Hartini meninggalkan mandor Sarmin dan Nafisah. Sang mandor mengeluarkan dompetnya lalu memilih milih uang yang ada didalam dompet itu, lalu mengeluarkan uang pecahan lima ribu dan diberikannya kepada Hartini.
" Nih, ambil untuk mu". Dengan cepat hartini mengambil uang itu lalu menyelipkannya kedalam be ha nya.
Nafisah masih berdiri dihadapan mandor Sarmin, dia tidak berani beranjak dari tempat itu sebelum ada perintah dari sang mandor. Sementara Hartini berjalan dengan lenggang lenggok yang dibuat buat meninggalkan mandor Sarmin dan Nafisah.
" Mulai besok kamu mendapat tambahan pekerjaan ", mandor Sarmin tidak meneruskan kata katanya, dipandanginya Nafisah dari sudut matanya. Sedangkan Nafisah menduga duga pekerjaan tambahan apa yang akan diberikan sang mandor kepadanya.
" Apa kamu tahu pekerjaan tambahan yang akan saya berikan kepadamu?", tatapan mandor Sarmin lekat diwajahnya.
" Tidak tahu mandor ", jawab Nafisah, wajahnya menunduk, sinar mata hari mulai meninggi.
" Kamu harus siap untuk melayani saya, kapan saya mau. Sudah pergi sana, kembali kerjakan pekerjaanmu ". Hardik mandor Sarmin.
Nafisah merasa sempoyongan, jantungnya terasa copot dari gantungannya. Matanya berbinar binar, apa yang ditakutkannya selama ini setelah suaminya meninggal akhirnya datang juga. Haruskah aku mengalah dengan keadaan. Tidak, aku harus tegar, katanya dalam hatinya.
" Gusti Allah kuatkan hati hambamu ini dalam menghadapi semua cobaan ", guman Nafisah seakan berbisik.
Memang sudah menjadi sipat manusia, ketika didalam menghadapi kesulitan, tempat pengaduannya terakhirnya adalah Tuhan. Tapi ketika manusia dalam kegembiraan, baginya Tuhan nyaris tidak ada. Perbuatan perbuatan yang mendatangkan dosa yang dilarang oleh Tuhan, tetap mereka lakukan, karena manusia menganggap Tuhan hanya tempat pengaduan dikala manusia mengalami kesulitan, setelah itu Tuhan mereka lupakan.
Nafisah melangkahkan kakinya kearah yang ditunjuk oleh mandor Sarmin. Melintasi Hartini dan Parni, keduanya berbesik. Nafisah hanya melirik kearah keduanya. Pandangan mata Hartini dan Parni mengikuti langkah kaki Nafisah.