Mohon tunggu...
W_ MBK
W_ MBK Mohon Tunggu... karyawan swasta -

bukan syapa syapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Demi Hari, Surabaya 1945 (3)

9 November 2012   18:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:42 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan saya sebelumnya di sini

Hari demi hari, Menjelang 10 Nopember 1945 (1)
Hari demi hari, Menjelang 10 Nopember 1945 (2)

Ini adalah kisah hari demi hari pada saat  kewaspadaan dan ketegangan semakin meningkat. Warga surabaya telah bersiap mengambil alih Surabaya dari kekuatan militer Jepang guna "menyambut" kedatangan Sekutu dan NICA.

23 September 1945

·Sesudah melakukan Rapat Akbar di Tambak Sari, Angkatan Moeda Indonesia mengadakan rapat di Pavilyun Gedung Nasional Indonesia Jalan Bubutan. Dalam rapat tersebut, diputuskan untuk meleburkan AMI dengan PRI (Pemoeda Republik Indonesia) yang telah dibentuk pada tanggal 20 September 1945. Struktur organisasi PRI cukup modern pada masa itu. Terdapat Ketua, Ketua I, Ketua II, Sekretaris, Bagian Keuangan, Bagian Pertahanan, Bagian Penyelidik dan Combat Intelligence, Bagian Angkutan, Bagian Pelajar, Bagian Sosoal dan Wanita, Bagian Penerangan serta Bagian Propaganda dan Komunikasi.

·Proses pendirian Pemoeda Republik Indonesia mendoro pendirian PRI-PRI di kota-kota diberbagai daerah. Surabaya sebagai kota pelabuhan dan kota dagang yang maju pada masa itu menyebabkan banyak pemoeda dari luar kota dan luar pulau tinggal di Kota Surabaya. Para pemoeda dari luar kota dan luar pulau ini juga banyak membantu pergerakan para Pemoeda di Surabaya pada saat itu. Mereka membaur dan berjuang bersama-sama Pemoeda Surabaya.

·Selain struktur organisasi yang sudah modern, PRI juga membagi-bagi wilayah untuk keperluan pertahanan. Wilayah-wilayah tersebut adalah PRI-Utara, PRI Tengah dan PRI Selatan. Selain itu PRI juga dilengkapi satuan setingkat Kompi dengan tugas ganda. Sebagai penyelidik sekaligus mengawal Markas Besar. Markas Besar PRI kemudian beralih ke Simpang Societiet (Gedung Pemuda sekarang).

·Peristiwa penting lain yang terjadi pada tanggal 23 September 1945 adalah tiba di Surabaya Captein P.J.G.Huiyer (Belanda). Huiyer dikirim oleh Laksamana Helfrich (komandan Angkatan Laut Hindia Belanda untuk mengurusi kembali daerah jajahannya). Huiyer memerintah Jendral Iwabe (panglima Angkatan Darat Jepang di Jawa Timur) menyerahkan Angkatan Laut Jepang (kaigun) di Tanjungperak dalam surat serah-terima hitam di atas putih.

·Setelah mendapat surat serah-terima pangkalan Angkatan Laut Jepang di Tanjungperak, Huiyer terbang meninggalkan Surabaya menuju Jakarta via Balikpapan.

·Huiyer memberikan informasi kepada Admiral CEL Helfrich, The C-in-C Netherlands Forces in The East, angkatan laut Belanda yang bergabung dengan Sekutu bahwa penduduk Surabaya tidak memiliki kekuatan militer. Informasi ini kelak yang menyesatkan pihak Sekutu. Bahwa secepat kilat dalam 10 hari kedepan, seluruh kekuatan militer Jepang telah jatuh ke tangan para Pemuda.

25 September 1945

·PRI bagian pertahanan semakin berkembang. Kekuatan semakin bertambah seiring dibentuknya pasukan reguler berkekuatan tetap setara 4 kompi dan dipimpin oleh bekas Shodancho PETA Trenggono dan Shocho Heiho Salimin.

26 September 1945

·Dipimpin oleh Bung Tomo, para pemuda mengepung Markas Don Bosco yang merupakan gudang senjata. Don Bosco telah dikepung oleh para Pemuda bersenjata bambu runcing, senjata tajam dan senjata seadanya. Mereka para pemuda kampung dan para pelajar yang telah yakin bahwa kini tiba saatnya dilancarkan aksi perebutan senjata. Mengingat aksi-aksi sebelumnya telah berhasil dilaksanakan. Yaitu aksi penyitaan semua kendaraan roda empat, truk dan berbagai macam kendaraan yang digunakan oleh Interniran, Jepang dan Indo Belanda untuk kepentingan revolusi.

·Melalui diplomasi, Bung Tomo membujuk Komandan Tangsi Don Bosco Mayor Hashimoto untuk menyerahkan persenjataan yang disimpan dalam gudang senjata Don Bosco. Hashimoto meminta agar dihadirkan pembesar Republik yang bertanggung jawab atas keamanan. Kemudian menyusul hadir ditempat Suyitno (keybondan/Barisan Pencegah Bahaya Udara), Mochammad (Daidantyo PETA Sidoarjo) sebagai wakil BKR serta beberapa perwakilan Markas Besar PRI termasuk Djamal. Hadir pula di tempat wakil Kempetay.

·Perundingan belum tercapai. Tetapi Mayor Hashimoto berjanji akan menyerahkan persenjataan kepada Rakyat dan Pemuda Surabaya setelah Pimpinan Tertinggi Panglima Balatentara Nippon di Jawa Timur mengetahui apa yang terjadi. Rakyat berhasil di minta untuk membubarkan diri dan akan kembali keesokan harinya.

27 September 1945

·Pagi hari Rakyat dan para pemuda sudah mengepung Don Bosco. Sementara itu hadir M. Yasin Komandan Polisi Istimewa sebagai wakil dari pemerintah. Pada satu sisi Panglima tertinggi Nippon di Jawa Timur memerintahkan untuk tetap menjaga keamanan. Itu berarti Hashimoto tidak boleh menyerahkan persenjataan di tangan rakyat. Sementara kondisi riil sangat sulit. Hashimoto bertanya apakah Pemerintah Daerah Republik Indonesia menyatakan sanggup menjaga keamanan. M Yasin menyatakan sanggup dan segera dibuat surat serah terima. Dengan demikian serah terima persenjataan dan amunisi di Gudang Don Bosco dapat berlangsung secara damai. Peristiwa di Don Bosco kemudian menjadi model peralihan kekuasaan berbagai instansi yang dikuasai Jepang ke tangan Republik. Seperti Radio Soerabaja, Rumah Sakit Angkatan Perang Nippon Karangmenjangan dan masih banyak lagi.

·Hampir secara serentak, rakyat berbondong-bondong mengepung tempat-tempat strategis tempat penyimpanan senjata Jepang. Kitahama Butai Lindeteves yang menjadi tempat perbaikan persenjataan berat Jepang. Hingga diperoleh meriam dan persenjataan penangkis udara.

·Pengepungan dan penyerbuan untuk melucuti Jepang juga dilakukan rakyat pada komplek Elektronika Kaliasin, asrama Sambongan Semoet, Pabrik Mesin di Ngagel, markas Jepang di Gunungsari serta angkalan Udara Moro Krembangan.

·Secara resmi, Radio Soerabaja telah berganti menjadi Radio Repoeblik Indonesia. Serah terima dilakukan oleh Moromoto kepada Residen Soedirman.Pada acara serah terima tersebut, Gubernur Soerjo berpidato menjelaskan betapa pentingnya peran radio untuk menggelorakan semangat perjuangan.

28 September 1945

·Markas Kaigun, Angkatan Laut Jepang di Gubeng juga tak luput dari sasaran rakyat dan pemuda Surabaya. Untuk pertama kali penyerbuan juga menggunakan persenjataan yang telah dimiliki. Senapan mesin ditempatkan diatas jembatan Viaduk Goebeng. Dari posisi tersebut Markas Kaigun dihujani tembakan senapan mesin. Massa rakyat mendesak maju dari arah timur rel kereta api, serta dari arah selatan. Sebagian menggunakan senjata api dan sebagian menggunakan senjata tajam dan bambu runcing. Sementara tentara Jepang dari markas Kaigun melepas tembakan ke arah sisi pertahanan mereka yang bisa menjadi jalur masuk massa rakyat. Pengepungan ini kemudian terdengar oleh BKR Surabaya Soengkono.

·Tentara Laut Jepang di Markas Kaigun sebenarnya tidak mengerahkan kemampuan sepenuhnya karena tidak menggunakan peralatan berat yang mereka miliki, mungkin mereka menyadari tidak ingin pada pengepungan ini jatuh korban jiwa di sisi massa rakyat sehingga mengakibatkan kemarahan yang lebih besar lagi.

·Soengkono segera berinisiatif menemui Laksamana Muda Laut Shibata. Dengan berdiplomasi Soengkono mengatakan bahwa Rakyat Surabaya tidak ingin membunuh saudara tua mereka. Laksamana Shibata pun merasa tersanjung dan menerima jaminan tersebut serta bersedia menyerahkan persenjataan yang dimiliki untuk diserahkan kepada Republik.

·Huijer kembali datang ke Surabaya dan sangat terkejut dengan perubahan yang terjadi. Satu persatu kekuatan Jepang berjatuhan ke tangan Republik. Segala aksi dan manuver Huijer mengatas namakan sebagai perwakilan Sekutu. Termasuk memaksa Jenderal Iwabe dan Laksamana Muda Shibata untuk menyerahkan kekuasaan Jepang kepada Sekutu melalui Huijer. Justru inilah kesalahan paling fatal Huijer karena Pihak Republik tidak percaya Huijer dan menganggap Huijer bertindak atas kepentingan NICA, bukan Sekutu.

·Huijer menginap di Hotel Yamato, setelah kehilangan mobil dan uang, terpaksa Huijer kembali ke Jakarta pada tanggal 9 Oktober naik kereta api karena semua penerbang pesawat di Morokrembangan telah ditawan Pemuda Republik. Selama perjalanan, Huijer mengaku sebagai orang Inggris. Tetapi sampai di Kertosono Huijer ketahuan karena mengumpat dalam bahasa Belanda. Huijer ditangkap dan ditahan di Kertosono. Keesokan harinya 10 Oktober Huijer dibawa ke Surabaya. Namun pada saat melewati Jombang, Rakyat menurunkan Huijer dan diturunkan di Stasiun Jombang. Jam 13.00 Huijer diangkut menuju Surabaya menggunakan bus dan dikawal oleh Pemuda dan dibawa ke bekas Kantor Konsulat Inggris di Jalan Kayoon. Huijer diperingatkan untuk tidak melarikan diri.

·Setelah melalui pemeriksaan dan bukti-bukti yang ditemukan, Huijer ditemukan bekerja untuk NICA bukan untuk sekutu. Akhirnya Huijer dimasukkan ke penjara Kalisosok.

29 September 1945

·Terjadi pengepungan di gedung HVA oleh massa rakyat. Tembak menembak terjadi antara Jepang dan massa. Hingga pada tanggal 30 September 1945 pukul 5.00, Doel Arnowo selaku pimpinan Komite Nasional Indonesia Surabaya mengirim utusan kepada Jenderal Iwabe selaku Panglima Pertahanan Angkatan Darat Jawa Timur. Akhirnya kedua belah pihak sepakat berdamai. Pihak Jepang bersedia menyerahkan Persenjataan di Gedung HVA setelah kedua pihak menandatangani naskah serah terima.

1 Oktober 1945

·Pagi hari 1 Oktober 1945, Massa rakyat sudah mengepung Markas Kempetai di depan Kantor Gubernur. Pemuda menempatkan Mitraliur dan Senapan mesin diatas kantor Gubernur. Sementara dari PRI pusat menempatkan senapan mesin dari arah Viaduct. Tembak menembak pun tak terelakkan. Korban mulai berjatuhan. Hingga para pemuda menghubungi Jenderal Iwabe. Jenderal Iwabe pun kemudian bersedia memerintahkan Komandan Kempetai Surabaya untuk melakukan Cease Fire. Total 40 korban jiwa. Di pihak Indonesia gugur 25 orang, dipihak Jepang tewas 15 orang. Sementara 81 orang luka-luka baik di pihak Indonesia maupun Jepang, diantaranya adalah Abdul Wahab kepala BKR Karesidenan Surabaya.

2 Oktober 1945

·MarkasBesarAngkatan Laut Jepang dikepung massa rakyat dipelopori ooleh BKR, Polisi Istimewa, PRI dan BKR-Peladjar. Penyerbuan di Markas Besar Angkatan Laut Jepang Embong Woengoe tak membawa hasil karena tidak ditemukan senjata.

·Residen Soedirman atas nama Gubernur Jawa Timur mengeluarkan pernyataan bahwa

okini sudah saatnya pemerintahan di Surabaya mengurus pemerintahannya sendiri dan hanya menerima perintah dari Pemerintah Poesat Repoeblik Indonesia.

oSegala urusan dengan sekutu harus dirundingkan dengan pemerintahan di Surabaya

7 Oktober 1945

·Pagi hari massa rakyat sudah mengepung Pangkalan Laut Jepang Oedjoeng. Massa rakyat semakin terampil dalam melakukan penyerbuan sehingga serbuan tidak dilakukan secara membabi buta. Penyerbuan dilakukan dari 3 penjuru dan dengan mudah massa rakyat menguasai pangkalan Oedjoeng. Kemudian secara resmi Laksamana Muda Shibata menyerahkan pangkalan laut tersebut kepada Residen Soedirman yang bertindak atas nama Gubernur Jawa Timur. Setelah menguasai Oedjoeng, pemuda segera menuju Pulau Njamoekan sekitar 20 mil dari Pelabuhan Oedjong dan mengambil alih pangkalan laut cadangan disana.

12 Oktober

·Bung Tomo kembali dari Jakarta dan mendapat restu untuk mendirikan Radio Pemberontak. Pendirian Radio Pemberontak ini bersifat strategis untuk membakar semangat perlawanan Rakyat. Sebaliknya RRI yang bersifat resmi dan mewakili Pemerintah Pusat. Tidak mungkin RRI membakar semangat Rakyat karena sikap Pemerintah Pusat masih bersifat kooperatif dengan Sekutu. Radio Pemberontak yang didirikan oleh Bung Tomo sebenarnya juga atas restu menteri Penerangan adalah strategi lain pemerintah pusat dan Bung Tomo untuk tetap membakar semangat arek-arek Suroboyo. Jangan sampai karena sikap resmi pemerintah yang berusaha berdamai dengan sekutu dapat melunturkan semangat revolusi arek-arek Suroboyo.

·Tetapi siaran-siaran Bung Tomo yang khas membakar semangat arek-arek Suroboyo, selalu diiringi lagu khas dari Hawai berjudul Tiger Ray semakin menunjukkan bahwa Radio Pemberontak tidak mewakili suara pemerintah pusat.

·Lagu Tiger Ray adalah atas pilihan Des Alwi yang ahli dalam urusan pemancar radio. Hingga Radio Pemberontak memiliki sendiri pemancar Radio, Tiger Ray selalu mengiringi setiap siaran Bung Tomo.

·Selama belum memiliki pemancar sendiri, Radio Pemberontak bekerja sama dengan RRI seolah-olah RRI me-relay siaran Radio Pemberontak, padahal Bung Tomo melakukan siaran di Studio RRI di Embong Malang (sekarang hotel Shangrilla).

20 Oktober

·Radio Pemberontak pimpinan Bung Tomo akhirnya memiliki perangkat pemancar sendiri hasil pemberian perangkat radio dari RRI Surabaya.

22 Oktober 1945

·Diperoleh Informasi pendaratan tentara Inggris melalui kantor Berita Antara Surabaya Aminoeddin Loebis. Informasi disampaikan ke Markas Besar PRI di Simpang Societet. Kekuatan tentara sekutu yang akan mendarat adalah kekuatan 1 Resimen atau sekitar 6000 tentara.

·Sebelumnya, Sikap resmi Pemerintah Pusat melalui menteri luar negeri Achmad Soebardjo tentang kedatangan Tentara Sekutu di Surabaya agar rakyat Surabaya bersikap tenang dan netral. Sikap ini pasti tidak dapat dimengerti Rakyat Jawa Timur khususnya Surabaya. Akhirnya secara berterus terang , menteri Soebardjo mengatakan masih terus bernegoisasi dengan Mayjend Hawthorn dan belum ada titik terang. Maka segala keputusan terserah kepada rakyat Surabaya. “Terserah jullie yang berada di Jawa Timur”

·Markas PRI segera membentuk tim penghubung.Kyai Hasyim kemudian memerintahkan KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945. Pada 23 Oktober 1945, KH Hasyim Asya’rie atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad

25 Oktober 1945

·Sekutu mendarat pada malam hari dan dilanjutkan hingga pagi hari. Melalui perdebatan dan ketegangan akhirnya dicapai kesepakatan pada tanggal 26 Oktober 1945 antara Sekutu dipimpin Mallaby dan para Pemuda dipimpin Residen Soedirman.

26 Oktober 1945

·6000 Tentara Mallaby mendarat dan menempati titik-titik strategis di Surabaya. Penduduk Surabaya menyambut dengan dingin beserta kewaspadaan yang tinggi

27 Oktober 1945

·Kesepakatan antara Mallaby dan Residen Sudirman akhirnya harus kandas karena Mayjend Hawthorn mengeluarkan ultimatum kepada rakyat di Surabaya untuk menyerahkan persenjataan yang dirampas dari tangan Jepang. Mallaby merasa ditampar dan dipermalukan karena ultimatum itu disebarkan melalui pesawat yang terbang langsung dari Batavia. Perdamaian antara tentara Mallaby dan Republik terancam.

·Mallaby tidak dapat menolak perintah atasannya Mayjend Hawthorn.

28 Oktober 1945

·Pecah clash pertama tentara Inggris melawan Rakyat Surabaya. Pertempuran dimulai pada pukul 5 sore. Pertempuran berlangsung serentak di seluruh penjuru kota Surabaya.

·Kekuatan tentara Mallaby yang terpecah-pecah tidak mampu menahan gempuran rakyat di Surabaya.

29 Oktober 1945

·Soekarno, hatta dan Amir Sjarifuddin datang ke Surabaya menggunakan pesawat RAF. Soekarno datang atas permintaan Jenderal Christinson karena desakan Mallaby. Mallaby meminta diselenggarakan gencatan senjata bila tidak ingin tentaranya menyerah aatau hancur total ditangan para Pemuda di Surabaya.

·Kesepakatan sementara tercapai, gencatan senjata mulai diberlakukan. Tetapi tembak-menembak masih berlangsung.

30 Oktober 1945

·Jenderal Hawthorn tiba di Surabaya untuk melaksanakan perundingan dengan Soekarno.

·Perundingan berlangsung di GedungGrahadi. Segera setelah kesepakatan tercapai, Hawthorn dan Rombongan Soekarno kembali ke jakarta.

·Dibentuk Biro Kontak untuk menyebarkan gencatan Senjata, Tapi naas, dalam usaha penyebaran informasi gencatan senjata, Mallaby justru tewas di Jembatan Merah.

·Penyebabnya adalah Tentara Inggris menyulut aksi tembak-menembak karena terlebih dahulu menembakkan mortir kearah rombongan mobil pada saat proses negoisasi masih berlangsung antara perwakilan Republik dan Tentara Inggris yang terkepung di Internatio.

·Para tokoh pemuda segera mengamankan diri, sementara Mallaby terjebak di dalam mobil yang dinaikinya. Mobil itu sebenarnya mobil dinas Residen Soedirman.

·Mallaby ditembak oleh pemuda tidak dikenal dari jarak dekat dengan menggunakan pistol. Kemudian mobil Mallaby terbakar oleh ledakan granat yang berasal dari pengawalnya sendiri.

Peristiwa ini menimbulkan kemarahan besar dari Pihak Inggris. Inggris mengancam akan menghukum Surabaya. Segera saja Inggris menggelar kekuatan di Pangkalan Oedjoeng dan menambah kekuatan mereka disana. Tanggal 7 November Mayor Jenderal Mansergh telah mengeluarkan ancaman kepada pimpinan di Surabaya. Tanggal 9 November 1945 jam 11 siang, Mansergh mengeluarkan dua surat dan ditujukan kepada Mr. RMTA Soerjo. Surat pertama tentang Ultimatum Sekutu. Surat kedua tentang penjelasan ultimatum tersebut.

Tanggal 9 November 1945 jam 1 siang, pesawat-pesawat Inggris mulai menyebarkan pamflet ultimatum diatas kota Surabaya.

SELAMAT HARI PAHLAWAN !!!

#MERDEKAAAA!!!!

(Bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun