Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tentang Ulah Penyadapan Australia

5 Februari 2017   21:12 Diperbarui: 5 Februari 2017   21:32 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari KompasTV

Sejak awal, saya mengikuti tulisan-tulisan bapak Prayitno Ramelan tentang dinamika keamanan dan intelijen, terutama dalam blog pribadinya ramalan intelijen dan sekaligus rutin mengikuti keprihatinan publik atas dinamika keamanan dan intelijen, sejak permasalahan kebocoran informasi super rahasia negara adidaya Amerika Serikat oleh seorang kontraktor bernama Edward Joseph "Ed" Snowden yang kurang jelas dasar kepentingannya. Meskipun Snowden menyatakan bahwa dirinya tidak dapat membiarkan Pemerintah AS melakukan surveillance kepada warganya sendiri, sebagaimana dikutip pada harian Guardian 9 Juni 2013, 


"I don't want to live in a society that does these sort of things [surveillance on its citizens]... I do not want to live in a world where everything I do and say is recorded... My sole motive is to inform the public as to that which is done in their name and that which is done against them."

Sedikit mengulas, bahwa dampaknya ternyata lebih luas dengan membongkar berbagai informasi penting lainnya tentang kegiatan mata-mata menggunakan teknologi komunikasi yang juga menimpa pimpinan negara-negara sahabat, termasuk Indonesia. Mirip dengan cerita kebocoran Wikileaks sebelumnya yang cukup menghebohkan publik Indonesia, maka kebocoran oleh Snowden juga memberikan dampak politik dan opini publik yang cukup besar, khususnya di negara kita yang mana rasa nasionalismenya sangat tinggi. 

Selain kebocoran informasi milik pemerintah Amerika Serikat yang bersumber dari Snowden, ternyata Pemerintah Australia juga melakukan hal yang sama terhadap Indonesia. Berdasarkan dokumen bocoran Snowden, terungkap bahwa pada tahun 2009, Badan Intelijen Australia yakni The Australian Signals Directorate (ASD) melakukan penyadapan terhadap telepon genggam Presiden SBY. Kasus tersebut telah menimbulkan ketegangan yang cukup mengganggu. Bahkan sejumlah kasus yang dapat dikatakan sebagai "perang cyber", protes dan permintaan penjelasan menjadi topik yang hangat di media massa Indonesia maupun Australia.

Lalu, bagaimana penjelasan Intelijen Indonesia dan Intelijen Australia? 

Hal ini tentu bukan hal yang gampang, oleh sebab di dalamnya terdapat kompleksitas masalah opini publik Indonesia terkait dengan kedaulatan dan kehormatan, dan juga opini publik Australia yang mendua antara merasa malu atau semakin arogan. Bahwa Australia berjanji tidak akan mengulangi penyadapan tidak mudah untuk diterima begitu saja. Bahwa bangsa Indonesia menghendaki permintaan maaf tentu bukan hal yg mudah pula bagi Australia karena negara bertetangga dekat cenderung untuk sangat sensitif dalam berhubungan. Sesuatu yang keliru akan tetap keliru, tidak dapat ditutupi ataupun ditunda-tunda dalam penyelesaiannya. 

Bagi Amerika Serikat dan Australia, kebocoran informasi Snowden sebenarnya baru dapat dibaca publik mungkin 30 atau 50 tahun ke depan, namun karena bocor ke publik di usia yang sangat muda yakni 4 tahun maka kasus tersebut menjadi panas karena para pihak yang dirugikan masih berada di posisinya. Bandingkan dengan release resmi operasi CIA di Indonesia pada era "penghancuran" komunisme di Indonesia yang jika kita baca saat ini hanya bagian dari sejarah yang tidak terlalu berpengaruh.

Betapapun majunya Australia dan perlindungan dari Amerika Serikat, dinamika dunia sulit diduga ke depannya. Betapapun majunya sebuah perencanaan masa depan, banyak faktor yang akan mempengaruhi kemajuan suatu negara dan kawasan atau bahkan terciptanya konflik dari hal-hal yang tidak diinginkan. Perlakuan Australia di masa lalu, tidak terlalu sulit untuk Australia untuk memperbaikinya dengan bersikap satria untuk mengakui terjadinya kekeliruan yang tidak perlu. Sebaliknya Indonesia tidak juga tidak terlalu sulit untuk bersikap tegas tanpa memperparahnya dengan berbagai tindakan yang justru "merendahkan" Australia yang dalam posisi sulit untuk mengungkapkan ma'af. 

Perhatikan pada saat itu, bagaimana Chancellor Merkel bersikap dan bagaimana Presiden Obama menjawabnya. Perhatikan kedewasaan demokrasi dan publik di Jerman dan Amerika Serikat yang kemudian secara perlahan walau "sakit" dapat melalui saat sulit dari skandal yang dibocorkan Snowden tersebut. Indonesia dan Australia dalam pandangan pribadi akan dapat melalui masa-masa sulit, namun kembali kepada para pimpinan di kedua negara untuk dapat mengembalikan persahabatan ke rel-nya secara cepat atau lama. Dan, dan jangan lupa bahwa banyak pihak "lain" yang senang melihat terjadinya ketegangan Indonesia dan Australia.

Salam pak Pray

sumber foto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun