 2019   20:15 Diperbarui: 4 Agustus 2019   21:17 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istana Dalam Loka |  

Baru-baru ini saya memperhatikan banyaknya informasi yang beredar luas tentang jual beli rumah di media sosial. Jual beli tersebut dilakukan melalui media group di facebook, dengan memanfaatkan akun dan inbox, proses jual beli itu sangat laris terutama dari para pembeli asing juga orang dari luar daerah.

Menariknya, penjuaalan tersebut beragam mulai dari alat perabotan seperti kursi, lemari dan meja hingga penjualan rumah. Ada hal menarik yang saya lihat dimana hampir seluruh informasi penjualan memuat informasi tentang penjualan rumah panggung.

Telisik punya telisik, saya berupaya melakukan penelusuran dengan keinginan pribadi untuk mengetahui alasan mereka menjual rumah panggung. Pertanyaan mengapa menjual rumah panggung menjadi menarik karena jawaban mereka membuat saya tergelitik.

Dengan berbagai alasan, mereka menyakini bahwa memiliki rumah panggung di zaman modern ini dirasakan tidak layak. Mereka yang melek globalisasi kemudian mempersepsikan bahwa zaman sekarang akan lebih indah memiliki rumah batu.

Fenomena ini akan sangat bertolak belakang dengan keadaan yang ada sekarang. Indonesia dengan negara kepulauan terbesar yang berada dalam ring of fire sejatinya mewaspadai berbagai perpindahan lempeng yang terjadi di dasar bumi (baca : Gempa). Rumah panggung yang sejatinya baik dan tahan gempa malah dilupakan tetapi justru berkeinginan untuk membangun rumah batu yang kekuatan tahan gempa tidak sebaik rumah panggung.

Di wilayah timur Indonesia, pergeseran paradigma dari rumah panggung ke rumah batu semakin menguat. Misalnya di Sumbawa, NTB. Mayoritas penduduk dulu menggunakan rumah panggung dengan kayu yang besar dan kuat, rumahnya tinggi, dikolong rumah masih bisa digunakan untuk bermain. Miniatur sederhana bisa kita lihat dari istana kesultanan Sumbawa yang notabene dari kayu dan berbetuk panggung.

Pulau SumbawaNews Image
Pulau SumbawaNews Image

Namun saat ini akan sangat jarang kita jumpai rumah panggung. Rumah batu atau rumah bata seolah menjadi primadona dikalangan masyarakat. Akan sangat kolot jika memiliki rumah panggung. Penjualan rumah panggung yang berseliweran di media sosial seolah membuat saya merenung dan bertanya apakah penjualan itu didasarkan pada ketidaktahuan mereka akan wilayah Indonesia yang dikelilingi oleh cincin gempa atau ketidakpedulian mereka akan dampak gempa yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Wallahua'lam.

Berangkat dari hal itu, akan sangat penting kiranya badan atau dinas terkait melakukan sosialisasi tentang kegempaan, tidak hanya yang berkaitan dengan cara berlindung ketika gempa atau bagaiamana ergonomi tubuh ketika gempa datang melainkan juga mensosialisasikan pentingnya rumah panggung sebagai rumah tahan gempa alami yang harus senantiasa dipertahankan.**

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun