Mohon tunggu...
WON Ningrum
WON Ningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Peace of mind, peace of heart...

Hello, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sketsa Cinta Seorang Perempuan

2 Maret 2020   19:30 Diperbarui: 2 Maret 2020   19:34 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: rebellesociety.com

"Kau yakin akan ikut denganku?" tanya seorang pria di pagi buta itu.

"Ya Bang, aku ikut denganmu!" jawab seorang perempuan dengan tak ragu.

"Kau tak takut orang tuamu marah?"

"Aku akan mempertahankan cintaku, Bang!"

"Tapi...cinta kita tak direstui..." jawab sang pria agak terbata. Pandangannya lurus menatap kekasih hatinya.

"Apa boleh buat, Bang. Aku lebih memilih Abang daripada harus merana. Aku tak tahan Bang bila harus berpisah denganmu..." balas sang perempuan yang pipinya telah terbasahi oleh bulir-bulir airmata. Hati dan pikirannya sangat kalut. Namun ia telah membulatkan hatinya untuk mengikuti kekasihnya itu untuk kawin lari.

"Apa kau sungguh-sungguh dengan ucapanmu?" selidik sang pria lagi namun sangat tegas kali ini. Biar bagaimana pun juga ia sangat mencintai kekasih hatinya ini. Sebelum sempat sang gadis menjawab, si pria berkata lagi, "Siapkan baju dan barangmu seadanya. Kita berangkat ke Jakarta nanti malam."

***

"Ibu memutuskan untuk bercerai, Mbak..."

Kutatap wajah perempuan setengah baya di depanku. Wajah yang mungkin terlihat sedih namun sebenarnya kesedihan itu sendiri telah tak nampak lagi karena guratan-guratan di wajahnya telah termakan oleh pahit getirnya perjalanan hidup. Aku terdiam. Sejenak aku teringat akan mendiang ibuku yang telah tiada. Sosoknya mirip seperti ibuku sendiri. Bahkan mereka mempunyai kemiripan raut wajah dan "bau tubuh" yang sama sebagai perempuan yang telah berusia senja. Ada rasa haru di rongga dadaku namun masih kutatap ia lekat-lekat. Konsultasi masalah hukum tentang perceraian yang membuatnya bersemangat datang ke kantorku siang ini meski dengan bantuan tongkat di tangannya.

"Setelah usia Ibu 70 tahun saat ini, akhirnya Ibu putuskan untuk bercerai dari Bapak," lanjutnya lagi dengan sorot mata yang belum bisa aku tangkap maknanya. "Ibu sudah tua sekarang. Ibu pikir anak-anak Ibu akan mengerti jika sekarang Ibu memutuskan cerai secara hukum dari ayah mereka. Alhamdulillah, anak-anak sudah dewasa dan mandiri. Ibu juga punya tabungan untuk membeli rumah dari emas-emas yang berhasil Ibu selamatkan semasa bersama Bapak dulu. Insya Allah Ibu akan segera pindah ke rumah itu. Ibu ingin menikmati hidup tenang di masa tua Ibu ini."

Perempuan itu berkata dengan sangat tegarnya lalu tersenyum padaku. Aku pun tak tahu arti senyumannya kali ini. Hening sejenak. Aku tahu senyumannya begitu tulus karena ditempah oleh keyakinannya yang kuat atas hikmah yang telah Tuhan berikan padanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun